BAB 28

339 49 5
                                    

Batavia,

Dulu namanya Sunda Kelapa, Raden Fatahillah dari Kerajaan Demak merubahnya menjadi Jayakarta, kemudian Belanda datang dan mengganti namanya menjadi Batavia. Kota yang digembar-gemborkan sebagai pusatnya Hindia Belanda. Belanda menyulap kota pelabuhan kecil itu menjadi Batavia yang ciamik, di tangan Belanda banyak gedung megah berdiri, Batavia bagaikan perawan cantik yang selalu bersolek. Nah, perawan itu mengundang banyak orang untuk ikut bersolek jua. Para orang Eropa, terutama warga Belanda ibaratkan burung merak jantan yang mengembangkan ekornya, guna menarik minat sang gadis. Pakaian mewah nan modis, kereta-kereta kuda yang pajaknya selangit, pesta pora berkedok undangan makan malam, dan para budak yang dianggap simbol kekayaan. Semua orang berlomba-lomba mengembangkan ekornya, memamerkan seberapa indah hidup mereka di Batavia. Batavia begitu menghipnotis, parasnya semakin indah dengan kemajuan teknologi yang dibawa pemerintah Belanda dari tanah Eropa.

Tiana juga salah satu yang terbuai dengan pesona Batavia, sayangnya dia hanya burung pipit kecil di antara para merak dewasa. Fatamorgana Batavia selalu dilihatnya dari lembaran koran terbitan pemerintah Belanda. Sejak itu, Tiana selalu berangan-angan tentang kota Batavia, fotonya selalu berseliweran, terpampang di berbagai koran yang ia baca makin menambah daya pikat Batavia bagi Tiana. Tiana bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri sekarang, bagaimana penumpang kereta di gerbong ini dipenuhi orang-orang Eropa yang modis serta Borjuis. Sayangnya, seperti kebanyakan kota besar di nusantara, Batavia yang mempesona tak ramah bagi pribumi seperti ia.

Pemandangan indah bentangan alam di sepanjang lintasan kereta tak jua memberikan rasa tentram. Tiana resah, gundah. Tiana merenung sejenak. Ada ketakutan yang muncul begitu saja di dalam hatinya. Batavia yang begitu mengagumkan tak ayal mengintimidasi, memberikan momok menakutkan bagi Tiana. Saat ini dia bersyukur karena tidak harus menghadapi semuanya sendiri, kini ada Jasper. Pria yang mulai sekarang akan berbagi masa depan bersamanya. Seakan mengerti kegelisahan kekasihnya, Jasper merengkuh tangan Tiana, meremasnya pelan menyalurkan sedikit kehangatan.

"Jangan takut, saya beberapa kali mengunjungi Batavia, engku pun lama tinggal di Batavia. Dia tahu kota ini dengan baik." Tunjuk Jasper pada salah seorang centengnya yang lebih tua.

"Kamu sering ke Batavia?"

"Ya, menemani papa. Sering untuk urusan bisnis, tidak semua kapal datang tepat waktu ke pelabuhan Semarang. Jadi kami biasa ke pelabuhan di Batavia atau Banten."

"Bagaimana Batavia menurutmu?"

"Lebih hidup daripada Semarang, di Batavia kamu bisa dengan mudah menemukan kesenangan apapun. Itu adalah tempat yang tepat untuk menghamburkan uang. Orang-orang yang suka pamer juga akan mencintai Batavia."

"Seburuk itu? Tidak ada kesan lain? Bagaimana dengan teater dan pertunjukan seni yang kamu sukai? Banyak pementasan digelar di Batavia, bukan?"

"Nah, kalau itu Batavia memang jagonya. Banyak fasilitas dan tempat yang mendukung, penontonnya juga ramai. Orang senang datang ke Batavia, disana semuanya lengkap. Saat saya mendapatkan cuti dari KNIL, semua dihabiskan di Batavia."

"Oh, aku dengar serdadu itu tukang minum. Kamu juga suka minum, Jasper?"

Tiana bertanya enteng, terkesan hanya menyambung pembicaraan, tetapi Jasper yang kenyang pengalaman dengan para gadis tak akan semudah itu terjebak dalam pertanyaan Tiana.

"Saya minum di waktu-waktu tertentu. Seperti saat perjamuan atau pesta, itu tidak bisa dihindari. Mungkin sedikit minum saat di pub malam, menemani para sahabat saya."

"Pub malam? Disana banyak orang menari juga?"

"Ya, ada musik yang dimainkan. Mereka yang sudah minum biasanya menari diiringi musik."

Jasper & TianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang