Langkah kaki dengan balutan sepatu sneaker berlari kecil di lobi Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Seorang gadis berkacamata hitam itu semringah tiba di kota istimewa. Ia tidak sabar untuk bertemu kembali dengan Fana dan Yumna. Menggeret koper sembari mencari taksi di tengah kerumunan orang, gadis berambut keriting itu tidak sengaja menabrak seorang pria. Keduanya sama-sama tersungkur di lantai.
Kacamata hitam yang dipakai oleh gadis itu lantas terjatuh. Bukannya minta maaf kepada pria yang ditabraknya, gadis itu justru menyelamatkan kacamata dan koper, memastikan baik-baik saja. Ialah Nuri yang tampak sayang pada barangnya. Gadis berkulit sawo matang itu bergeming lantas mendongak karena berhadapan dengan seorang pria dan anak perempuan. Mulutnya menganga sambil ditutupi dengan tangan. Ia cengengesan dan menunduk malu telah menabrak pria yang merupakan aktor popular.
Nuri perlahan berdiri dan menunduk sembari berkata, "saya minta maaf enggak sengaja nabrak Pak Adam."
"Lain kali hati-hati. Jangan buru-buru. Ya, saya maafin," ucap Adam.
Nuri mengangguk sambil menggaruk tengkuk. "Terima kasih, Pak."
"Kamu mau pulang dan ketemu sama Fana kan?"
"Iya, Pak."
"Kamu bareng saya dan Fanya, karena Fana udah enggak tinggal di rumahnya yang dulu. Sekarang dia sementara tinggal di hotel."
"Oh, baik, Pak. Alhamdulillah kalau gitu. Saya juga mengkhawatirkan kondisi Mbak Fana. Saya udah tahu berita soal Mbak Fana."
"Ya udah, kita bicara di mobil aja. Soalnya kalau bicara di sini agak sensitif."
"Baik, Pak."
Adam dan Zilfanya jalan di depan. Nuri bersama Siska, Rudi dan beberapa pengawal berjalan di belakang. Mereka bergegas menuju ke tiga mobil Alwhard yang ditugaskan untuk menjemput rombongan Adam. Tiga supir dibantu tim pengawal pribadi mengangkut koper dan tas ke dalam bagasi. Sementara dua pengawal lain bertugas membuka pintu mobil pertama untuk Adam dan Zilfanya, mobil kedua untuk Nuri, Siska dan Rudi. Tim pengawal naik mobil ketiga di posisi belakang.
Sepanjang perjalanan, Zilfanya menguap kemudian bersandar di pangkuan ayahnya. Adam membelai rambut putrinya sampai tidur pulas. Pria itu lantas mengambil ponsel dari dalam saku jaket. Ia menghubungi kontak telepon Green Nature Villa.
"Selamat sore, dengan kami dari Green Nature Villa," sapa seorang resepsionis vila.
"Selamat sore juga. Saya Adam Fahdel. Gimana-- vilanya udah siap untuk Nona Shafana dan rombongannya?" tanya Adam.
Seorang wanita resepsionis itu menjawab, "baik, Pak. Semua sudah siap untuk Nona Shafana dan rombongannya. Termasuk kamar-kamarnya."
"Saya pengen vila private. Enggak ada orang lain di sana."
"Vila kami dikhususkan untuk Pak Adam dan keluarga."
"Oke, terima kasih. Saya kira-kira malam ke sana karena saya harus jemput Shafana dan asistennya."
"Baik, Pak. Kami tunggu kehadiran Anda beserta keluarga."
Percakapan Adam dan resepsionis vila itu berakhir. Adam sejenak mencium rambut Zilfanya. Ia lantas melihat suasana Kota Yogyakarta. Adam mengembuskan napas agar meyakinkan diri sendiri yang akan menikahi Fana. Pria yang memiliki bibir natural itu tersenyum memandang Zilfanya akan mempunyai ibu sambung. Adam ingin putrinya bahagia dengan pilihannya yaitu Fana.
Semesta seolah menentukan waktu yang tepat supaya mereka bisa melengkapi satu sama lain. Kebaikan hati Adam terketuk untuk menjaga Fana di kala terpuruk. Fana pernah kehilangan Andra kemudian ditinggal wafat orang tuanya, ditambah keluarganya sendiri sudah tidak menganggapnya asing. Adam pernah merasakan kehilangan mendiang istri pertamanya. Pun Zilfanya yang mengidamkan kasih sayang seorang ibu walaupun sambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fana (TAMAT)
RomanceDikenal sebagai influencer yang menginspirasi melalui pandainya berias diri, Fana tetap jadi kepribadian yang rendah hati, ceria dan ramah. Hidup di tengah keluarga yang harmonis dan bergelimang harta, nyaris sempurna. Fana juga mempunyai calon suam...