part 29

507 54 0
                                    

Sadewa mengetuk pintu kamar Atharya, namun tidak ada jawaban dari sang pemilik kamar. Pria itu memutuskan untuk masuk kedalam.

Hal yang pertama kali Sadewa lihat saat masuk ke dalam kamar Putranya adalah gelap, tidak ada penerangan sama sekali disini.

"Athar," panggil Sadewa sembari mencoba untuk menyalakan lampu di kamar Atharya.

Lampu berhasil menyala. Sadewa langsung mendapati keberadaan Atharya yang meringkuk di lantai dengan keadaan jauh dari kata baik.

Matanya bengkak, wajahnya memerah dan tubuhnya yang bergetar membuat Sadewa tahu jika Putranya itu baru saja menangis.

"Athar," panggil Sadewa yang kini duduk di sebelah Atharya yang sedang melamun.

"Athar nggak bisa, Pa. Kejadiannya terlalu jelas," ucap Atharya tanpa mengalihkan pandangannya dari lantai.

"Athar nggak bisa ngelupainnya," adu Atharya.

Sadewa merangkul bahu putranya, pria itu menariknya mendekat. Menepuk-nepuk pelan bahu itu, bermaksud untuk memberikan ketenangan.

"Bukan dilupakan, tapi direlakan, Son."

"I'll try," balas Atharya setelah hening beberapa saat.

Sang Papa tersenyum simpul, pria itu mengangkat tangannya untuk mengusap surai Atharya. Namun ada sesuatu yang basah saat ia menyentuh bagian kening Atharya putranya.

Sadewa mendongak ke atas, mendapati bercak darah di dinding lalu kembali melihat telapak tangannya yang juga terdapat darah.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sadewa bangkit. Pria itu mengangkat tubuh Atharya dan menggendongnya ala koala, membawa putranya ke tempat tidur.

"RAKHA!" panggil Sadewa dengan suara keras.

"Iya, Pak." Rakha datang dengan langkah sedikit berlari.

"Panggil Adrian," perintah Sadewa seraya menyibakkan surai halus Atharya ke belakang.

"Baik."

Sadewa menuntut Atharya untuk tiduran, namun Atharya menolaknya. Jadi, Sadewa hanya meminta Atharya untuk bersandar di headboard saja. Untungnya Atharya mau.

Tak butuh waktu lama untuk Adrian datang ke kamar Atharya karena pria itu memang berada di ruang tengah tadi.

Pria itu tidak datang sendiri, melainkan bersama Karalyn yang diseret paksa oleh abangnya.

Selama Adrian mengobati Atharya, laki-laki itu hanya diam. Tidak menunjukkan reaksi kesakitan ataupun merengek seperti biasanya.

"Pak Sadewa juga istirahat saja, biar Kara yang jagain Athar," tutur Adrian yang melihat Sadewa tengah menghela nafasnya lelah. Keadaan Sadewa juga jauh dari kata baik

Mau tak mau Sadewa mengangguk, lagipula pria itu percaya Karalyn bisa menjaganya.

"Don't hurt yourself, Son."

Atharya mendongak, melihat Papanya yang menatapnya khawatir.

"Sorry," ucap Atharya.

Kini tersisa Atharya dan Karalyn yang berada di kamar itu setelah Sadewa dan Adrian keluar, keduanya sama-sama diam karena Atharya yang tidak mau bicara dan Karalyn yang memberikan waktu untuk Atharya.

Secara tidak sadar, Atharya mengubah posisinya menjadi bersandar pada bahu Karalyn yang berada di sebelahnya.

Karalyn mengecek keadaan laki-laki itu, terlihat Atharya yang nampak melamun.

"Athar laper nggak? mau makan?" tanya Karalyn saat mengingat perkataan Belleza yang mengatakan jika laki-laki itu belum makan dari semalam.

Gelengan dari Atharya membuat Karalyn diam-diam menghela nafasnya.

TAUSENDSASSA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang