◊ Avril ◊
New York City, New York, United States of America, 12th September 2022
Linglung.
Satu kata itu cukup untuk mendeskripsikan kondisi gue pada 24 jam terakhir. Mata gue terasa sangat berat, perih, dan panas karena menangis seharian dan semalaman atas apa yang sudah terjadi kemarin pagi. Udara di apartemen gue saat ini dipenuhi oleh lagu-lagu galau yang semakin mendukung gue untuk sedih. Sialan, akhirnya gue kembali kepada fase sakit hati lagi. Selama 24 jam itu juga gue melihat momen-momen gue bersama Niall dari tahun 2015 sampai gue deket banget di 2022 ini melalui iCloud dari laptop gue.
Dengan posisi rebahan ke kanan dan meringkuk, menghadap ke nakas di sebelah gue, mata gue fokus kepada momen-momen yang ada di dalam laptop, termasuk foto dan video yang menggambarkan kebersamaan gue dengan Niall. Jari gue berada di trackpad, fokus untuk nge-scroll down dan sekarang otak gue membawa gue untuk menelusuri momen-momen itu satu per satu.
"Good luck, Niall!" seru gue sambil mengarahkan kamera hape gue kepada Niall yang sedang terlihat sedang bersiap-siap untuk memukul bola golf pada suatu turnamen golf yang berkelas internasional. Niall sedang memegang stik golfnya, mempersiapkan posisi untuk memukul bola golf-nya. Badannya miring sejajar dengan bola, kakinya bergerak di tempat secara bergantian, dan dengan pukulan yang tidak terlalu keras, ia berhasil memasukkan bolanya dengan cepat.
Semua orang bersorak dan dapat terlihat dengan jelas Niall sangat senang dengan hasil pukulannya. Sebuah senyuman terukir di wajahnya.
Gue tersenyum melihat momen itu, video itu direkam pada September 2021.
Gue menaruh hape gue untuk merekam momen gue bersama Niall, well, ini adalah pertama kali gue akan bermain golf. Jadi gue harus ngerekam ini sebagai bukti ke bokap bahwa gue juga bisa olahraga beginian.
Gue memegang stik golf, dengan Niall yang berada di sebelah gue. Kita lagi berada di private golf course milik Niall yang berada di Dublin, sebuah golf course dengan private clients. Gue gak kebayang deh sekarang tuh orang duitnya udah ada berapa digit. "How do I do this?" tanya gue sambil tertawa ketika gue gak bisa memukul bola golf tersebut.
Demi apapun! Gue kira gampang.
Niall ketawa dan kemudian ia memegang tangan gue.
Mata gue menatap iris mata yang berwarna biru laut itu, membuat gue terkesima sesaat.
"This is where your thumb should be placed," ucap Niall sambil membenarkan posisi gue memegang stik golf.
Video itu berdurasi 15 menit dan gue gak cukup kuat untuk menontonnya lagi. Jadi gue memberhentikan video tersebut. Gue terlihat sangat bahagia di situ. Sangat kontras dengan kondisi gue saat ini yang sedang sendirian di apartemen gue, ditinggalin sama Niall yang sekarang pergi entah kemana.
Gue terus-terusan menyalahkan diri gue sendiri atas apa yang gue katakan pada Niall. Ya lagian gue agak kaget kenapa dia harus banget sensi waktu gue bercandain nyari berita tentang Anne? Padahal gue literally mean no harm pada pernyataan itu. Dia doang yang sensi udah kayak gue kalo lagi menstruasi.
Pake bawa-bawa dia gak pernah minta gue untuk ngapa-ngapain dia lagi. Kan gue sebel ya.
Mungkin gue emang keterlaluan sih mikir kalau dia ngajakin gue FWB, tapi bukannya apa yang gue lakukan sama Niall selama ini... ini bukan yang biasanya sahabat lakuin. Gue gak pernah tuh cuddle sama Louis sambil dia nyium-nyium dahi gue. Yang ada kalau gue abis peluk Louis, Louis bakal nendang gue terus nyuruh gue jauh-jauh takut kalau misalnya Eleanor liat Ele gak bakal mau balikkan lagi sama dia.

KAMU SEDANG MEMBACA
[3] how did we end up here ;; nh
FanfictionIn which Avril and Niall have no luck, they end up falling so hard to each other. Not to forget, they tend to spend a lot of time since Louis seems a little bit busy before and after breaking up with Ele. This is how they ended up here; how Avril b...