Part 32

63 4 0
                                    

"Luka itu sudah terlampau dalam. Namun, mengapa dikau hanya mengucapkan kata maaf tanpa ingin merasakannya jua?"

.
.
.

Happy reading

💔💔

"Siswi bernama April?"

April yang tadinya tengah fokus mengerjakan soal UKK pun dibuat membagikan fokus. Sontak dia mengangkat wajah ketika guru pria di depan sana menjelajah netra di dalam ruangan.

"Saya, Pak?" jawabnya seraya mengangkat tangan kanan. Entah mengapa mendadak perasaannya terasa buruk.

Guru di depan tadi lantas meminta April untuk berdiri sekaligus mengambil tasnya di depan kelas kemudian meninggalkan soal ujian yang baru dia kerjakan sebagian.

"Maaf, Pak. Ini ada apa, ya? Kenapa saya harus ninggalin ujian?" Dia lalu ragu-ragu keluar dari kelas mengikuti beliau.

"Kamu harus segera ke rumah sakit sekarang," kata beliau malah semakin membuat kebingungan April menjadi-jadi.

"Tapi, kenapa, ya, Pak?"

"April!"

Atensi April sontak teralihkan ke lain subjek ketika suara tersebut mengudara. Dari lorong sekolah sebelah kiri sana, Agas berlari dengan cukup cepat. Lelaki itu tampak panik pun keringat dingin bercucuran di dahi.

"Kenapa, Kak? Kok, lo bisa di sini?"

"Ikut gue sekarang!"

Alhasil disertai keheranan, April hanya menurut. Sembari mengendarai motor milik Agas, mereka berdua membelah jalanan yang cukup padat oleh kendaraan lain.

Hingga saat mereka sampai ditujuan, firasat buruk April kian semakin kental.

"Ngapain kita ke sini? Siapa yang sakit?" tanyanya.

"Om Joan, dia kecelakaan di tempat kerja."

Deg!

Saat itu juga, April merasa suhu tubuhnya meningkat drastis.

Buru-buru dia mengikuti langkah Agas menuju ruang rawat yang di dalam sana terdapatkan sosok belum sadarkan diri. Rasanya begitu menyiksa melihat keluarga satu-satunya terbaring lemah di sana. Terlebih ingatan pasal sang ibu beberapa tahun silam masih teringat jelas di otak.

"Om Joan butuh donor darah. Sedangkan darah Om Joan termasuk langka dan stok di rumah sakit ini habis," ucap Agas memberi tahu.

Melalui jendela, April bisa melihat wajah pucat sang ayah. Mau bagaimanapun, sebagai sang putri dia tetap merasa khawatir.

"Kalo boleh tau, golongan darah Ayah apa?" tanya Nira tiba-tiba menyahut membuat Agas dan April tersentak kecil.

Gadis itu baru datang seorang diri dari rumah menggunakan taksi begitu mendapat kabar mengenai kecelakaan beliau.

"Golongan AB," kata Agas.

"Sayangnya golongan darah aku B, andaikan sama, aku pasti bisa nolong," ujar April menampilkan raut sedih.

"Biar gue yang donorin, kebetulan golongan kami sama." April mengajukan diri, meskipun dia tahu konsekuensi terhadap diri sendiri nanti.

Setelah susah payah membujuk dan meyakinkan sang dokter, akhirnya April bisa melakukan donor darah teruntuk Joan. Dia tidak boleh menyepelekan waktu, sebab 24 jam cukup cepat dan dia tak mau jika pria itu kenapa-napa.

"Lo yakin, Pril?" tanya Agas, terdengar ragu.

"Gue yakin." Dengan senyuman tertahan, perlahan tubuh April dibawa ke ruangan khusus di mana dia akan melakukan transfusi darah beberapa kantung.

Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang