Bab 39

459 49 7
                                    

Hai, terima kasih sudah sabar menunggu author yang kerap lupa untuk menulis, karena sibuk mencari recehan. Hehehe. Saya tahu dibalik ucapan "cemangat thor" ada desakan tak tertulis dan baliho imajiner berisi "Woi, update kagak lu, jangan setengah-setengah kalau nulis!" Hahaha. Tenang saja saya tetap akan menamatkan cerita ini (jika ingat). Selamat membaca.

Asap-asap mengebul dari halaman belakang rumah tuan asisten residen yang disulap menjadi dapur. Wanita wanita Jawa, tua dan muda nampak kepayahan mengaduk kayu di atas kuali-kuali besar. Bukan, mereka bukanlah pemilik kebaya bagus yang berbaur dan minum gin dengan orang Eropa.

Sementara di dalam rumah, hingar bingar kemewahan yang hanya bisa dibayangkan tersaji dalam satu ruangan besar. Tiana bersisian dengan Jasper masuk setelah memberikan undangan kepada penjaga di depan. Bibir Jasper tersenyum kecut memandang gadis itu yang bersikeras tidak ingin mengandengnya, padahal Jasper sudah menarik tangan Tiana berkali-kali, tapi ia selalu mengelak.

Tiana bukannya malu ataupun jengah menggandeng atau bersikap mesra dengan Jasper. Ia hanya sadar diri, saat ini hubungannya dengan Jasper belumlah resmi untuk dipertontonkan terang-terangan di hadapan para bangsawan Semarang.

Walau begitu, beberapa pasang mata tetap melirik ke arahnya. Mungkin mereka tertarik pada gadis baru yang dibawa salah satu tuan muda di Semarang ini, atau pada gaun yang dikenakannya.

Sebuah gaun model terbaru, diimpor langsung dari Inggris. Ia gadis desa dari Buitenzorg yang sehari-hari memetik pucuk teh dari gunung untuk hidup, mengenakan gaun yang hanya dimiliki segelintir wanita Belanda terpandang di Semarang.

Hah, dunia memang tidak dapat ditebak. Namun, Tiana mati-matian mempertahankan kepalanya untuk tidak merunduk, memandang lantai. Emma sudah mewanti-wantinya untuk tetap menegakkan kepala sepanjang acara. Cermin elegan seorang bangsawan terlihat dari caranya bersikap, jadi ia harus mengingat dan mempraktekkan semua ajaran Emma terutama di pesta seperti ini.

Jasper mengajak Tiana untuk menyapa tuan rumah. Tuan asisten residen dan istrinya tengah mengobrol dan dikerumuni beberapa orang berpakaian necis

"Selamat malam, tuan Pieter, nyonya Inggrid."

Sapaan Jasper membuat orang-orang yang mengerumuni tuan rumah menoleh dan sontak sedikit bergeser memberikan ruang setelah melihat sang pendatang.

"Selamat malam, Ho-oh Jasper? Apa kabar? Lama sekali saya tidak melihatmu anak muda."

"Jasper kamu datang sendiri? Mana papa dan mamamu?" Giliran nyonya Inggrid ikut bertanya.

"Papa dan mama sebentar lagi akan tiba. Saya memang sengaja untuk datang lebih awal."

"Oh, bagus sekali. Apa kamu sudah kenal dengan tuan-tuan di sebelahmu ini?"

"Saya sudah bertemu dengan tuan William sebelumnya, dan untuk tuan-tuan yang lain ini pertama kali kami bertatap muka."

"Haha..., sebuah kesempatan yang baik. Kenalkan ini tuan Pierre, tuan Martin, tuan Rijk,..."

Jasper baru ingat papanya pernah berkata tuan asisten residen punya 7 orang controleur yang membantunya mengawasi Karesidenan Semarang.

"... mereka semua adalah controleur di Semarang ini."

Oh, ternyata dugaan Jasper benar. "Selamat malam, tuan-tuan. Maaf jika saya tidak mengenali anda semua. Saya belum lama berada di Semarang."

"Tentu itu satu hal yang bisa dimaklumi. Berkat tuan Pieter, kita bisa mengenal dan mungkin punya banyak kesempatan untuk bekerja sama di kemudian hari. Bukan begitu, tuan Jasper?" ucap seorang lelaki Belanda yang tampak sepantaran dengan Jasper, kalau tidak salah tadi tuan Pieter menyebut namanya Martin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jasper & TianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang