Tangan Tiana penuh menenteng kantong belanja, mulai dari baju, kosmetik hingga kain-kain baru. Jasper tidak main-main saat mengatakan akan membuatnya merasa pantas untuk masuk ke restoran Eropa. Tiana kira setelah selesai belanja mereka akan kembali ke rumahnya, tetapi Jasper malah menyuruh supir andong pulang sendiri, kembali ke rumah Tiana. Menunggu dan menjemput bibi yang belum pulang dari pabrik.
Sementara Jasper membawa Tiana ke sebuah hotel di ujung jalan, dia memesan sebuah kamar untuk satu malam. Seorang pegawai hotel memandu mereka menuju kamar pesanan. Pegawai laki-laki yang merupakan seorang Netherlands membukakan pintu lalu menaruh barang bawaan Jasper di atas meja. Jasper memberikan beberapa gulden sebagai tip.
Tiana masih berdiri di pintu kamar bahkan setelah pegawai menjauh dari pandangan. Dari luar saja ia bisa melihat bagaimana menakjubkan mewahnya kamar itu.
"Kenapa di situ saja, masuklah." ajak Jasper.
Tiana melangkah pelan, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, mengamati setiap sudut ruang, seperti sedang meresapi kehidupan modern yang berbeda dari dunia yang dijalaninya setiap hari. Jasper membuka jendela dan memeriksa kamar mandi, kemudian membuka lemari es kecil dan mengeluarkan sebotol minuman.
"Kamu tidak haus? tidak mau minum? sedari tadi kita berjalan terus."
"Kenapa meneer memesan hotel?" tanya Tiana waspada, jaraknya dan pintu hanya dua langkah, jika meneer di hadapannya macam-macam dia bisa segera kabur.
"Kamu perlu mandi dan berdandan, jika kembali ke rumahmu akan buang waktu. Tidak usah takut, saya sudah menyuruh supir tadi untuk membawa bibi kemari juga."
Tiana mendekat dan duduk di sofa yang disediakan, rasanya bagai mimpi dia bisa masuk dan berada di tempat semewah ini.
"Apa kamar meneer di Semarang sana seperti ini?"
"Maksudmu?"
"Kamar meneer di sana bagus juga kan? kasur yang empuk, jendela kaca dan segala perabotan mahal begini."
"Kurang lebih begitu, tapi itu semua pemberian papa. Papa yang orang kaya, kalau saya belum."
"Saya heran kenapa meneer bisa tidur pulas di rumah saya, sedangkan ranjangnya tanpa kasur dan bantalnya tidak seempuk ini."
"Tidak ada gunanya kasur empuk jika pikiran ruwet, saya lebih memilih seperti di rumahmu, pikiran saya tenang, dan suasana sejuk, itu pengantar tidur yang damai. Kamu belum merasakan saja, bagaimana panasnya Semarang. Kapan-kapan mainlah ke Semarang, kami pasti menjamu kamu dan bibi dengan baik. Liburlah barang satu-dua minggu, atau kalau kamu mau pindahlah ke Semarang, kamu bisa hidup lebih baik disana, Tiana. Bahkan gaji para pekerja di kebun papa lebih besar dari gajimu disini."
"Terima kasih tawarannya, meneer. Tapi leluhur kami semuanya dari sini, bibi juga tidak akan mau jika diajak pindah."
"Baiklah, itu semua terserah dirimu, Tiana. Ingatlah tawaranku berlaku kapan saja. Jika kamu ingin memulai hidup baru datanglah ke Semarang."
Tiana tersenyum menanggapi ucapan Jasper. Mungkin saat ini dia belum berpikir untuk pergi dari Buitenzorg. Namun, masa depan siapa yang tahu, jadi dia tidak menampik atau menolak tawaran Jasper yang terakhir.
"Kamu bisa mandi dan membersihkan diri dulu, saya akan mencari makanan untuk makan siang kita, masih ada beberapa jam sampai papa dan mama tiba di restoran."
Seusai berkata begitu Jasper melangkah keluar dan hanya pintu tertutup yang menemani Tiana.
***
Tiana tertidur di kasur empuk hotel, semula dia hanya berniat mencoba berbaring, tetapi kelelahan dengan cepat membuatnya terlelap tenang. Saat dia terbangun sudah ada makanan terletak di atas meja, sedangkan Jasper tidak terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasper & Tiana
Historical FictionKisah cinta antara seorang Belanda totok dengan wanita pribumi. Menjadi tentara di KNIL adalah hal yang tak pernah terlintas dalam benak Jasper van Dijk, gaji yang ditawarkan pemerintah memang mengiurkan, tapi sebagai anak tuan tanah kaya raya, gul...