"Sesungguhnya, hubungan kita hanya berawal dari sebuah keterpaksaan dan rasa penasaran. Namun, apakah dalam hal ini kata " kita" pantas disandang jika masa lalumu yang selalu terbayang?"
.
.
.Happy reading
💔💔
"Ibu pergi arisan dulu, ya. Kamu di rumah aja, jangan pergi ke mana-mana. Kalo ada apa-apa, repotin aja si April."Nira benar-benar sendiri di rumah sekarang. Sang ayah masih bekerja dan April belum pulang dari sekolah. Alhasil dia memutuskan untuk menonton televisi seorang diri. Menikmati camilan di dalam toples yang memang sudah disediakan untuk stok sehari-hari.
Tok! Tok! Tok!
Atensi Nira sontak teralihkan ketika suara tersebut terus mendera. Terpaksa dia mengurangi volume tayangan di depan mata sebelum susah payah naik ke atas kursi roda lalu beranjak menuju ke depan.
Tanpa ada rasa curiga sedikit pun, tangannya terangkat guna memutar kunci pintu paling depan. Saat akses masuk sudah terbuka, barulah dia benar-benar menyesal. Bulu kuduk pun langsung meremang kala mendapati sang mantan berdiri tegap di hadapannya.
"Hai?" sapanya dengan suara sok dilembut-lembutkan diikuti senyum lebar. "Lagi sendirian di rumah, ya?"
Kepanikan Nira kian memuncak tatkala mendengar pertanyaan terakhir. Sepertinya Adam memang sudah mengintai sejak sang ibu pergi. Terbukti dengan dia berani datang sekarang.
"Mending lo pergi, aku lagi nggak mau diganggu."
"Eits! Kenapa ditutup?" Dengan gerakan gesit, jemari Adam mencekal pintu kayu yang hendak ditutup kembali oleh Nira. "Gue udah cape-cape ke sini demi ketemu lo, loh. Nggak ada niat buat ngejamu, nih?"
"Mau apa lagi, sih? Hutangku udah lunas waktu itu 'kan?!"
Bukannya menjawab, Adam malah terkekeh. Telapak tangan kekarnya dengan mudah lalu mendorong masuk kursi roda Nira dan menutup pintu rumahnya seenak jidat. Jelas hal tersebut membuat sang pemilik rumah panik bukan main.
"Kamu nggak usah aneh-aneh, ya!"
Namun, kepanikan Nira malah membuat Adam semakin senang. Tak mau membuang kesempatan, buru-buru dia membawa gadis itu menuju kamar yang entah milik siapa.
"Please, biarin gue pergi dari sini!"
Adam masih abai dan memilih mengunci pintu kamar tersebut. Alhasil ketakutan Nira dibuat kian menjadi-jadi.
"Ayoklah, nggak perlu ketakutan kaya gini. Kita udah kenal lama 'kan? Dan sejak pacaran, kita nggak pernah sejauh itu."
Nira paham apa maksud dari kalimat Adam barusan. Dia hanya bisa berteriak meminta tolong, berharap ada yang datang guna menyelamatkan tatkala lelaki brengsek itu mulai menariknya ke atas kasur.
"Woi! Keluar lo!"
Namun, Tuhan memang maha penolong. Tak lama kemudian April pulang diantar oleh Raindra. Cowok itu memang selalu sahaja menjadi penyelamat Nira di waktu paling tepat.
Hingga pintu kamar April berhasil didobrak olehnya. Sedangkan sang pemilik kamar membantu sang kakak tiri untuk mengancingkan dua kancing teratas yang telah terbuka.
"P-pril ...."
"Stttt, lo diem di sini dulu!"
Buru-buru April membuka ponsel, mengetik sebuah nomor yang refleks membuat tangan Nira merampasnya. "Jangan! A-aku nggak mau masalah ini jadi panjang." Lantas dia turun dari ranjang dan dengan mengesot keluar dari kamar melihat kejadian di luar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny: Segores Luka [SELESAI]
Teen FictionNOTED: Terinspirasi dari kisah nyata. (Squel Love Destiny: Sebatas Luka) "Kebahagiaan" adalah satu kata yang ingin seorang April wujudkan dalam hidup. Sejak kematian sang ibu, dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang ayah karena dirinya d...