Part 8

49 5 0
                                    

"Mungkin luka ini akan terasa biasa sahaja jika yang memberi adalah orang lain, tetapi kali ini berbeda karena sang ayah-lah yang menorehkan. Sangat luar biasa, bukan?"

.
.
.

Happy reading

💔💔

"Lo mau sok jago?"

April menyentak cekalan Raindra. Dia berhenti di tempat ketika cowok itu hendak membawanya menuju belakang sekolah. "Gue mau ke temen-temen gue."

Namun, saat dia ingin berbalik, lagi-lagi jemari sang kekasih menahan. Menarik paksa pinggang April sehingga raga gadis itu terbawa menuju belakang sekolah---tempat di mana untuk pertama kali mereka berjumpa.

"Apa-apaan, sih?!" April mendesis ketika cowok berkancing paling atas terbuka itu mendudukkannya ke bangku di sana.

"Gue cuma mau ngomong berdua sama lo. Nggak usah berontak bisa?"

"Nggak!"

Raindra tersenyum miring. Ternyata gadis ini berani membantah. Sontak dia mendudukkan diri di samping April, lantas sengaja memeluk pundak gadis itu dari belakang agar sang empu tidak bisa kabur. "Lo pikir bisa lari dari gue?"

April benar-benar dibuat kesal. Aksinya tadi saat membela Zifa di kantin kala dia diperlakukan sewenang-wenang oleh para kakak kelas harus diakhiri oleh perbuatan Raindra. Cowok ini benar-benar menyebalkan. Padahal dirinya belum merasa puas memberikan pelajaran. "Lo kenapa, sih selalu ikut campur urusan gue? Jangan cuma gara-gara orang-orang tau kita pacaran, lo jadi seenaknya!"

"Gara-gara masalah tadi, lo mau dipanggil ke ruang BK?" Raindra justru bertanya balik. Membuat April menggeram kesal.

"Lo pikir lo siapa bisa seenaknya ikut campur urusan gue?" tanyanya sebelum menepis tangan kiri cowok itu yang bertengger di pundaknya.

Namun, dengan santai Raindra merespon, "Pacar lo 'kan? Lo lupa kita udah jadian di sini? Bahkan anak-anak sekolah sini udah tau."

Tak mau kalah, April menanggapi dengan senyuman tipis palsu. "Pacar karena lo takut gue aduin ke guru maksud lo? Dasar penakut! Berani berbuat, tapi nggak mau bertanggung jawab!"

"Tapi, lo seneng 'kan bisa jadi pacar gue?" Lagi-lagi, Raindra merespon santai. Bahkan kali ini dia tertawa, seakan tengah disajikan lelucon renyah.

"Mimpi! Justru jadian sama lo cuma nambah masalah hidup gue!" April lalu bangkit dari bangku coklat, berniat meninggalkan cowok menyebalkan itu guna menyusul teman-temannya di lapangan yang sedang menyaksikan pertunjukkan latihan basket.

Namun, untuk kesekian kali tangan Raindra gesit mencegah. Hingga kaki gadis itu urung melangkah meski sejengkal.

"Mungkin sekarang iya. Tapi, nggak ada yang tau kedepannya gimana." Netra mereka pun saling bertubrukan. Raindra memberikan sorot mengejek, sementara April dengan sorot kekesalan begitu kentara. "Tiga bulan masih lama, jadi bisa aja perasaan lo ke gue berubah. Nggak ada yang tau 'kan?"

April memilih tak menimpali lagi meskipun kedongkolan menguasai jiwa. Dia terlalu malas berdebat dengan cowok sekeras kepala Raindra. Namun, di lubuk terdalam dia membenarkan perkataan barusan. Tidak ada yang tahu pasal takdir hati seseorang, tetapi dirinya berdoa kepada Tuhan jangan sampai rasa suka tumbuh di dalam hatinya walau secuil.

Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang