Delapan pria malam ini berkumpul di ruang rapat, tepat di rumah Adam. Postur tubuh mereka tidak kalah kekar dengan Adam. Semua mata tertuju pada Adam yang sedang berbicara tentang penjagaan untuk Fana. Setelah mendengar ada ancaman untuk gadis judes itu, Adam berinisiatif kerjasama dengan para pengawal agar menggagalkan rencana jahat dari komplotan itu.
Rudi duduk di samping bosnya lantas menyodorkan koper berisi uang tunai sebagai bayaran untuk pengawal. Bayaran yang kontan nan fantatis harus sesuai dengan kerja tim secara profesional.
"Biar enggak kelihatan mencolok sebagai pengawal buat Shafana, saya ada ide. Saya udah telepon Pak RT di perumahan-- tempat tinggal Fana itu, membangun pos ronda di lahan yang kosong. Saya udah beli lahan itu. Saya udah nyuruh tukang bangunan buat bangun pos ronda," jelas Adam.
"Bukannya di perumahan biasanya ada pos satpam, Pak?" tanya Rudi.
"Ada sih. Tapi pos satpam jauh dari rumah Shafana. Lagian, satpam hanya jaga keamanan semua warga setempat. Kebetulan, ada lahan kosong yang masih deket sama rumah Shafana walaupun berseberangan," jawab Adam.
"Iya, Pak."
"Buat enam pengawal pribadi tetap berpenampilan sederhana, layaknya warga biasa, biar enggak mencolok kayak bodyguard. Kalian bertugas bagi waktu, tiga orang-- shift pagi sampai sore dan tiga orang-- shift malam sampai pagi. Kalau Shafana lagi pergi, ikuti dan kawal dia tapi tanpa sepengetahuan dia. Kalau bisa secepatnya terealisasikan. Malam ini tukang bangunan mulai bangun pos ronda untuk kalian. Ada yang pengen ditanyain sama saya?"
"Sudah cukup, Pak." Serentak mereka mengerti pembicaraan dengan Adam.
"Kalau ada sesuatu atau seseorang yang mencurigakan ngikuti Fana atau keadaan darurat, kalian segera beraksi mengejar mereka dan telepon saya, oke?"
"Siap, Pak!"
Pembahasan tentang penjagaan untuk Fana telah usai. Adam, Rudi serta enam pengawal pribadi bubar di ruang rapat. Dua pengawal yang dikhususkan sebagai supir telah difasilitasi dua mobil Elphard dari Adam. Sebelum mereka pergi, mereka sempat memberi salam sesama pengawal pribadi untuk Zilfanya.
Adam duduk termenung seraya memandangi foto pernikahannya dengan Ghaida. Dua wanita kini sedang menghantui benak Adam. Pria itu membanting tubuh di kasur sambil mengacak-acak rambut. Ia mendengus lantas menatap langit-langit kamar.
"Kenapa aku bertemu lagi dengan Shafana, gadis yang pernah aku tolong dulu? Sekarang khawatirku ke Shafana bertambah. Aku enggak mau Shafana terpuruk lagi seperti di masa lalu. Atau ...?" kata Adam bangkit dari rebahan lantas memandangi lagi foto pernikahan Adam dengan mendiang istrinya.
"Ghaida dan Shafana bener-bener mengacak-acak hatiku. Ghaida, kalau jalanku menikah lagi, apa kamu berkenan? Aku berencana menikahi Shafana buat ngelindungi dia dan memenuhi permintaan Zilfanya yang pengen punya Mommy baru. Aku enggak nyangka ketemu lagi sama Shafana setelah kejadian sembilan tahun berlalu, tapi mungkin Shafana enggak inget aku, karena dia belum tahu siapa yang nolong dia dulu," lanjutnya.
"Astagfirullah Adam, kenapa jadi begini?" Adam geram dengan dirinya sendiri hingga mencengkram wajahnya.
Gawai milik Adam berdering di nakas. Ada panggilan masuk dari Kak Zulaikha. Pria berparas tegas itu melirik gawai seraya menstabilkan debaran hati yang tidak beraturan. Ia mengambil gawai lantas mengangkat telepon dari seorang wanita.
"Assalamu'alaikum, Kak," sapa Adam.
"Wa'alaikumsalam, Adam. Macam kabar awak dengan Zilfanya? Bila awak balik ke Malaysia. Abah dan Ummi rindukan korang," kata Zulaikha.
"Alhamdulillah, Adam dan Fanya sehat. Adam tengah sibuk kat sini. Adam nak buat usaha kerana Adam nak stop jadi aktor di Indonesia. Tak tahu pasti bila masa balik ke Malaysia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fana (TAMAT)
عاطفيةDikenal sebagai influencer yang menginspirasi melalui pandainya berias diri, Fana tetap jadi kepribadian yang rendah hati, ceria dan ramah. Hidup di tengah keluarga yang harmonis dan bergelimang harta, nyaris sempurna. Fana juga mempunyai calon suam...