"Rumah dan hati itu sangat berbeda, lantas mengapa kau samakan hati gadismu sebagai rumah demi kepuasan nafsu untuk bersama perempuan lain? Saat bosan kau dengan entengnya berkata bahwa gadismu merupakan rumahmu sehingga dia adalah tempat berpulang setelah kau puas bersanding dengan sosok lain."
.
.
.Happy reading
💔💔
"Pril, aku boleh masuk?"
April yang sedang bermain ponsel sembari berbaring di kasur seketika mengganti posisi menjadi duduk. Dengan suara malas, dia membalas, "Masuk aja."
Nira lantas membuka pintu kamar sang adik. Di tangan, gadis itu tampak membawa sebuah gaun berwarna merah menyala. Entah mengapa April merasa tak enak saat melihatnya.
"Aku nggak ganggu 'kan?" tanya Nira setelah menutup kembali pintu tadi.
Dalam hati April menggerutu. Pertanyaan tersebut sungguh sangat tak berfaedah. Sudah jelas kedatangannya mengganggu, mengusik waktu istirahatnya malam ini. "Ada apa ke sini?"
"Oh, ini. Aku cuma mau ngasih ini buat kamu. Tenang aja, baju ini belum pernah aku pake, kok. Jadi, masih nyaman kalo mau dipake kamu. Terima, ya?"
Alis tipis April bertaut. Dia bingung mengapa mendadak Nira memberikan baju. Itu pun dengan model yang sangat berbanding balik dengan keperibadiannya sehari-hari. "Kenapa tiba-tiba? Dan lo nggak salah ngasih?"
"Kenapa? Kamu nggak suka, ya?"
April mendengkus. Dia lantas turun dari atas ranjang, mengambil charger dari dalam nakas. "Selama lo tinggal di sini, harusnya lo udah tau gimana stayle gue. Gue rasa lo nggak bodoh buat bisa mahamin hal itu."
Mendengar itu, April dibuat meringis tipis. "Sebenernya ini dari Raindra, sih. Dia minta sama aku buat bantu kamu jadi cewek yang lebih feminim dalam berpenampilan," ujarnya hati-hati.
Tentu atensi April langsung kembali tersita kepada kaum hawa di atas kursi roda. Air muka pun bertambah keruh di tambah jemari tangan refleks mengepal. "Dan lo nurut aja? Dia nggak ada hak buat ngerubah dan ngatur gue."
"Tapi, niat dia baik. Kamu coba dulu, ya baju ini? Pasti Rain bakal seneng kalo bisa liat kamu make ini."
April mendengkus lagi. Tak habis pikir terhadap pola pikir Nira dan sikap penurutnya terhadap permintaan Raindra. "Bisa-bisanya lo nurut sama dia? Gimana kalo lo aja yang make? Pasti bakal lebih cocok."
"Sekali aja, ya? Aku mohon ...."
Bukannya luluh, April malah semakin geram. Nada lembut Nira tidak berpengaruh sama sekali. Dia justru merasa heran mengapa gadis ini begitu ingin dirinya mengenakan gaun pemberian dari Raindra. "Lo ngerti bahasa manusia 'kan? Sekali nggak, ya nggak!"
Sontak Nira langsung terbungkam. Belahan bibir tak berani lagi terbuka meski sekedar mengucapkan satu kata.
April yang tersadar seketika merasa bersalah. Namun, dia hanya bisa berdecih saat mendapati kedua mata indah Nira memerah---menahan tangis. "Sorry, gue nggak suka dipaksa. Apalagi cuma gara-gara cowok kaya dia."
"Niat Raindra baik, dia cuma mau kamu jadi cewek kaya umumnya. Lagian dia pacar kamu 'kan?"
Kali ini April menarik napas panjang lalu diembuskan perlahan. Percuma memang berbicara dengan orang yang sok tahu mengenai hubungan orang lain. "Mending sekarang lo keluar. Dan kalo lo emang nggak mau baju itu sia-sia, mending lo pake sendiri aja karena gue nggak butuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]
Teen FictionNOTED: Terinspirasi dari kisah nyata. (Squel Love Destiny: Sebatas Luka) "Kebahagiaan" adalah satu kata yang ingin seorang April wujudkan dalam hidup. Sejak kematian sang ibu, dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang ayah karena dirinya d...