New York, United States of America, 25 April 2023
Tidak ada hal yang bisa membuat gue berhenti berkeluh kesah hari ini. Satu hal yang baik hanyalah gue menyelesaikan kelas terakhir gue untuk spring semester dan pada akhirnya gue akan menjalani ujian lagi. Semester depan gue udah bisa ngambil proposal untuk penelitian tesis gue.
Tapi tidak untuk seterusnya; gue masih harus kembali berkutat dengan realita bahwa gue masih akan menjalani magang di firma hukum ini selama kurang lebih dua bulan. Bertemu dengan partners dan segala isinya yang cabul itu, ditambah lagi gue harus bertemu dengan Sarah dengan seribu satu idenya.
Rasanya, permasalahan hidup gue yang paling berat tuh cuma satu, yaitu gue harus tetap pergi ke firma hukum itu dengan jutaan sumpah serapah di dalam benak gue. Ya Tuhan...
Dengan berat hati, gue turun dari mobil Uber yang tadi gue sewa, dan membuka sebuah kantor yang berlokasikan di town house itu. Dengan langkah yang terasa seperti lagi nyeret beban berton-ton, gue mendorong pintu kayu itu. Aroma campuran kopi dan kertas menyerngat di hidung gue, ucapan-ucapan selamat atas dibukanya kantor ini pun juga seolah-olah ngolokin gue.
Najis. Andai aja gue lebih sabar. Gue pasti udah kerja di kantor yang terletak di gedung tinggi, bertemu dengan orang-orang berpendidikan. Enggak kayak mereka.
"Morning," sapa gue pada seorang pembantu yang dipekerjakan untuk memasak serta bebersih di kantor ini. Cuma dia doang yang baek, sisanya mah kagak.
Gue enggak membenci kantor yang bertitel rukan (rumah kantor) ini, tapi gue benci orang-orangnya. Tiap kali gue melewati sebuah meja panjang, tempat makan bersama itu, gue langsung bergidik dan cepat-cepat naik ke atas agar tidak perlu mengingat-ingat betapa menjijikannya obrolan mereka yang hanya berputar di sekitar mereka yang lagi sange, gimana cara mereka ngewe sama pasangannya masing-masing, atau ngomongin tips and trick nyepong. Atau lebih parahnya lagi, review lonte yang mereka dapetin di club atau aplikasi online.
Bobrok kata gue. Asli.
Dan ketika gue bilang gue gak nyaman ke Sarah, dia cuma bilang: "gue udah biasa banget ada di tongkrongan cowok, ya, emang begitu cara mereka ngobrol dan menikmati hidup. Enggak ada yang salah dari itu. Selagi mereka gak memperkosa gue, selagi masih verbal, gue enggak masalah".
Orang sinting.
Ya ampun, gue kalau udah di kantor ini bawaannya energi buruk mulu.
Ini adalah hari pertama gue masuk sejak Senin kemarin gue ngaku-ngaku dirawat inap di Los Angeles.
Semoga gak ada hal yang membuat gue sebel hari ini.
Kali ini, entah bagaimana ceritanya, ternyata meja panjang yang biasanya kita berempat pakai (tim legal audit termasuk Sarah) tuh udah enggak dipake lagi, originally ini emang ruang meeting gitu. Jadi gue melanjutkan gerakan kaki gue ke arah sebuah ruangan kotak yang berisikan beberapa meja yang ditata membentuk huruf L. Di sana, terdapat kurang lebih delapan meja dan kita bebas mau duduk di mana aja. Ya intinya agak dempet-dempetan juga karena ruangan ini diisi oleh 10 orang, tapi mejanya cuma ada 8 biji.
Tempat duduk yang kosong hanyalah yang berada di dekat Peter, jadi mau gak mau gue mengambil meja tersebut yang berada di dekat jendela besar.
"Well, hello, princess."
ANJING RASANYA GUE MAU MELEDAK SAAT INI JUGA. Baru aja gue menaruh tas longchamp gue di meja dan baru sempat membuka resleting untuk mengeluarkan laptop, orang kayak tai ini udah mulai membuka suara aja. What a good way to start my day, huh?
Gue tau banget pasti muka gue sekarang udah kayak tai, tapi gue enggak mempedulikan Peter, dan langsung mengambil laptop gue. Gue cuma pengen kerjaan ini selesai.

KAMU SEDANG MEMBACA
[3] how did we end up here ;; nh
FanfictionIn which Avril and Niall have no luck, they end up falling so hard to each other. Not to forget, they tend to spend a lot of time since Louis seems a little bit busy before and after breaking up with Ele. This is how they ended up here; how Avril b...