Malam itu, Atharya merasakan sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya sampai rasanya ia ingin mati disaat itu juga.
Atharya juga mengira ia akan mati malam ini juga karena darah terus mengalir dari perutnya yang terkena tusukan.
Kesadarannya hilang disaat ia mendengar suara teriakan yang samar-samar memanggilnya.
Hingga saat ia membuka matanya, Atharya dibuat bingung karena laki-laki itu tidak bisa melihat apapun selain warna putih.
"Athar!"
Atharya membalikkan badannya saat mendengar namanya dipanggil, tapi hasilnya nihil. Tidak ada orang di belakangnya.
Laki-laki itu mengikuti asal suara, hingga ia berdiri di depan gedung yang menjulang tinggi, itu gedung milik Sadewa.
Atharya sedikit heran dengan tempat yang familiar tapi juga asing di matanya, ia tahu ini rumah sakit milik Sadewa, tapi kenapa desainnya berbeda?
"Athar!"
Lagi-lagi ada yang memanggilnya dan Atharya memutar tubuhnya ke arah suara itu berasal. Namun lagi-lagi juga tidak ada orangnya, Atharya kesal. Lagipula, orang-orang ada dimana sih? Kenapa hanya ada dirinya disini?
Tepukan di pundaknya membuat Atharya spontan memegang tangan itu dan membanting orang yang memegang pundaknya. Terdengar rintihan keluar dari bibir sang korban.
"Sakit, Thar!" pekiknya setelah Atharya melepaskan tangannya yang mengunci tubuh orang itu.
"Kairo?" tanya Atharya saat melihat wajah sang korban yang ternyata adalah sahabat Atharya satu-satunya dulu.
"Iya, siapa lagi? gue panggil-panggil juga lo nggak nyaut," sungut Kairo, anak laki-laki yang memiliki tinggi yang sama dengannya.
"Lo kok bisa disini? lo kan udah mati," tanya Atharya lagi, tidak menghiraukan gerutuan Kairo yang menyumpah serapahi Atharya.
Atharya tidak salah, Kairo memang sudah mati dan Atharya melihat dengan mata kepalanya sendiri keadaan Kairo saat itu.
"Ah iya, gue kemarin ketemu sama orang yang mirip banget sama lo, Thar!" celetuk Kairo tiba-tiba.
"Tapi mata dia warnanya coklat, Lo pake softlens?" lanjutnya.
"Liat dia dimana?" Atharya penasaran.
"Di lantai ini, gue juga panggil dia pake nama lo, tapi dia cuma senyum terus bilang kalo dia bukan Athar. Oh iya! Namanya Auriga!"
Kairo melanjutkan bicaranya, sedangkan Atharya terdiam karena ia sudah menduga siapa yang dimaksud Kairo.
Apa orang-orang yang sudah mati bisa bertemu di dunia mereka kembali? Kalau iya, Atharya ingin bertemu Mamanya dan juga kakaknya.
Tapi Atharya juga tidak bisa meninggalkan Sadewa dan Gail sendirian disana, walaupun ia benar-benar ingin bertemu dengan Sandra.
"Hai, Atharya," sapa seseorang yang tengah berdiri di depan Atharya dan juga Kairo. Benar apa yang dikatakan Kairo, dia benar-benar mirip dengannya. Auriga.
"L-lo.. Au— " Atharya tidak bisa melanjutkan ucapannya karena terlalu kaget.
Senyuman yang begitu teduh tersampir di bibir Auriga. "Auriga," ujarnya.
Atharya tersentak lalu memundurkan badannya beberapa langkah dari Kairo dan Auriga, Kairo menatap Atharya dengan tatapan heran.
"Nggak! Nggak! Ini nggak nyata kan?!"
Atharya mendudukkan badannya di lantai yang dingin dan menatap mereka berdua tak percaya.
"Lo kenapa kaya orang gila gini?" tanya Kairo dengan raut wajah bingung, berbeda dengan Auriga yang masih dengan senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUSENDSASSA [COMPLETED]
Random"Atharya, ayo pacaran!" "Boleh," balas Atharya seraya menatap lurus ke arah cewek di depannya itu dengan senyuman tipis. "Hah?" "Tapi ada satu syarat," ujar Atharya. "Apa?" tanya cewek itu dengan tatapan bingung. "Nggak ada kata putus."