ǝ ʌ ᴉ ɟ ʎ ʇ ɹ ᴉ ɥ ʇ

7 5 0
                                    

Di tengah-tengah danau itu, ada sebuah kubangan merah. Kubangan yang menggenangi air danau namun tak setetes pun darinya bercampur dengan air danau tersebut.

Danau itu adalah danau Lerna, dan genangan merah yang dibatasi sebuah batas kayu berbentuk persegi disana adalah darah Riwon.

Masih ingat kejadian dimana Riwon menikam jantungnya sendiri menggunakan belati? Ya, genangan itu adalah darah yang keluar dari bekas lukanya.

Dalam 5 hari, darah berwarna merah pekat itu tak berubah. Justru warnanya malah nampak semakin segar di pandangan mata.

Echidna yang melihat itu pun nampak antusias. Lima hari sudah terlewati dan tanda-tanda kebangkitan kembali muncul lebih cepat dari dugaannya.

"Hasratmu benar-benar kuat," puji wanita ular itu entah pada siapa.

Echidna melangkah ke sisi danau dan memperhatikan kubangan darah Riwon dengan seksama.

Jalinan sel baru tersusun di sana, darah Riwon terangkat ke udara dan berubah menjadi onggokan daging yang bergerak-gerak tak jelas.

Lalu onggokan merah itu mulai menyusun bagian lain dari tubuhnya yang baru, dimana muncul kerangka raksasa, tulang-tulang penyangga yang terhubung dengan satu tulang ekor.

Tak lupa di tiap penyangga, terdapat satu kepala. Tulang-tulang itu kemudian mulai terselimuti daging berwarna merah pucat, selanjutnya kulit dalam dan berakhir tertutupi kulit luar berwarna perak yang nampak keras.

Leher-leher Hydra yang panjang mulai melakukan pergerakan ringan, seperti meliuk-liuk atau membawa kepala mereka untuk saling berhadapan.

Sirip-sirip di kepala Hydra Riwon kali ini terlihat jauh lebih besar dan lebar, dengan ujung duri yang nampak lebih tajam.

Setelah sempurna, makhluk raksasa itu bercermin pada air danau yang bergelombang akibat pergerakannya dalam air.

Riwon sedikit menikmati tampilannya yang kini berbeda. Dia terlihat kuat dan gagah luar biasa.

Echidna bertepuk tangan, merayakan keberhasilan Riwon yang mampu melakukan penyempurnaan dalam waktu singkat.

"Sekarang, putriku, katakan apa yang ingin kau lakukan?" tanyanya dengan senyuman misterius.

Riwon mengangkat semua kepalanya, mendongak untuk memperhatikan Echidna yang berbicara. Gadis itu menampakkan raut wajah bingung yang ketara.

"Apa ada yang harus kau lakukan?" tanya Echidna lagi dengan senyuman yang semakin misterius.

Ada yang harus Riwon lakukan? Sungguh pertanyaan konyol! Tentu jawabannya ada!

Tetapi...Riwon sendiri lupa—apa itu?

Namun tiba-tiba, perasaan aneh muncul dalam dirinya. Riwon merasa marah tanpa sebab. Gadis itu memandang pantulan dirinya sekali lagi.

Siapa ini?! Kenapa aku begini?!! Si-siapa disana itu? Itu bukan aku! Aku bukan Riwon! Lalu siapa aku?!?

Kepala utama Riwon mendongak ke angkasa dan ia meraung keras. Raungannya membuat burung-burung di sekitar terkejut dan berterbangan panik ke segala arah.

Riwon pun keluar dari air dan mengibaskan ekornya ke segala arah. Matanya yang tajam memerah, perasaan marah itu semakin menjadi-jadi.

Tapi...apa alasannya Riwon seperti ini? dia bahkan hampir menyerang Echidna dengan nafasnya yang beracun jika saja wanita itu tidak menghindar.

Echidna menaiki pohon dan tertawa cekikikan seperti seorang psikopat.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi, hihihihii Riwon hihihihii, ini adalah tantangan terakhirmu. Jika kau bisa kembali, maka aku akan melepasmu, tapi hihihihii jika tidak? Maka menetaplah di Lerna bersamaku seumur hidupmu! Hahahahahahahaaa!!"

