Sendiri

460 33 4
                                    

"Aku udah lama enggak makan rawon. Kuah dan dagingnya bikin nagih banget," kata Yumna tampak lahap makan rawon khas Surabaya.

"Kalau mau nambah lagi juga enggak apa-apa, Yum. Mumpung kita lagi di Surabaya," ucap Fana.

"Kok Mbak Fana milih warung kecil gini? Kan masih banyak rumah makan yang ada rawonnya?" tanya Nuri.

Fana menjawab, "aku males sama ramai orang. Enak di warung kecil gini, jarang orang yang kenal sama aku. Rawonnya juga enak bikinan tiang sepuh. Toh, kita bisa jadi perantara rezeki buat Mbahnya yang masak rawon ini. Aku pengen merasakan jadi orang biasa dan sederhana." (Tiang sepuh = orang tua)

"Lebih nyaman dan bebas gitu, ya, Mbak Fana."

Di tengah Kota Surabaya yang banyak rumah makan dan restoran, Fana memilih singgah di warung rawon. Penampilan seorang influencer cantik dengan jutaan pengikut itu sederhana, dengan balutan kaus polos cokelat dan celana jeans panjang. Rambutnya yang bergelombang diikat cepol agar ia bisa leluasa makan rawon. Meski ada beberapa titik jerawat di pipi, Fana cuek dengan wajah polos tanpa riasan.

Suhu dingin di Surabaya membuat tiga gadis ini meminum jahe hangat supaya tubuh tetap hangat dan fit. Fana tidak ingin larut dalam suasana duka, malam ini ia antusias melahap rawon lezat. Gadis itu mengisap daging yang terdapat bumbu rempah yang meresap. Kuah rawon sampai mengalir di sudut bibirnya. Fana lantas menyeka kuah di sudut bibir dengan tisu.

Ketika Nuri sedang minum jahe hangat, dering gawai dari dalam tasnya berbunyi. Ia sejenak menghentikan minum jahe hangat, beralih mengangkat panggilan masuk dari Tia, salah satu tim manajemen.

"Halo, Mbak Tia," sapa Nuri.

"Fana mana? Sejak Pak Erwin dan Bu Utami wafat, dia jadi susah dihubungi," kata Tia ketus

"Ada nih, di sampingku. Mbak Fana lagi healing, Mbak."

"Healing, sih, healing, tapi hubungi manajemen dong buat izin. Udah seminggu lebih loh, Fana enggak aktif bikin konten kecantikan. Emang kalian ada di mana?"

"Healing sekalian nuntasin kasus kecelakaan Pak Erwin dan Bu Utami yang banyak kejanggalan. Makanya Mbak Fana butuh waktu dan ketenangan biar tuntas semuanya."

"Lah, bukan kecelakaan biasa?"

"Bukan. Susah, ih, dijelasin. Tapi Mbak Fana enggak mau kasus kecelakaan orangtuanya terekspos media, cukup dia, pengacara dan pihak kepolisian yang handle. Untuk itu, aku minta tolong Mbak Tia maklumin Mbak Fana dan rahasiain masalah ini."

"Bukannya dengan mengangkat berita kecelakaan yang janggal itu siapa tahu bisa teratasi? Fana kan banyak followers, siapa tahu banyak yang bantu."

"Mbak Fana enggak mau up berita kecelakaan orangtuanya di media sosial. Ibarat Mbak Fana bawa banyak pisang terus dibagiin ke orang lain nanti jadi kolak pisang, pisang goreng dan piscok. Tapi kalau dipikir-pikir, enak juga sih kolak pisang, pisang goreng dan piscok, hehehe. Ya, intinya gitu, Mbak." (Piscok = pisang cokelat)

Fana sedang membersihkan daging yang tersangkut di celah gigi dengan tusuk gigi lantas menyahut gawai Nuri. Ia agak kepayahan menggerakkan tusuk gigi agar daging yang tersangkut di celah gigi lantas tanggal. Tatkala lidahnya turut mendorong sisa daging yang tersangkut, akhirnya daging itu tanggal dan diludahinya sampai jatuh di tanah.

"Intinya aku butuh ketenangan, sementara waktu. Nanti aku kabari kalau mau balik ngonten. Dadah, Mbak Tia sing ayu tenan," ujar Fana yang tidak ingin basa-basi, kemudian mematikan sambungan telepon dengan Tia.

Nuri terbelalak seolah mengkhawatirkan pekerjaan Fana. "Sampeyan enggak takut dipecat dari manajemen, Mbak?"

Fana hanya mengangkat bahu kemudian melanjutkan minum jahe hangat. Fana dan Nuri sontak dikejutkan dengan Yumna yang ternyata habis tiga mangkuk rawon. Saking menikmati rawon khas Surabaya, Yumna merasa kenyang, berkali-kali sendawa dan cengengesan di hadapan Fana.

Fana (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang