BAB 19

373 58 0
                                    

Jasper hampir mati bosan menunggu kedatangan Tiana, teh yang disuguhkan bibi sudah habis meninggalkan gelas kosong tetapi anak itu belum juga muncul. Dasar wanita, sama saja kalau sudah merumpi pasti lupa waktu. sungutnya dalam hati. Jasper berbaring di atas balai bertumpu pada sebelah tangannya. Dia mengeluarkan tiket yang kemarin dibelinya, saat keluar dari hotel untuk membeli makan siang.

Grup La Scala Piazza, yang akhir-akhir ini diberitakan oleh koran-koran dunia, mendapat undangan langsung dari tuan Gubernur Jenderal untuk tampil di Hindia Belanda. Jasper dengar mereka hanya pentas di dua kota, Batavia dan Buitenzorg. Satu hari di Batavia dan khusus di Buitenzorg dua hari. Tadi malam mereka tampil di istana tuan Gubernur Jenderal, yang menghadiri pun hanya tamu undangan khusus. Para pejabat, bangsawan Netherlands dan orang Eropa terpandang, tak lebih dari 400 orang. Papa dan mama juga ikut hadir disana, bersama tuan dan nyonya residen Buitenzorg.

Malam ini pertunjukkan lebih terbuka ditujukan pada "masyarakat umum" yang mampu membeli tiketnya. Tidak mahal, hanya 500 gulden untuk selembar tiket, tidak perlu jabatan atau gelar khusus, asal punya uang, baik itu Inlanders atau Eropa semua boleh membelinya. Jasper sebenarnya tidak senang jika menghadiri perkumpulan seperti ini, bukan karena ada pribumi, tapi para orang kaya baru yang norak juga akan hadir. Mereka tidak akan mau menyia-nyiakan kesempatan untuk memamerkan harta kepada rekan sekelasnya dan menjilat untuk bergabung dengan para bangsawan kelas atas.

Ah, masa bodohlah dengan para orang norak itu, yang penting dia bisa menikmati waktu berdua bersama Tiana. Lagipula tidak ada orang yang mengenalinya di Buitenzorg ini, kecuali para serdadu KNIL. Jasper sudah membeli tiket kelas VVIP, lebih dari setengah gajinya selama di KNIL dihabiskan untuk dua tiket ini. Bila dia bisa bersuara, maka dompetnya akan menangis keras, memprotes isinya yang tinggal beberapa lembar.

Tetapi Jasper tidak menyesal, ini menunjukkan betapa spesialnya gadis itu untuknya. Tiana adalah wanita kedua setelah mama yang mendapat hasil kerja keras Jasper. Bila dulu dia banyak mengandalkan uang papa untuk menyenangkan gadis-gadisnya, kini Tiana hanya akan mendapatkan hasil keringatnya sendiri, memikirkan itu perasaan bangga menyeruak dari dalam diri Jasper, membuat hati kecilnya semakin bahagia.

Tiana pulang saat hari menginjak sore, gadis itu menjunjung bakul di atas kepalanya, dengan selendang dijadikan alas tumpuan. Dia berjalan santai, Jasper teringat akan kelas kepribadian yang biasa dihadiri para putri bangsawan Netherlands. Mereka berlatih berjalan anggun dengan meletakkan buku di atas kepalanya. Seketika mata Jasper bersinar cerah, dia bagai mendapatkan ilham. Sekarang dia punya ide bagaimana merayu mama agar mau menerima Tiana sebagai menantunya.

"Oh, meneer kenapa disini?"

"Mengapa kamu selalu memanggilku meneer? Sudah sering saya bilang, saya tidak setua itu."

"Meneer memang lebih tua dariku kok."

"Hanya tua beberapa tahun, lupakan. Apa kamu mau ikut bersamaku menonton opera? Ada grup musik dari Italia yang akan mengadakan pertunjukan di balai kota."

"Dari Italia? Apa mereka La Scala? Yang kemarin tampil di hadapan gubernur Jenderal?" Pertanyaan beruntun Tiana sedikit mengagetkan Jasper, dia belum menceritakan apapun pada Tiana dari mana gadis itu tahu?

"Kamu tahu mereka?"

"Saya baca beritanya yang dimuat di koran pagi ini, tuan administratur pabrik yang menunjukkan. dia ikut menyaksikan pertunjukan itu, bahkan dirinya turut berfoto di barisan belakang, walaupun paling ujung. Wajahnya hampir tidak kelihatan karena kertas korannya gelap, hihihi...."

Tiana tertawa mengikik mengingat selembar surat kabar berbahasa Belanda yang ditempel di papan pengumuman. Entah siapa yang memajangnya di sana, tapi bagian foto tuan administratur dilingkari dengan pena, jika tidak begitu pasti tidak kelihatan.

Jasper & TianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang