ǝ u o ʎ ʇ u ǝ ʍ ʇ

11 6 0
                                    

"Isi ramalannya seperti apa?"

Riwon bertanya, langkahnya terus dibawa untuk mengikuti Louis yang turun melalui loteng di rumah Donghyeon.

Ternyata, tak perlu pusing-pusing mencari tangga karena loteng rumah itu terhubung langsung dengan atap.

"Kenapa sekarang kau repot-repot ingin tahu?" Louis balik bertanya.

Sebelumnya, mereka berpapasan. Tapi pada tahun itu, Riwon tak pernah peduli dengan apapun yang menyangkut dunia manusia.

Bahkan pada awalnya dia membenci manusia.

"Urusannya berbeda saat itu menyangkut Donghyeon."

Louis berhenti melangkah. Ia berbalik dan menatap Riwon jahil."Apa ini sesuai dengan dugaanku??"

"Aku hanya ingin membantu!" sergah Riwon dengan cepat.

"Akan kujelaskan nanti, sekarang kita berkumpul dulu dengan Donghyeon dan kedua orangtuanya." tukas Louis.

Mereka kembali melangkah menuju ke lantai satu. Kedua orang tua Donghyeon sedang melakukan sesuatu—entah apa—sementara Donghyeon sibuk merenung dikamarnya sendiri.

"Atau, kau bisa panggilkan Donghyeon." mendengar ucapan Louis, Riwon berbelok di tangga.

Gadis itu tanpa membalas lagi, langsung menuju ke kamar Donghyeon untuk memanggilnya.

"Lee Donghyeon?"

"Riwon..?"

Keduanya terdiam, baik Riwon maupun Donghyeon tak bisa mengucapkan apa-apa.

Tapi Riwon melangkah mendekat, tanpa mengalihkan pandangannya dari pemuda itu.

"Ini sulit," Riwon mengangguk, ia menelan ludahnya sendiri,"Semuanya sudah jelas sekarang, kita harus berkumpul untuk mendengarkan penjelasan Louis dan kedua orangtuamu."

"Tapi aku tak akan bisa melakukannya sendirian."

"Ada aku." Riwon membalas dengan lugas.

Donghyeon menatapnya, pemuda itu menyimpan harapan yang tinggi padanya.

"Kalau begitu ayo," Donghyeon mengulurkan tangannya, meminta agar Riwon mau menggenggam balik.

"Memikirkannya sendirian, tidak membuatku merasa baik-baik saja."

"Kau gugup."

"Benar."

Keduanya saling menatap kembali. Riwon menepuk bahu Donghyeon dan tersenyum kecil."Kau bisa menghadapinya."

"Lalu mengenai takdir—" ucap Donghyeon, takut-takut."Apa akan berakhir buruk?" tanyanya skeptis.

"Tidak ada yang tahu, tapi semoga saja berakhir baik. Kau hanya perlu menjalaninya dengan segala kemampuan yang kau miliki, lagipula aku yakin tak ada yang tak bisa kau lakukan." sahut Riwon.

Gadis itu menggenggam erat tangan Donghyeon—lewat keringat yang menetes dan memberikan sensasi dingin pada telapak tangannya, Donghyeon pun tahu jika Riwon tak yakin pada ucapannya sendiri.

Dia juga, merasa pesimis. Dan Riwon sama takutnya dengan Donghyeon.

Mereka berdua melangkah dengan pelan, tak ada yang berani mengambil langkah cepat hanya karena dikuasai rasa ingin tahu yang tinggi.

Mereka tahu, setelah sampai di depan orang-orang itu nanti, yang ada hanya kisah yang memiliki dua akhir abu-abu.

Antara baik, atau buruk.

"Aku pernah berharap—ini semua sebenarnya hanya mimpi," Donghyeon mencoba tersenyum disela-sela langkahnya menuruni tangga.

Lengannya juga ikut menegang, tubuhnya serasa kaku."Bahwa aku adalah seorang demigod—bahwa kau adalah seorang demimonster—bahwa aku memiliki takdir untuk mengorbankan diriku sendiri." tuturnya dengan suara yang hampir gemetaran.

Riwon tertawa hambar untuk merileksasikan dirinya. Nyatanya, perkataan Donghyeon hampir sesuai dengan dugaannya.

"Tak ada yang bicara soal pengorbanan," sanggah Riwon, ia berusaha berbicara senormal mungkin."Kau hanya perlu mengalahkan si pembuat masalah itu!" ujarnya menggebu-gebu.

"Dan aku akan ada disana, entah untuk menyemangatimu atau untuk membantumu." lanjut Riwon.

"Tapi aku tidak mau kau terluka—tidak, jangan siapapun termasuk kau dan kedua orangtuaku." Donghyeon menggeleng kuat-kuat.

"Jika harus mati, maka aku akan mati sendirian."

Lagi-lagi tawa Riwon menguar penuh kehampaan. Gadis itu memandang langit-langit dengan nanar.

"Kau menyedihkan—ini menyedihkan." ucap Riwon memias.

"Riwon, Donghyeon, cepatlah! Aku tidak mau kalian ketinggalan informasi penting." Louis berdecak sebal sembari berkacak pinggang di ujung tangga.

Lelaki itu mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai, membuat bunyi nyaring disana.

Setelah memastikan Donghyeon dan Riwon sudah bisa mendengarkan ceritanya dengan jelas, Louis membuka dengan lengkungan senyum hangat.

"Selamat pagi semua, hari ini kita akan—"

"Langsung ke intinya saja, bisa tidak?!" tekan Riwon.

Rasa gugup karena menunggu Louis menjelaskan semuanya, membuatnya tak sabar dan kesal. Pria itu hebat sekali membuang-buang waktu.

"Oke, tahan. Haha. Yang pertama menjelaskan semuanya, haruslah kedua orang yang sudah menyembunyikan banyak rahasia dari kita semua ya kan?" Louis melirik Lee Ahyeon dan Kwon Sin-ah.

Sementara keduanya hanya diam dengan raut wajah yang berbeda-beda.

"Ada yang ingin kalian ceritakan?" tanya Louis sekali lagi.

Ibu Donghyeon tersenyum dengan wajah pucat, ia menatap Donghyeon.

"Dulu kau adalah anak yang manis, Hyeon." ia mulai berbicara, lengkungan senyumnya tak berubah."Seseorang datang di pagi buta, penampilannya lebih dari kata biasa. Ia membawa seorang bayi dalam keranjang emas yang berhiaskan permata berkilauan dengan warna biru laut yang nyata."

"Bayi itu, adalah keturunan Phorcys. Dibawa oleh seorang nimfa laut yang sangat cantik, yang dilindungi oleh seekor Griffin. Aku tak percaya saat mereka menitipkan bayi itu padaku, pada waktu dimana aku sangat menginginkan seorang anak." Sin-ah berkaca-kaca, ia menatap suaminya dengan penuh luka sementara Ahyeon tak mau berbicara.

"Mereka menjelaskan tentang asal usul bayi itu dan bagaimana aku bisa melindunginya. Lalu nimfa itu mengatakan jika bayi yang kujaga, memiliki takdir kuat yang mengikatnya untuk berjalan diatas jutaan bilah pedang yang tajam demi mempertahankan dua dunia yang berada diambang kehancuran ketika masanya tiba. Mereka bilang, takdir itu mutlak dan tak ada yang bisa kulakukan untuk menghentikannya."

Wanita itu beralih menatap Louis,"Apa benar, tuan Louis?" tanyanya pias.

Louis nampak merasa bersalah, namun ia menganggukkan kepalanya.

"Selain mengikuti jalan takdir, tidak ada yang bisa kita lakukan."

"Karena itulah—"

"Karena itulah kami berusaha menjagamu, melindungimu dari para monster itu Donghyeon." sela Ahyeon."Tidak ada yang bisa melakukannya, selain kami."

Louis kembali merasa tersinggung.

"Bagaimana bisa—" lelaki itu baru saja akan bicara, saat Donghyeon segera membalas perkataan ayahnya."Ayah salah, tidak ada yang ayah lindungi."

"Tidak denganku, ataupun ibu." ia menggeleng pelan."Saat semalam pun, ayah tidak melakukan hal yang benar, ayah hampir saja mencelakai Riwon dan membuat kita semua mungkin akan berada dalam bahaya yang lebih besar. Kenapa ayah sangat egois dan berpikir jika ayah selalu benar?!"

Situasi menegang, ayah dan anak angkat itu saling menatap dengan tajam.

"Lee Donghyeon!"

༆ ꪊꪀᦔꫀ𝘳 𝓽ꫝꫀ 𝘴ꫀꪖ༄

Under The Sea[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang