Part 22

54 3 0
                                    

"Ternyata ada yang lebih menyakitkan daripada luka karena sayatan, yaitu luka akibat perasaan."

.
.
.

Happy reading

💔💔

Di dalam kamar yang temaram, gadis berambut panjang itu tampak termenung. Sembari terlentang menatap langit-langit kamar sendiri, dia fokus memikirkan suatu hal. Perkara yang sejak beberapa hari belakangan ini mengganggu ketenangan.

Gadis yang tak lain adalah April itu menghela napas berat. Mengambil posisi duduk guna mengambil obat di salah satu laci nakas. Obat berupa cairan yang dibelikan oleh Raindra demi kesembuhan luka akibat perbuatan sang ayah.

Perlahan dia mengoleskan obat tersebut pada memar di lengan sendiri. Mungkin bekasnya akan lama memudar, tetapi setidaknya rasa sakit perlahan berkurang.

Ini juga berkat bantuan Nira dan Raindra. Ngomong-ngomong soal Raindra, April merasa bahwa hubungan mereka belakangan ini jauh dari perdebatan. Lebih tepatnya sejak kejadian di mana cowok itu rela mengorbankan pipi demi dirinya agar terhindar dari tamparan Joan.

Apakah ini pertanda suatu kemajuan?

Refleks April menggelengkan kepala begitu sadar terhadap pemikiran barusan.

Namun, harus dia akui bahwa perasaan kesalnya sudah mulai menyurut terhadap Raindra, terutama setiap mengingat moment pertama kali mereka berjumpa.

"Suka martabak? Udah gue pesenin."

Bahkan sebelum pulang tadi, cowok itu sempat memesankan martabak coklat kesukaannya. Namun, jujur dia tersanjung dengan perhatian cowok yang sampai saat ini status break masih mereka berdua jalankan.

"Jalan satu-satunya tanya ke dia."

Mencari keberadaan ponselnya, April lantas melakukan panggilan pada salah satu teman dekatnya yaitu Zifa. Meskipun dia tahu bagaimana respon gadis itu nanti, tetapi apalah daya, tidak ada pilihan lain. Daripada bingung dan harus terus menerus gelisah.

"Tumben lo? Pasti ada butuhnya, nih!"

Belum juga mengeluarkan kata apa-apa, nada tinggi Zifa sudah terdengar di seberang sana.

"Ekhem, gue mau tanya sesuatu sama lo," ujarnya kemudian, memberanikan diri.

"Tanya apa? Tanya tinggal tanya."

"Waktu lo sadar suka sama Andra, perasaan lo gimana ke dia?"

Di sana, Zifa dibuat menautkan alis. Merasa heran mengapa tiba-tiba teman yang terkenal galak ini bertanya hal pribadi seperti ini. "Emang kenapa? Tiba-tiba nan---"

"Jawab aja. Nggak usah banyak basa-basi!"

"Ya, nggak gimana-gimana! Nggak bisa dijabarinlah! Mungkin intinya lo seneng pas ngeliat dia gitu?"

Jawaban refleks nan ambigu Zifa tersebut malah semakin membuat April bingung terhadap perasannya sendiri. Pasalnya, dia merasa biasa sahaja ketika melihat Raindra, tetapi dia merasa aman ketika sosok itu bersamanya, setidaknya belakangan ini.

"Ya, udah. Gue tutup teleponnya."

"Dih! Apaan, kasih tau dulu kenapa lo tiba-tiba na---"

Tut!

Tanpa menunggu ucapan sang lawan bicara selesai, dirinya mematikan sambungan tersebut. Tak ingin menambah beban pikiran apabila Zifa sampai mengeluarkan kata-kata panjang kali lebar.

Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang