"Kata orang dunia itu kejam,
padahal faktanya para penghuninya-lah yang kurang ajar!"
.
.
.Happy reading
💔💔
Erina Apriliana, gadis yang baru keluar dari kamar---lengkap dengan seragam sekolah yang melekat di tubuh, tas ransel di punggung serta rambut panjang terikat menjadi satu itu melangkahkan kaki menuju meja makan di mana tiga orang penghuni lain sudah lebih dulu menyantap sarapan mereka.
Tak langsung duduk, dia berhenti sejenak memperhatikan mereka bertiga tanpa seulas senyum terpatri di bibir. Selain belum terbiasa akan kehadiran dua sosok baru sejak satu bulan lalu, April juga belum bisa menerima wanita yang telah menjadi ibu sambungnya pun perempuan yang dua tahun lebih dewasa sebagai kakak tiri.
Terlebih, Tina dan Joan menikah tanpa restu dari dirinya. Namun, meskipun April membantah mentah-mentah, Joan selaku sang ayah sudah pasti akan tetap melaksanakan pernikahan itu. Bukan apa-apa, masalahnya Tina merupakan wanita bermuka dua yang kedepannya nanti akan menambah masalah di rumah ini.
"Mau ibu ambilin lauk apa?" Tina bertanya sok lembut saat April mendudukkan diri tepat di depan Nira---si gadis berkursi roda.
Bukannya menjawab, April justru mengulurkan tangan sendiri, hendak mengambil ayam goreng yang tersisa di atas meja. Namun, pergerakannya terhenti tatkala Tina lebih dulu mengambil lauk tersebut lantas diletakan pada piring Nira.
"Kamu ambil lauk lain aja, ya? Ayamnya buat Kakak kamu. Nggak papa 'kan?"
Ingin sekali April melayangkan sebuah protes. Namun, suara tegas dari sosok di sebelah kiri Tina tiba-tiba terdengar. "Masih ada telor, ambil aja itu. Nggak usah pilih-pilih."
Nira jelas merasa tak enak. Sejak kedatangannya ke rumah ini, dia merasa bahwa Joan tidak memperlakukan April dengan adil. Meskipun tindak kekerasan luput dari pandangan, tetapi sikap tak acuh Joan membuatnya kasihan terhadap adik tirinya ini.
"Em, Pril ... ambil ini aja nggak papa. Tadi aku udah kebagian, kok." Dengan niat baik, Nira memindahkan lauk pemberian Tina tadi pada piring April meski lagi-lagi pergerakan tangan Tina bergerak lebih cepat.
"Buat kamu aja, Sayang. April 'kan masih bisa makan lauk yang lain. Tuh, masih ada telor. Iya 'kan, Sayang?" tanyanya menatap sinis sang pemilik nama.
Jika saja bukan karena Nira yang sempat membujuk, sejujurnya April malas untuk turut serta dalam acara sarapan pagi ini. Hingga terpaksa, kepala mengangguk mengiyakan perkataan sang ibu tiri tadi.
"Tapi, Bu ... Nira---"
"Makan, Nira. Biarkan dia ambil lauk yang lain. Kamu makan yang sudah ibu kamu ambilkan," potong Joan cepat, melempar seulas senyum teruntuk Nira.
Melihat sikap hangat itu, diam-diam di bawah meja, kelima jemari April mengepal kuat. Seketika suasana hati bertambah buruk.
"Aku mau langsung berangkat aja." Decitan keras kursi akibat dorongan punggung April yang beranjak membuat Nira sedikit terlonjak.
Tanpa sepatah kata, dia melihat kepergian gadis bersepatu hitam itu guna meninggalkan ruang makan. Sementara Joan justru tampak abai padahal dia tahu jikalau putri kandungnya itu belum menelan makanan sedari semalam. Begitu pula dengan Tina, dia memilih melanjutkan sarapan yang sempat tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]
Teen FictionNOTED: Terinspirasi dari kisah nyata. (Squel Love Destiny: Sebatas Luka) "Kebahagiaan" adalah satu kata yang ingin seorang April wujudkan dalam hidup. Sejak kematian sang ibu, dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang ayah karena dirinya d...