"Pada dasarnya manusia memang suka seenaknya, terlebih kepada manusia lain yang dianggap lemah dan senantiasa diam di situasi tertekan sekali pun."
.
.
.Happy reading
💔💔
Akibat bahan masakan di dapur habis, April harus membeli beberapa sayuran dan bahan lain di mini market terdekat. Belum lagi dia juga harus merelakan uang tabungannya terpakai untuk membeli segala keperluan tersebut.
Namun, sialnya begitu April menyelesaikan masakan sesuai keinginan Tina---walaupun baru selesai pukul 15.30 WIB, wanita itu malah mengajak Joan serta Nira guna mencari makanan di luar. Hingga pada akhirnya masakan April berujung sia-sia, terlebih takaran lauk yang dia buat memang teruntuk beberapa orang.
"Pril, kamu tunggu di rumah aja, ya? Kamu makan masakan kamu sendiri nggak masalah 'kan?" tanya Tina sok bersimpati. Padahal dia sendiri yang meminta supaya April membuat makanan ini.
"Tapi---"
"Nggak papa 'kan kami tinggal? Soalnya kalo kamu ikut, kayanya mobil nggak bakal muat dan jadi nggak ada yang makan masakan kamu itu," potong Tina tersenyum palsu.
April menggeram tertahan. Dia yang baru selesai menata nasi serta lauk pauk di atas meja dibuat memasang wajah sebal. Sudah dapat dipastikan bahwa wanita itu sengaja mengajak Joan pergi ke luar dengan maksud mengerjainya.
"Seenggaknya kalian nyicip makanan ini dulu. Mubazir nanti kalo nggak habis," ujar April, berusaha tetap sabar.
Nira si gadis berkursi roda yang mengetahui akal bulus sang ibu pun membalas, "Boleh, kalo gitu aku---"
Namun, tiba-tiba Tina menyela, "Bentar lagi kita harus pergi." Dia tak akan membiarkan putrinya ini berbaik hati kepada sang adik tiri menyebalkannya.
Tak lama kemudian, Joan menyusul keluar dari kamar. Pria berkepala empat itu mengenakan kemeja abu-abu berlengan panjang plus celana panjang yang membuatnya terlihat amat rapi.
Melihat ketiga orang selain dirinya begitu kompak, di lubuk terdalam April merasa iri. Dia seakan anak yang tidak dianggap keberadaannya. Terlebih saat Joan tanpa kata melewatinya untuk berdiri di belakang kursi roda Nira.
"Nah, sekarang kita bisa berangkat!" seru Tina penuh semangat.
"Ayah ... kayanya aku nggak bisa ikut." Mendadak Nira berkata demikian, menyita atensi Tina agar tertuju kepadanya.
"Kenapa? Kamu sakit? Nggak enak badan?" tanya Joan, khawatir. Refleks punggung tangan kanan menempel di dahi April, memastikan jikalau dia baik-baik saja.
Jelas Nira merespon melalui gelengan kepala. Dia menoleh memandang April yang duduk di kursi depan meja makan lantas berucap, "Aku mau nemenin April di rumah. Kasian dia udah cape-cape masak, tapi nggak ada yang makan."
Mendengar pernyataan tersebut, sorot datar April langsung terlempar pada kakak tirinya itu. Meski senantiasa memang air muka watados, tetapi dia cukup senang karena masih ada yang mau menghargai di sini. "Nggak papa lo pergi aja bareng mereka. Gue bisa ngabisin ini semua sendiri," balasnya dengan suara lirih.
"Nah, denger apa kata April 'kan? Yuk, mending sekarang kita berangkat sebelum terlalu sore. Katanya kamu mau belanja baju terus nonton juga 'kan di bioskop?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]
Teen FictionNOTED: Terinspirasi dari kisah nyata. (Squel Love Destiny: Sebatas Luka) "Kebahagiaan" adalah satu kata yang ingin seorang April wujudkan dalam hidup. Sejak kematian sang ibu, dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang ayah karena dirinya d...