Terpuruk

334 21 0
                                    

Dia terlihat baik-baik saja di depan banyak orang. Orang lain mengira dia hebat dan memiliki kelebihan. Padahal dia punya kekurangan yang pandai dirahasiakan. Dia disukai banyak orang, tapi bisa dihitung jari, siapa yang tetap menemaninya kala terpuruk.

***

Gadis bermata bulat itu menatap datar ke jendela kamar inap. Mata sayu dan lingkar mata hitam menandakan ada trauma berat yang dialaminya. Ia baru siuman setelah insiden menegangkan di hotel itu. Bibirnya pucat, kering pecah-pecah dan bungkam. Hanya di ruangan inap VIP ini bisa menenangkan diri dari hiruk pikuk dunia luar. Tidak sembarang orang yang dapat masuk ke kamar inap VIP, tempat Fana dirawat khusus, karena di depan kamar dijaga ketat oleh pengawal Fana.

Yumna hati-hati menyuapi Fana yang tidak berselera makan, tapi harus makan agar lekas sembuh. Ia mengambil segelas teh hangat, barangkali Fana mau minum. Gadis berambut sebahu itu mencoba menyodorkan teh hangat kepada Fana, tapi Fana geleng-geleng-- tidak mau minum. Yumna menaruh kembali segelas teh hangat di nakas, kemudian memijat pelan pundak Fana.

"Aku enggak sanggup hidup. Aku pengen nyusul Mama-Papa aja. Aku udah jadi cewek yang enggak berguna. Aku enggak mau ketemu orang itu lagi. Aku takut," lirih Fana di ambang putus asa.

"Ya Allah, Mbak Fana itu baik dan jadi inspirasi buat semua orang. Aku selalu berdoa supaya Allah selalu melindungi Mbak Fana dan udah ada pengawal khusus buat Mbak," kata Yumna.

"Setelah ini, pasti mereka bikin berita fitnah buat aku. Orang-orang itu kejam dan pengen menghancurkanku. Mereka melarang keras kalau kasus kecelakaan Mama-Papa dilanjutkan. Kalau sampai dilanjutkan, aku diancam dilecehkan lagi dan dibunuh sama orang itu. Aku jijik kalau nyebutin namanya dan ingat orang itu. Sangat menjijikkan!" Fana mulai ketakutan, sesak napas dan sekujur tubuh gemetaran. Tangis disertai jeritan yang cukup menyayat hati dan mentalnya.

"Mbak Fana, sekarang banyak yang jagain kita. Kejadian kemarin udah ditangani Pak Adam. Pak Adam bakal bantuin Mbak Fana."

"Aku mau mati aja! Aku cewek yang enggak berguna lagi. Hidupku cukup memalukan." Fana menjambak rambut dengan erat hingga tubuhnya tegang.

Seorang dokter beserta tiga perawat tepat hadir di kamar inap VIP Fana. Trauma masa lalu kembali menghantuinya sampai amukan Fana tidak terkendali sampai hampir melepas selang infus. Jeritan ketakutannya menggema di dalam kamar inap. Dokter dan tiga perawat berusaha menenangkan Fana agar tidak berontak.

Adam menyaksikan Fana sedang berada di titik terendahnya. Ia tidak tega sekaligus menitikkan air mata di depan kamar inap. Adam mempunyai tubuh yang gagah, tapi bisa jadi pria berhati perasa. Pria itu seolah terlahir untuk wanita yang butuh sandaran hidup.

Tiba-tiba ia teringat tentang Ghaida, istrinya yang pernah di titik terendah sebab berkali-kali keguguran. Ghaida pernah merasa jadi wanita yang tidak sempurna karena gagal memiliki keturunan. Hanya Zilfanya, bayi yang bertahan di dalam kandungan ibunya hingga lahir.

Adam menjadi suami siaga selama Ghaida mengandung bayi perempuan. Kebahagiaan Adam dan Ghaida bersifat sementara setelah kelahiran Zilfanya. Penyesalan yang selalu menghantui Adam karena tidak hadir dan menemani persalinan istri tercinta. Pada waktu itu, Adam sedang sibuk syuting serial drama. Ghaida mengalami pendarahan hebat sampai berhasil melahirkan putri cantik, tapi mengembuskan napas terakhir tanpa kehadiran sang suami.

Adam pernah bertemu dengan Fana hingga menolongnya sembilan tahun yang lalu, tapi Adam harus pergi meninggalkan Fana. Ia pernah menikahi Ghaida, walaupun menyesal karena tidak di samping Ghaida waktu melahirkan Zilfanya. Semua telah berlalu tapi kejadian itu masih melekat pada ingatan. Adanya kejadian yang lalu agar Adam belajar menghargai dan menjaga orang-orang terkasih selagi masih ada, daripada sibuk dengan dunia hiburan.

Fana (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang