Part 15

55 4 0
                                    

"Mengapa seseorang terlihat jahat padahal dia hanya ingin terlepas dari masalah yang orang lain berikan?"

.
.
.

Happy reading

💔💔

"Sorry, ya kalo gue ngerepotin lo."

"Santai, gue malah seneng karena jadi ada temen."

Pada akhirnya malam ini April bertandang di kediaman Zifa. Dia berniat akan menginap di sini, setidaknya untuk semalam. Daripada di rumah dan kejadian menyedihkan satu jam lalu akan selalu teringat di otak.

"Oh, ya. Lo udah makan malam? Kalo belum gue sekalian buatin mie."

April spontan menggeleng. "Belum, mana napsu gue makan di rumah dengan keadaan kaya gitu."

Zifa malah tertawa seakan jawaban itu mengandung lelucon sebelum beranjak menuju dapur guna memasak mie rebus dua porsi. Memakan makanan berkuah hangat di malam hari seperti ini memang sangat nikmat. Terlebih di luar sana hujan tengah turun membasahi tanah. Hingga aroma petrikor menyeruak, menyapa hidung orang yang masih berkeliaran di area terbuka.

Sedangkan April, gadis itu tampak sedang membaca salah satu buku koleksi milik Zifa. Dia duduk dengan tenang di atas ranjang sebelum beberapa detik kemudian atensi beralih ketika sang pemilik kamar.

"Temenin gue, yuk. Yang tadi dateng calon adik ipar lo, si Andra. Kikuk gue kalo cuma berdua," katanya, membuat April tahu bahwa terdapat tamu lain di rumah ini.

"Nggak. Gue juga nggak akrab sama dia.

Menggerutu kesal, Zifa terpaksa kembali seorang diri menuju ruang tamu sembari membawa handuk berwarna biru muda miliknya. Dia memberikan pada Andra, mempersilakannya mengeringkan rambut yang basah akibat menerobos hujan.

"Zif! Ngapain masuk kamar? Itu si Andra gimana?"

"Suruh pulang aja! Udah malem!"

April dibuat bingung tatkala melihat Zifa lagi-lagi masuk ke dalam kamar dengan raut panik.

"Lo kenapa?" tanyanya menarik selimut yang menutupi wajah Zifa.

"Pipi gue udah ternodai!"

April berdecak melihat kelakuan temannya ini. Dia lalu meletakan novel yang sempat dia baca ke tempat semula lantas mengambil posisi duduk di tempat awal.

"Zif, menurut lo ... gue harus gimana?" tanya kemudian.

Fokus Zifa pun teralihkan seketika. Dia langsung menyibakkan selimut yang sempat menutupi seluruh tubuh lantas memandang raut gelisah April. "Gimana apanya?"

Pada akhirnya April menceritakan kegelisahannya pasal sang ibu tiri selama ini. Dia jua menceritakan tentang kejadian beberapa jam lalu hingga membuat temannya itu turut merasa kesal. Terlebih emosi seorang Zifa mudah sekali terpancing.

"Lo kenapa nggak minggat aja, sih? Pindah ke rumah abang sepupu lo itu. Si Agas-agas itu!"

"Nggak semudah itu." April sendiri bingung ingin menjelaskan bagaimana. "Di sana gue juga nggak bakal tenang, soalnya orang tua Kak Agas juga nggak suka sama gue."

Jika begini, maka kondisi memang sangat rumit. Mustahil April yang masih pelajar harus keluar dari rumah dan memilih hidup mandiri. Lagi pula, rumah tempat Tina berteduh sekarang adalah hak dari seorang April yang merupakan anak kandung Joan.

Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang