Siapa Dalangnya?

377 28 2
                                    

Hari yang dinanti oleh Fana telah tiba. Ketegangan menyelimuti ruang persidangan kasus kecelakaan orangtua Fana beserta staf. Disaksikan oleh para keluarga staf, mengharap Fana yang bisa menuntaskan kasus ini. Fana didampingi oleh kuasa hukumnya. Semua orang duduk dengan serius seraya menyimak persidangan.

Kasus tiada ujung-- seolah ada pengaturan yang sudah dirancang oleh para komplotan itu. Bagai pemeran figuran, mimik wajah para pelaku yang membuat rem truk jadi blong itu hanya penyesalan palsu. Fana diam-diam menilik mereka yang tidak ada penyesalan seperti hidupnya sudah dijamin oleh atasannya. Yang membuat Fana geram adalah tidak ada satu pun dari mereka mengaku siapa dalangnya?

"Di sini ada bukti mutasi rekening saudara Riono, dimana aliran dana untuk satu kelompok usai melaksanakan aksi pembunuhan berencana. Yang mentransfer uang atas nama Sugandi Aryono. Saudara yakin dia yang merencanakan semua ini?" ucap seorang hakim.

Pria berwajah beringas sebagai ketua komplotan itu berkata, "Ya, benar, yang mulia."

"Kalau dari penuturan Shafana dan keluarga stafnya enggak ada yang kenal nama Sugandi Aryono. Di sini jelas ada kejanggalan, saya tahu saudara lagi berbohong. Sepertinya Sugandi Aryono ini juga suruhan, supaya merahasiakan dalangnya."

"Tapi, kami hanya tahu Sugandi Aryono. Kami berkomunikasi dengan beliau. Beliau yang benar menyuruh kami untuk merusak truk dan menyuruh supir truk menabrak mobil yang jadi target."

"Apa saudara tahu Sugandi ini orang mana? Dia dikenal sebagai apa? Pengusahakah atau lainnya?"

"Pak Sugandi mengaku pengusaha, tapi kami kurang detail soal beliau. Kami hanya disuruh menjalankan tugas."

"Enggak mungkin kalau cuma disuruh aja. Pasti ada perbincangan lain, kalian kenalan dulu, terus pasti merancang rencana dan target. Atau kalian cuma tergiur bayarannya aja-- sampai enggak tahu tentang Sugandi Aryono ini?"

Pria setengah baya berkulit sawo matang itu seolah bingung melanjutkan pembicaraan. Ia terdiam sembari memutar bola mata agar bisa memberi kejelasan. Terlihat dari wajahnya yang sudah mati kutu berhadapan dengan hakim.

"Bingung, ya, mau ngomong apa lagi?" tanya seorang hakim seraya menilik gerak-gerik terdakwa. "Bukti udah banyak dikumpulin, ya. Ada CCTV warga yang merekam aksi kalian pas keluar dari bengkel, gelang punya temen saudara dan masih ada lagi."

"Ya, cuma itu, yang mulia," singkatnya.

"Apanya cuma itu? Berarti saudara sama Sugandi itu lewat komunikasi aja? Saya rasa enggak mungkin kalau lewat komunikasi, pasti udah pernah ketemu langsung."

"Hanya lewat komunikasi, yang mulia. Saya dan temen-temen belum tahu wajah beliau."

"Oke, kalau masih kekeh sama pernyataan saudara ini, saya bakal memerintahkan tim penyidik untuk mencari dan memanggil Sugandi ini."

Persidangan hari ini cukup mengecewakan karena tidak ada kejujuran dari lisan komplotan itu. Waktu jadi sia-sia karena pernyataan terdakwa beserta teman-temannya bagai benang kusut.

Fana dan keluarga staf pulang dengan wajah geram karena kesabaran diuji lagi-- menanti sidang yang akan menghadirkan sosok Sugandi. Kekecewaan cukup menguras energi mereka, Fana mengajak keluarga stafnya untuk makan bersama. Tiga mobil membawa mereka ke jalan raya.

Ketika keluarga staf sedang makan bersama, sementara Fana berpikir keras sekaligus penasaran dengan sosok Sugandi. Fana curiga banyak keanehan dari pernyataan pelaku dan teman-temannya, seperti ada yang disembunyikan. Tiba-tiba pikiran Fana tertuju pada Andra, karena yang sedang bermasalah antara keduanya.

"Mbak Fana curiga enggak-- sama mantan tunangan Mbak?" tanya seorang gadis dari saudara kandung salah satu staf.

"Curiga Mbak Iin sama dengan curiga saya," jawab Fana dengan serius.

Fana (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang