Masih di tempat yang sama, Atharya memandangi benda pipih yang besar itu tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun ke arah lain.
Video yang tengah laki-laki itu lihat adalah sebuah video berisi potongan-potongan rekaman dari orang tuanya menikah hingga Mamanya melahirkannya dan saudara kembarnya.
Sesuai dengan judul video itu, "The Most Beautiful Day".
Atharya sesekali ikut tersenyum dan tertawa melihat interaksi Papa dan Mama nya yang terkadang terlihat lucu dan menyenangkan.
Hingga tiba di sebuah rekaman saat bulan ke tujuh kehamilan Mamanya, disana terlihat sang Mama tengah mengelus perut besarnya dengan raut wajah sendu.
"Sayang."
Sebuah suara yang Atharya tebak adalah suara Sadewa yang berada di balik kemera karena setelah suara itu terdengar, Sandra menatap ke arah kamera atau lebih tepatnya Sadewa.
Kamera itu bergoyang, seperti diletakkan pada sebuah tempat dan sedikit bergeser hingga terlihat Sandra berada di tengah-tengah pada rekaman itu.
Tak lama setelahnya, Sadewa terlihat datang dari belakang kamera dan menghampiri Sandra. Pria itu berlutut di depan Sandra dan mengecup perutnya, lalu mengusapnya dengan lembut.
"Papa tunggu kedatangan kalian, anak-anak."
Tangan Sandra terangkat untuk mengusap surai Sadewa yang tengah memandangi perutnya, wanita itu tersenyum, tetapi Atharya bisa melihat ekspresi itu bukan ekspresi bahagia, tetapi kesedihan.
"Aku udah punya nama untuk mereka, Sayang."
Sadewa mendongak, menatap kedua netra wanitanya.
"Aku ingin nama anak pertama kita dinamai Auriga Mateo Dewananda dan anak kedua kita, Atharya Mazio Dewananda. Nama yang bagus, kan?"
"Iya."
"Sayang, pada hari itu kamu harus memilih mereka daripada aku."
Atharya yang mendengar itu sontak mengernyitkan keningnya, entah kenapa hatinya berdenyut nyeri saat mendengarnya.
Setelah itu, rekamannya berganti pada hari dimana ia dilahirkan. Disana, Atharya melihat Sadewa yang menggenggam erat tangan Sandra yang tengah terbaring di brankar rumah sakit.
Tiba-tiba kamera bergerak dan memperlihatkan Belleza yang memandangi Sadewa dan Sandra dengan senyuman di wajahnya.
"I'm gonna be grandma!" katanya.
Video itu berganti lagi, kini memperlihatkan sebuah rekaman dimana Sandra tengah menggendong dua bayi di kedua tangannya.
"Aku yang mana, Pa?" tanya Atharya karena kedua bayi itu sangat mirip.
"Kanan," balas Sadewa.
Atharya menganggukkan kepalanya, setelah dilihat lebih jelas. Bayi yang ada di sisi kiri terlihat pucat, hal itu membuat Atharya langsung teringat jika saudara kembarnya itu terlahir dengan jantung lemah.
"Papa nangis?" tanya Atharya begitu melihat ke arah Sadewa dan melihat mata pria itu yang memerah.
"Kehilangan orang yang kita cintai itu sakit, Thar. Bohong kalo Papa nggak kangen Mama kamu," balas Sadewa seraya tersenyum kecil.
Atharya tentu tahu Papanya itu sebenarnya ingin menangis, tetapi ditahan karena ada ia didepannya. Papa pernah kehilangan dua orang yang ia cintai di hari yang sama, Atharya tidak bisa membayangkan seberapa hancurnya Sadewa saat itu.
Tubuhnya secara spontan memeluk Papanya erat, Atharya hanya ingin menguatkan sang Papa, memberitahunya jika masih ada dirinya yang menemani pria itu.
Sadewa tersenyum simpul, tangannya terangkat untuk mengusap surai halus Atharya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUSENDSASSA [COMPLETED]
Acak"Atharya, ayo pacaran!" "Boleh," balas Atharya seraya menatap lurus ke arah cewek di depannya itu dengan senyuman tipis. "Hah?" "Tapi ada satu syarat," ujar Atharya. "Apa?" tanya cewek itu dengan tatapan bingung. "Nggak ada kata putus."