Part 20

60 5 0
                                    

"Bangkit, kata yang mudah diucapkan, tetapi sukar diwujudkan. Terlebih saat dunia
sedang tidak berpihak."

.
.
.

Happy reading

💔💔

"Kirain nggak bakal pulang."

Mungkin jika April adalah Nira, pasti tanggapan Joan dan Tina akan berbeda saat melihatnya baru pulang.

Yah, April baru sampai di rumah setelah adzan magrib selesai berkumandang. Pasalnya hujan sejak siang tadi benar-benar deras, karena enggan mengorbankan satu sama lain, alhasil dia dan Agas terpaksa tetap stay di tempat berteduh.

"Tadi di luar hujan deras, makanya neduh dulu," kata April, jujur.

"Perasaan pas jam kamu pulang sekolah, hujan belum turun, loh. Nggak usah ngibul, deh!" Tina berdecih di akhir kalimat.

"April berkunjung ke makam almarhum ibunya." Tiba-tiba Agas menyahut, padahal sebelumnya April meminta agar tutup mulut mengenai perkara ini.

Joan yang mendengar pernyataan itu jelas langsung memusatkan atensi. Awalnya pria itu tengah fokus pada tontonan televisi bersama Nira.

"Malam ini kamu tidur di luar," ujar pria tersebut, tanpa aba-aba.

"Apa maksud Om? Om mau nyiksa April lagi setelah Om hukum April nggak boleh makan selama seminggu di sini?"

"Oh, ngadu?" Joan lalu bangkit dari sofa di depan benda persegi elektronik, sedangkan Nira tetap duduk meski dengan posisi tubuh menghadap mereka semua. "Om udah bilang berulang kali 'kan? Jangan ikut campur urusan keluarga Om. Ibu kamu aja anteng-anteng aja 'kan?"

Kesabaran Agas benar-benar dibuat menipis apabila berhadapan dengan Joan. Tanpa ada niat menanggapi, dia melirik Tina sekilas lantas menarik tangan April ke luar rumah. "Malam ini lo tinggal di rumah gue."

Terpaksa April menurut sahaja. Meski sudah tahu konsekuensi yang akan didapat di sana.

"Lo tidur di kamar gue, biar gue tidur di sofa depan."

"Nggak, biar gue aja yang tidur di sofa depan."

"Nggak usah ngebantah."

Lagi-lagi April hanya bisa menurut. Namun, saat hendak membuka pintu kamar Agas, suara tak asing terdengar dari balik punggung.

"Pantes Joan hidupnya nggak bahagia, orang punya anak nggak ada gunanya. Cuma nyusahin."

"Mah! Nggak usah buat April nggak nyaman di sini."

Meskipun ada kakak sepupu yang sigap membela, tetapi April tetap merasa asing. Apalagi kata-kata Liana selaku kakak kandung sang ayah terdengar tajam di telinga.

"Lo tunggu di sini, gue ambilin makan."

Liana pun pergi, enggan berlama-lama bersama keponakan yang memang tidak dia terima kehadirannya.

Malam ini akan dilewati dengan berat oleh seorang Erina Apriliana. Sudah diusir oleh ayah kandung dan sekarang harus menetap di rumah seseorang yang sejak awal menyimpan rasa benci terhadapnya.

Byur!

Sontak April mendudukkan raga, terkejut tatkala rasa dingin dan air menyapa seluruh tubuh.

Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang