Psssht!
Suara kereta api yang berhenti di stasiun Buitenzorg membangunkan Jasper dari tidurnya. Menggerakkan badannya yang terasa pegal dan kaku, Jasper memasang jasnya. Para centeng papa yang ditugaskan mengawalnya sibuk menurunkan koper-koper. Para jago yang diterima papa bekerja setelah memenangkan pertandingan beladiri antar jago pribumi. Ada empat orang centeng, dua diantaranya masih muda, tetapi ahli menembak, sudah dilatih membidik menggunakan bedil. Mereka tidak akan kalah bahkan jika berhadapan dengan anggota KNIL. Mama sudah mewanti-wanti papa untuk mengiringi Jasper dengan centeng terbaik. Selain centeng, Jasper juga membawa para pekerja yang akan mengurusi kebun tebu bibi Aminah.
Jasper merapikan topi dan turun dari kereta. Sekali lagi dia kembali ke Buitenzorg. Hanya berselang satu bulan, Buitenzorg tidak banyak berubah, tetapi nampak asing di matanya. Rintik hujan perlahan turun, seperti sapaan selamat datang khas Buitenzorg yang jarang ditemuinya di Semarang. Para centeng sibuk memayunginya dan membawa barang ke kereta kuda yang memang sudah menunggu di luar gerbang. Kereta dengan dua ekor kuda yang disewa papa menunjukkan betapa kayanya keluarga Jasper. Hanya pejabat tinggi pemerintah dan tuan tanah yang memilikinya.
Seiring kereta yang melaju menuju hotel, jalan-jalan Buitenzorg seperti melebar. Jalur-jalur trem mulai dibuat, Buitenzorg bersiap jadi kota besar di Hindia Belanda. Perbukitan masih terpampang, segar dipandangan mata. Jasper kembali menghirup segarnya udara Buitenzorg, kerinduannya menyeruak. Bagaimana mungkin satu bulan terasa seperti bertahun-tahun? Dia pun tak mengerti.
"Tuan Jasper, kita sudah sampai." Ketukan di jendela kereta menyentaknya dari dunia lamunan.
Jasper turun dan memasuki hotel tempatnya akan menginap selama di Buitenzorg. Para pekerja menunggu di luar, sementara empat orang centeng membayangi setiap langkahnya. Setelah memasukkan koper ke kamar, Jasper dan rombongannya menaiki kuda-kuda sewaan menuju rumah bibi Aminah.
Seperti yang ditulis tuan Controleur dalam suratnya pekan lalu, hutan lebat di sebelah rumah bibi sudah berubah menjadi lahan luas siap ditanam. Jasper tidak melihat keberadaan bibi Aminah ataupun Tiana begitu sampai, pintu rumah mereka tertutup. Jasper tahu jika bibi dan Tiana sudah berhenti bekerja di perkebunan, jadi kemana mereka?
"Tuan Jasper, apa benar disini rumahnya? Kelihatan tidak ada orang." tanya ki Japra, kepala dari empat centeng ini dari atas kudanya.
"Tak usahlah berpayah-payah hati, biar saya tengok rumah itu, tuan."
"Tidak usah, engku. Kita tunggu saja." jawab Jasper.
Jasper dan para centengnya turun dari kuda, menambatkan tali kekang, Jasper memilih bersantai di balai-balai rumah. Ki japra setia berdiri di sampingnya, sementara tiga orang lainnya menyisiri sekeliling rumah, memastikan keadaan aman untuk tuannya. Beberapa saat ketiga orang itu kembali. Para pekerja masih berada di atas kudanya, tak berani turun sebelum diperintah. Jasper bukanlah tuan yang galak, tetapi dua centeng yang dipanggil Ki Japra dan engku itu tak akan segan memarahi atau memukul jika mereka dianggap lancang.
"Kalian bisa tinggal disana, itu pondok bekas para Blandong hutan." Kata Jasper kepada para pekerja, menunjuk pada sebuah pondok yang berdiri di seberang sana.
"Sekarang kalian bisa beristirahat disana, nanti akan saya panggil bila yang punya rumah datang."
Tiga orang pekerja itu turun dari kuda, menuntun kuda-kuda mereka menuju pondok penebang.
Jasper berbaring sejenak, angin sepoi-sepoi membelai mengantarnya ke alam mimpi.
Sementara itu, Tiana dan bibi Aminah sedang berada di balai desa. Mereka, seperti warga desa yang lain sedang menunggu giliran membayar pajak. 25 sen setiap Minggu harus mereka keluarkan, harga yang mahal jika dibandingkan dengan harga beras yang hanya 4 sen. Tiana selalu merasa pajak sangat membebani hidup mereka, dia harus menyisihkan 50 sen setiap gajian untuk membayar pajak, tersisa 2,5 gulden atau 5 gulden di tangannya setiap bulan. Pergi kemanapun di Hindia Belanda ini pajak itu selalu ada, tetapi jika tidak dibayar maka polisi akan menangkap mereka karena dianggap menggelapkan pajak. Begitu menyusahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasper & Tiana
Historical FictionKisah cinta antara seorang Belanda totok dengan wanita pribumi. Menjadi tentara di KNIL adalah hal yang tak pernah terlintas dalam benak Jasper van Dijk, gaji yang ditawarkan pemerintah memang mengiurkan, tapi sebagai anak tuan tanah kaya raya, gul...