"KHHEEAAAAKKKKHH!!!"

༆ ꪊꪀᦔꫀ𝘳 𝓽ꫝꫀ 𝘴ꫀꪖ༄

Riwon duduk diam di ujung ruang berbentuk kubus dengan warna serba abu. Ia melamun dengan kaki terlipat dan kepala menumpu di atas lutut.

Wajahnya terlihat pias, rona yang biasanya muncul itu tak lagi nampak. Riwon selayaknya tubuh tanpa jiwa, tanpa perasaan, tanpa pemikiran.

Hingga, suara langkah kaki membuatnya mendongak. Menatap sosok yang seenaknya memasuki ruang dimana ia menyendiri.

"Ayah.."

Tapi sosok itu menggeleng,"Sayang sekali, tapi aku bukan ayahmu, aku kakekmu, Riwon."

Lelaki yang mengaku kakek, namun dengan tampang belia dan masih terlihat segar bugar.

"Oh." sahut Riwon tidak peduli. Ia kembali ke posisinya semula. Tak tertarik pada apapun—termasuk mengobrol dengan lelaki itu.

"Kita sangat mirip." beda halnya dengan sosok kakek Riwon ini. Dia sepertinya ingin menyampaikan sesuatu pada cucunya."Aku melihat diriku pada dirimu."

Tatapan lelaki itu menajam, ia berjongkok dan memperhatikan Riwon.

"Ambisius, menyenangi masalah, pembangkang dan suka mencari perhatian."

"Hmmm." tapi Riwon hanya menggumam tanpa minat sebagai balasan. Si kakek pun tertawa kecil.

"Dan sederhana." tambah lelaki itu.

"Mungkin..."

"Kau tidak pernah mengharapkan apapun dari dunia ini, atau dari duniamu. Kamu hanya mencari kebahagiaan untukmu simpan pada ingatanmu sebelum kematian itu lagi-lagi merenggutnya pergi."

Kepala Riwon yang semula tertidur pada tumpuan lututnya, terangkat sedikit. Tentang kematian, dia teringat pada sesuatu.

"Apa kamu ingin tahta? Kurasa tidak, aku juga begitu. Aku hanya menerima apa yang diberikan padaku. Aku bisa saja menolak, tapi aku pada waktu itu melihat rakyatku. Para Hydra yang sangat membutuhkan pemimpin sepertiku—"

"Pergilah jika yang ingin kau ceritakan hanyalah kisah tentang seberapa hebat dirimu." usir Riwon, menyela dengan sarkas.

Lelaki yang kini duduk disampingnya terbatuk, tersedak oleh ludahnya sendiri. Tapi sejurus kemudian, dia tertawa keras.

"Kau mirip juga dengan ayahmu—tidak suka bertele-tele." kekehnya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau mau diam disini?" tanya kakek Riwon kemudian. Dia menatap Riwon penasaran.

Riwon mendengus, menoleh dan menatap kakeknya datar."Kau tanya, padahal kau tau apa alasannya. Sebenarnya buat apa?"

"Hahaahahahah!!"

Kakek Riwon bertepuk tangan seolah baru saja mendapat hiburan paling menarik.

"Kau benar—jadi, apa kau mau aku beritahu juga bagaimana caranya untuk keluar dari sini??"

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, senyuman miring tercetak di wajahnya yang tampan.

Sementara Riwon tersentak, ia kembali menoleh ke arah kakeknya dengan kedua mata membelalak lebar.

"Tapi..." Riwon seketika ragu.

Pria itu menggelengkan kepalanya,"Jangan pikirkan hal lain. Pikirkanlah dirimu dulu—pikirkan seseorang yang saat ini menunggu dan mengharapkanmu. Sebelum, kematian lagi-lagi bertindak. Jangan sampai kamu menyesal, Riwon."

Menyesal

Riwon mengangguk patuh dengan keyakinan penuh.

"Baiklah Kek, beritahu aku caranya!"

Under The Sea[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang