Anak laki-laki yang berada di tengah-tengah keramaian itu mengamati orang-orang yang berada dalam pandangannya, entah mereka bermain kejar-kejaran, beradu mulut, tertawa, bahkan berciuman. Ia langsung mengalihkan pandangannya saat melihat hal yang terakhir ia lihat.
Dengan langkah perlahan ia mengayunkan kakinya tak tentu arah, hingga ia keluar dari kerumunan itu. Melirik arloji ditangan kirinya, pukul 10.30 malam.
Lelaki itu berdecak kesal, dengan langkah cepat ia menyeberangi jalan dan menaiki motornya. Mengendarai dengan kecepatan di atas rata-rata sampai ia berada di depan rumah yang bisa di bilang mewah namun klasik.
"Kamu pulang malam lagi?"
Pertanyaan yang sudah sangat jelas jawabannya itu tetap saja masih keluar dari mulut sang kepala keluarga, Sadewa.
"Udah tau masih aja nanya," kata anak yang bernama Atharya itu berjalan mendekat ke arah Sadewa dan duduk di samping Sadewa.
"Dasar anak ini."
Sadewa mengacak rambut Atharya saat anak itu duduk di sampingnya dan meminum kopinya, padahal pemilik kopi itu belum meminumnya sama sekali.
"Besok aku sekolah dimana, Pa?" tanya Atharya saat ia mengingat bahwa sekolahnya tidak sama lagi. Mulai besok Atharya sudah mulai menjadi anak SMA, bukan bocah SMP lagi.
Sadewa menghela nafasnya. "Makanya kalo Papa bicara itu didengerin, jangan main hape."
Pria itu sedikit kesal dengan anaknya yang tidak pernah mendengarkan ia berbicara saat sudah memegang benda kotak tipis itu.
Pasalnya, Sadewa sudah menjelaskan dari awal sampai akhir tentang di mana Atharya akan sekolah, apa yang harus disiapkan anaknya itu, apa yang Atharya dapatkan darinya saat Atharya melanggar aturan di sekolah itu dan lainnya lagi.
Tapi Sadewa juga tidak bisa marah saat Atharya hampir menuruti semua perintahnya.
Ya, walaupun Sadewa tidak bisa memungkiri kenakalan Atharya yang sudah melekat di dalam diri anak itu. Sadewa juga memaklumi nya mengingat sifat itu juga berasal dari mendiang istrinya.
"Sana tidur, besok harus bangun pagi-pagi biar enggak telat."
Sadewa mengusir Atharya yang masih melihat apa yang ia kerjakan di laptopnya. Entah anak itu paham atau tidak tapi sesekali Sadewa bisa melihat dari sudut pandang matanya saat putranya sesekali mengernyitkan dahinya.
"Baru juga jam sebelas, anak cowok lain aja pagi baru tidur." Decakan kesal terdengar dari Atharya.
"Itu kan anak cowok lain, kamu itu anak cowok Papa. Udah sana ke atas, tidur."
Sadewa memanggil salah satu anak buahnya untuk menyeret Atharya ke kamarnya. Setelah bercek-cok dengan sedikit tambahan bumbu drama, akhirnya ruangan Sadewa hanya berisi Sadewa sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUSENDSASSA [COMPLETED]
Random"Atharya, ayo pacaran!" "Boleh," balas Atharya seraya menatap lurus ke arah cewek di depannya itu dengan senyuman tipis. "Hah?" "Tapi ada satu syarat," ujar Atharya. "Apa?" tanya cewek itu dengan tatapan bingung. "Nggak ada kata putus."