ʎ ʇ ɹ o ɟ

7 4 0
                                    

"AKU MOHON! AKU MOHON AMPUNI AKU!!!"

Padahal Donghyeon hampir saja merusak sistem penglihatannya. Pemuda itu menahan pedangnya di udara, rahang yang semula mengeras, kini melunak. Donghyeon justru diam.

Mengapa diam? Entahlah, Donghyeon sendiri merasa dia harus melakukan ini.

Donghyeon tahu jika sudah menjadi keharusan baginya mengalahkan Junghwan, tetapi—entah hilang kemana hasrat menggebu itu, kini Donghyeon kembali menjadi dirinya yang biasanya.

Namun keadaan itu justru dimanfaatkan oleh Junghwan. Diam-diam dia mengarahkan jari telunjuknya ke langit, berniat untuk menghantarkan aliran listrik super kuat ke dalam tubuh Donghyeon yang bisa langsung membunuhnya.

Tetapi, yang diharapkannya hanya angan. Junghwan mengerutkan keningnya bingung, lalu menggerak-gerakkan jari telunjuknya berkali-kali agar tercipta reaksi yang dia inginkan.

Menyadari hal itu Donghyeon menggeram kesal, ia menutup matanya dan tertawa lirih.

"Bodoh ya?" celetuknya tanpa rasa takut.

Donghyeon melempar pedangnya, menarik tubuh Junghwan dengan sisa-sisa tenaganya agar bangkit—Junghwan pun kebingungan dan hanya mengikuti dengan wajah waspada.

Tapi Donghyeon justru tersenyum tipis. Ia menunjukkan kelima jari Junghwan yang diregenerasi.

"Dimana kekuatanmu itu? Apa aku bisa melihatnya?" guraunya meremehkan.

Junghwan menggeram marah,"KA—U, SIA—"

BUAK!!

BUGH!

Donghyeon langsung menutup mulutnya dengan tinjuan keras di wajah dan sebuah tendangan yang membuat tubuh So Junghwan jatuh kembali ke belakangnya.

So Junghwan langsung nampak tak berdaya. Dan Donghyeon tersenyum puas. Ia memperhatikan sekitaran, peperangan itu mulai berakhir. Monster-monster yang semula berada di bawah perintah Junghwan mulai berlalu pergi melarikan diri. Mungkin, karena kondisi Junghwan yang juga memburuk.

Pemuda itu berbalik dan menatap ke arah teman-temannya. Ia tertawa melihat mereka kembali memberikan acungan ibu jari.

Namun beberapa ada yang membuatnya sedih. Haeun mungkin kehilangan mata kanannya, sementara Leeseo tengah membopong Jian bersama James, lalu Niki—sepertinya, dia hanya sengaja mengerjai Ayden—pemuda itu berada di gendongan punggung seorang Ayden, dan Yejun juga dipapah oleh seseorang—Donghyeon tidak tahu siapa.

"Wah, kau berhasil ya?" tanya Louis, tawa kecil menguar dari bibirnya.

Penampilannya cukup buruk. Tuxedo putih yang tidak pernah terlepas dari tubuhnya penuh dengan bercak-bercak merah. Tapi Louis tersenyum tipis, cerah. Dia menatap langit dengan pandangan bahagia.

"Kau benar-benar berhasil, Donghyeon. Lihat, Helios tersenyum pada kita." ucapnya menghadap matahari sore yang siap menenggelamkan diri di ufuk barat.

Donghyeon tertawa pelan mendengar perumpamaan itu. Tapi ia juga ikut menatap langit, menatap matahari yang hendak berputar ke bagian bumi yang lain.

"Ini menghabiskan banyak waktu, namun hasilnya cukup sepadan."

"Anda benar."

Louis kembali tertawa,"Apa aku tidak pernah bilang padamu, kalau kau bisa memanggilku 'hyung' ?"

"Eumh," Donghyeon menggaruk tengkuknya pelan, ia tersenyum canggung."Menurutku, itu malah tidak sopan, tuan Louis."

Louis lantas merangkulnya dan lagi-lagi tertawa, Donghyeon ikut tertawa bersamanya.

Under The Sea[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang