Janji Kita

287 16 0
                                    

Ketika Fana keluar dari butik, Adam bergegas turun mobil. Pria itu memberi isyarat melalui tangan agar Fana masuk ke mobil Adam. Fana sedang malas-malasan berbicara dengan Adam. Gadis beralis tebal masih kesal karena insiden Adam melihatnya mengenakan gaun pengantin tanpa lengan.

Fana tidak menggubris isyarat Adam. Ia bersama Nuri dan Yumna melangkah ke mobil pribadinya. Adam mengelus dada agar tetap sabar menghadapi gadis yang usianya terpaut jauh. Adam cepat-cepat menghampiri Fana.

"Hei, kamu semobil sama saya, sekarang!" perintah Adam.

"Enggak mau!" tolak Fana.

"Ada sesuatu yang penting, yang perlu kita bicarakan."

"Saya mau pulang dan istirahat."

"Oke, saya minta maaf atas kejadian tadi. Lain kali, saya ketuk pintu dulu, sebelum masuk ruangan apapun. Please, ini penting. Yumna dan Nuri aja yang pulang ke vila."

Fana melirik ke Yumna dan Nuri seakan sedang minta pendapat. Dua asisten pribadinya meminta Fana supaya ikut Adam. Fana geram sambil mendengus kesal kemudian menyenggol pundak Adam. Gadis berkerudung pashmina itu masuk ke mobil Adam sambil menutup pintu dengan kasar.

Suasana hati Fana gersang di dalam mobil pria duda itu. Fana merengut sambil menyilangkan tangan. Adam menyusul masuk ke dalam mobil. Pria itu mengangkat satu alis sambil melihat calon istrinya.

"Ini," kata Adam menyerahkan surat perjanjian pernikahan. "Saya sudah revisi perjanjian pernikahan kita. Baca aja dulu isinya."

Fana membaca isi surat perjanjian pernikahan dengan teliti. Sementara Adam berharap Fana menyetujui perjanjian pernikahan tersebut.

Poin pertama, Fana siap dibimbing dan dilindungi oleh Adam sebagai suami. Poin kedua, Adam menyerahkan kepimpinan manajemen yang akan didirikan kepada Fana. Poin ketiga, Fana tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga maupun mengurus anak, kecuali atas kemauan sendiri.

Poin keempat, Adam dan Fana resmi menikah tetap satu kamar. Poin kelima, Adam tidak akan menyentuh Fana saat berduaan, begitupun sebaliknya. Poin keenam, tidak ada perceraian dalam pernikahan ini, karena Adam murni menikahi Fana. Poin ketujuh, Adam dan Fana bersikap mesra karena publik figur.

"Apa? Enggak akan ada perceraian?" batin Fana mulai kesal. "Berarti aku selamanya bersama duda anak satu ini?"

"Itu masih poin penting atau intinya aja. Saya bakal jabarkan semuanya. Kamu bisa tanya-tanya ke saya. Perjanjian pernikahan yang udah saya revisi, enggak bisa diganggu gugat," kata Adam.

"Ini beneran enggak akan ada perpisahan?" tanya Fana.

Adam menoleh Fana sembari mengangguk lantas menjawab, "saya memegang teguh pada keluarga yang tentram. Perceraian memang halal tapi dibenci oleh Allah. Kamu renungi lagi kalau kita pisah, gimana perasaan Fanya? Kamu renungi lagi, apa kamu mau menciptakan keluarga yang enggak utuh?"

"Tapi saya enggak cinta sama Pak Adam. Gimana bisa menjalani pernikahan dengan laki-laki yang enggak saya cintai? Oke, saya nikah karena bersedia sebagai ibu sambung Zilfanya, tapi jangan harap saya bisa cinta sama Pak Adam."

"Saya enggak masalah kamu enggak cinta sama saya. Saya senang kamu berkenan jadi ibu sambung buat Fanya. Yang penting ... saya mencintai kamu."

Fana terbelalak dengan ungkapan Adam mencintainya. Suasana di dalam mobil sontak bergeming. Fana perlahan meletakkan surat perjanjian pernikahan di pangkuan. Adam lantas menyodorkan sebuah bolpoin supaya Fana lekas tanda tangan.

"Saya enggak akan memaksamu untuk mencintai saya. Saya tahu perasaan enggak bisa dipaksa. Jalani aja pernikahan ini tanpa merasa terbebani. Saya bebasin kamu tapi tetap tahu batasan," ujar Adam.

Fana (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang