BAB 21 RESTU

396 58 0
                                    

"Neng, hayu masuk. Pamali anak gadis di luar malam-malam." Bibi Aminah berseru dari balik pintu.

Dia yang sedari tadi mengamati anak gadisnya, sejak turun dari kereta hingga kereta itu pergi belum juga beranjak dari tempatnya. Bibi Aminah lalu menyusul Tiana yang masih termenung di luar rumah. Tiana manut dan berjalan mengangkat ujung gaunnya yang menyapu tanah. Bibi Aminah hanya memperhatikan keponakannya dalam diam.

Kemarin sepotong kebaya sutra dikenakannya, sekarang gaun para noni Belanda yang melekat di tubuhnya. Dua hari ini Tiana sudah menjelma layaknya putri bangsawan keraton yang menempuh pendidikan di Eropa. Orang yang baru melihatnya pasti tidak menyangka jika gadis ini hanya seorang buruh pemetik pucuk teh di perkebunan.

Begitu Tiana masuk ke kamarnya bibi Aminah kembali berkata,

"Mandi dulu, neng. Bibi sudah panaskan air, setelah itu kamu makan dan istirahat."

"Bi, Tiana mau bicara."

"Iya, tapi kamu mandi dulu sana, biar segar mukamu tuh neng, kusut."

Tiana mengikuti saran bibi, setelah mandi dan berganti pakaian, Tiana duduk di samping bibi. Segelas teh hangat sudah terhidang di meja. Bibi menyodorkannya ke Tiana, sebuah lampu minyak menjadi satu-satunya penerang bagi mereka di kegelapan malam.

"Kamu sudah makan, neng?"

"Sudah, bi. Jasper tadi sempat mengajak Tiana makan sebelum pulang."

"Oh."

"Bi."

"Ada apa, neng?"

"Tadi Jasper melamar Tiana, dia ingin menikahi Tiana, bi."

Bibi Aminah sudah menduga Jasper akan mendekati Tiana, tapi tidak menyangka tuan Belanda itu langsung melamar keponakannya secepat ini.

"Lalu kamu jawab apa, neng?"

"Tiana belum jawab apa-apa,bi. Tapi Tiana janji akan menjawabnya besok di stasiun kereta."

"Kamu sudah punya jawabannya, neng?"

Tiana menggeleng, "Tiana bingung, bi."

"Perasaanmu sendiri bagaimana? Kamu suka sama dia, neng?"

Malu-malu Tiana mengakui isi hatinya, dengan suara pelan mencicit dia berkata,"Iya, bi."

"Jadi, apa yang membuatmu ragu, neng?"

"Tiana belum mengenal benar Jasper, bi. Tiana takut sifat aslinya jauh berbeda dengan yang sekarang Tiana kenal. Dan lagi apa Bibi setuju jika Tiana menikah dengan Jasper?"

Giliran bibi Aminah yang tercenung, teringat dia akan mendiang kakaknya yang menitipkan gadis kecil untuk dirawatnya, kini anak kecil lucu itu telah beranjak dewasa, sudah diminta orang untuk jadi istrinya. Apa yang akan kakaknya itu katakan jika anak gadisnya bertanya pertanyaan serupa? Bibi Aminah menghela nafas sejenak, menimbang-nimbang apa yang akan diutarakannya pada Tiana.

"Bibi inginnya kamu dapat jodoh sesama orang Sunda saja neng, atau sama-sama pribumi. Tapi kalau jodohmu adalah orang Belanda, bibi tidak bisa melarang. Asalkan jangan buru-buru, neng. Jika kamu memang mau menikah dengan Jasper katakan padanya untuk melangsungkan pernikahan kalian paling cepat tahun depan. Jadi kamu punya waktu untuk lebih mengenal dia."

"Bibi tidak keberatan kalau Tiana menikah dengan Jasper?"

"Dengan syarat kamu tidak dijadikan nyai, selir atau simpanan, neng. Asalkan kamu menjadi istri sah yang diakui hukum pemerintah Belanda. Bibi hanya bisa memberi restu."

Menikah dengan orang Belanda itu seperti bertaruh dengan kehidupan, jika nasib baik, maka senang seumur hidup. Jika nasib buruk akan ditinggalkan ketika dia kembali ke negaranya, tinggallah seorang diri menanggung anak yang tak diakui negara. Aminah hanya bisa berharap Jasper adalah orang yang tepat untuk membuat keberuntungan di hidup Tiana.

Jasper & TianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang