"Memang benar, yang paling berpotensi menyakiti kita adalah orang terdekat."
.
.
.Happy reading
💔💔
Malam hari pun tiba. Pukul 19.00 WIB, April kedatangan Riza di kos. Gadis itu membawa motor seorang diri, sengaja menjemputnya karena mereka berdua berniat bertandang ke rumah Zifa.
Ya, baru kepada Riza-lah dirinya bercerita mengenai masalahnya ini. Meskipun sudah berinteraksi dengan Raindra melalui ponsel, tetapi dirinya belum sempat memberi tahu. Sengaja agar cowok itu tidak khawatir.
Namun, jika dipikir-pikir, apakah dia akan khawatir sesuai dengan pikirannya?
"Kita jadi 'kan nginep di rumah dia?" tanyanya pada Riza saat mereka sedang dalam perjalanan.
"Jadi, kalo dia ngasih izin. Kita juga dateng ke sana tanpa bilang-bilang 'kan."
Di jok belakang motor, kepala April mengangguk membenarkan meskipun sang lawan bicara tidak mampu melihat.
Akhirnya setelah menempuh perjalanan tanpa kemacetan, mereka pun sampai di tempat tujuan selama kurang lebih 15 menit. Yang menyambut kedatangan mereka adalah Naomi selaku ibu Azifa.
Ketika masuk ke kamar sang teman, Riza dan April justru dikejutkan oleh air muka kurang mengenakan Zifa. Gadis itu tampak murung nan lusuh di bagian tertentu.
"Kamu habis nangis, heh?" tanya Riza.
Bola mata Zifa yang memerah, lebih dari cukup menjadi jawaban atas pertanyaan Riza. Gadis yang memeluk boneka teddy mini itu terkekeh tatkala melihat ekspresi jengkel temannya yang tengah dirundung kegalauan.
"Kenapa lo? Gara-gara Andra? Udah ngerasain 'kan gimana rasanya patah hati?" tanya April terdengar ketus.
Zifa mendengkus kesal. Sengaja mencubit masing-masing lengan Riza dan April hingga menciptakan ringisan kecil. "Nggak usah ngejek! Gue mau cerita ... kayaknya kisah cinta gue tragis banget. Tau nggak, masa bunda Andra minta gue putus sama anaknya itu?"
Niat awal April datang ke rumah ini adalah ingin bercerita mengenai masalahnya. Namun, ternyata timing malam ini sangat tidak tepat sehingga dia membatalkan niat dan memilih menjadi pendengar.
"Kalian nggak dapet restu, dong?" tanya Riza memastikan. "Kasian banget, sih!"
"Kenapa? Lo udah ketemu sama orang tua Andra?" Kali ini April yang bertanya.
Zifa menganggukkan kepala. Merespon ucapan mereka berdua sekalian. "Bunda Andra lebih suka kalo dia sama Kak Nadin. Ngenes banget, ya gue."
"Keliatan banget kalo Nadin udah deket sama beliau," cerca Riza menatap Zifa tak tega. Mata gadis itu tampak berkaca-kaca, nyaris menitikkan air mata. "Sabar, ya. Semua pasti ada jalannya, kok."
"Lo termasuk beruntung karena Andra udah ngenalin lo ke orang tua dia. Beda sama gue." Entah mengapa, refleks April berkata demikian. Hingga atensi dua orang di dekatnya beralih padanya.
"Nggak lama lagi pasti lo bakal dikenalin. Gue yakin," ucap Zifa menanggapi.
Cukup lama mereka bertiga saling berbagi kisah. Hingga pada pukul 10 malam mereka mulai saling terlelap. Untung sahaja ranjang Zifa cukup untuk menampung tiga orang sehingga saat terbangun tubuh mereka tidak terasa sakit sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]
Teen FictionNOTED: Terinspirasi dari kisah nyata. (Squel Love Destiny: Sebatas Luka) "Kebahagiaan" adalah satu kata yang ingin seorang April wujudkan dalam hidup. Sejak kematian sang ibu, dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang ayah karena dirinya d...