Part 5

75 6 0
                                    

"Jika di rumah sendiri sahaja tidak aman untuk tinggal, lantas di belahan bumi bagian mana lagi daku akan merasa tentram?"

.
.
.

Happy reading

💔💔

"Tapi, Yah ... sekarang udah malem. Aku harus ngerjain tugas sekolah dan ngejar materi yang kemarin ketinggalan."

"Halah! Nggak usah banyak alasan! Buruan beliin saya rokok!"

April mendesah lelah. Padahal dia ingin memulai mengerjakan tugas sekolah yang baru diberitahu oleh Riza. Namun, Joan malah menganggu dan memaksanya untuk membelikan rokok di warung. Andai saja terdapat warung terdekat di sekitar sini, pasti dirinya tidak akan menolak.

"Nanti aja, ya, Yah? Aku nyelesein ini dulu, baru aku keluar," katanya hati-hati.

Brak!

"Mulai berani kamu, hah?!"

Jantung April sontak berdebar hebat. Dia jua refleks memejamkan mata guna menstabilkan napas yang mendadak memburu saking terkejut. "Y-yah, aku---"

"Sini kamu!" Joan menarik April keluar kamar dengan kasar lalu tubuh gadis itu di lempar sembarang ke lantai.

Akibat perlakuan sang ayah, gadis itu merasakan sakit di bagian pinggang. Dia meringis kesakitan berharap pria tersebut bersimpati. Namun, tetap saha. Joan tidak pernah berubah.

"Masih berani membantah? Mau saya kasih memar di tubuh kamu?!"

April tetap diam di bawah, menunduk seraya fokus memijat pinggang yang terasa nyeri. Hingga kebisuan tersebut kian memancing amarah Joan.

Prak!

Kini gelas di atas nakas menjadi korban pelampiasan amarah Joan. Benda kaca itu berubah menjadi kepingan yang nyaris melukai kulit April jika saja dia tidak sigap menghindar.

"Yah, sakit!" Lagi-lagi April dibuat meringis. Kini dengan ringan tangan, jemari Joan menjambak rambut lebat April sampai-sampai sang empu meneteskan air mata.

"Asal kamu tau, saya selalu muak melihat wajah kamu di rumah ini!" Tangan kanan Joan lantas terangkat, bersiap menampar pipi si anak kandung semata wayang yang basah oleh linangan air mata.

Namun, beruntung. Teriakan Nira dari arah seberang menghentikan pergerakan tangan Joan. Gadis berkursi roda itu dengan cepat mendekat ke arah mereka, membantu April agas terbebas dari jeratan sosok ayah yang sedang dikuasai emosi tingkat dewa dengan cara melepas cekalan kelima jemari Joan dari rambut sang adik.

"Ayah apa-apaan, sih? Kenapa kasar kaya gini?" Dari sorot mata, Nira terlihat kecewa. Dia sampai turun dari kursi roda kemudian duduk di lantai demi bisa merengkuh tubuh gemetar April.

"Lebih baik kamu kembali ke kamar, Nira. Jangan ikut campur urusan kami!"

"Nggak!" Nira tetap merengkuh tubuh April, berusaha melindungi.

Joan berdecih. Jika sudah berurusan dengan Nira, maka dia menyerah. Tidak mungkin jikalau tangan ini melukai anak kesayangannya.

Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang