"Kamu kenapa diem aja daritadi?" tanya Atharya setelah teman-temannya pergi karena ada urusan masing-masing.
Yang tersisa di ruangan ini hanya Atharya, Karalyn dan Gail yang tengah bermain game menggunakan ipad yang anak itu bawa dari rumah.
"Nggak papa," balas Karalyn.
Atharya mengangguk-anggukan kepalanya saja sembari berpikir, laki-laki itu seperti merasa ada yang mengganjal di pikirannya saat melihat pacarnya itu.
Laki-laki itu turun dari brankar, berjalan menuju Karalyn. Sesampainya di sebelah Karalyn, ia langsung menaruh kepalanya di atas pangkuan gadis itu.
"Ih, Athar! kamu ngapain kesini?" tanya Karalyn yang sedikit terkejut dengan Atharya yang tiba-tiba sudah berada di sebelahnya.
"Abisnya Kara cuekin aku," cibir Atharya.
"Putus, yuk?" kata Karalyn tiba-tiba setelah beberapa detik suasananya hening.
Atharya spontan mendongak, menatap Karalyn dengan ekspresi terkejut.
"Kenapa?" tanya Atharya.
Mendapati pacarnya tidak menjawab, Atharya mulai menebak-nebak alasan Karalyn memintanya untuk putus. Laki-laki itu tidak mengerti karena ia merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa.
"Kara nggak suka sifat Athar yang manja, ya?" tanya Atharya.
"Apa Kara capek ngingetin Athar biar nggak berantem terus?" tanyanya lagi.
"Athar salah apa?" imbuhnya lagi.
Mata laki-laki itu sudah mulai berkaca-kaca karena Karalyn tidak mengeluarkan suara sepatah katapun, Atharya tidak tahu kenapa rasanya sakit saat Karalyn tiba-tiba memintanya putus.
"Nggak mau putus," kata Atharya lirih, ia membenamkan wajahnya di perut Karalyn dan mulai terisak.
"Apa karna Ferran buat Athar luka terus Kara minta putus?" tanya Atharya disela-sela isak tangisnya.
"Yang salah Ferran, bukan Kara."
"Karaaa jangan diem aja," katanya lagi karena Karalyn tak kunjung membuka suara.
"Nggak boleh minta putus, Athar nggak mau."
Tangisan Atharya semakin kencang saat Karalyn sama sekali tidak meresponnya. Sampai akhirnya suara pintu terbuka dan Sadewa masuk ke dalam ruangan itu.
Pria yang hampir berkepala empat itu terlihat bingung saat kedatangannya disambut suara tangisan dari putranya, ini pertamakalinya ia mendengar Atharya menangis hingga sekeras ini setelah sekalian lama.
Sedangkan Karalyn hanya tersenyum canggung. Gadis itu sedikit terkejut saat tiba-tiba Sadewa membuka pintu ruangannya.
"Kenapa dia?" tanya Sadewa yang kini duduk di single sofa seraya menatap Atharya yang masih memeluk Karalyn sejenak sebelum menatap Karalyn.
"Aku minta putus, Om."
Sadewa mengangkat tangannya, memijit pelipisnya yang tiba-tiba saja berdenyut. Pria itu tidak menyangka Atharya akan menangis sampai seperti ini ketika Karalyn memintanya putus.
Pria itu menatap arlojinya, lalu kembali menatap Karalyn.
"Kamu mau pulang? sudah jam segini," tanya Sadewa yang dibalas anggukan oleh Karalyn.
Sadewa berdiri, ia mengerahkan semua tenaganya dan mulai menarik tubuh Atharya dari Karalyn. Tentunya tidak mudah karena Atharya memberontak tidak mau lepas.
"Lukamu belum sembuh, Son. Jangan melawan," ujar Sadewa saat Atharya berhasil dilepaskan dari Karalyn.
Karalyn langsung keluar dari kamar inap ini saat diberi kode oleh Sadewa, gadis itu tidak lupa untuk tersenyum sopan pada Sadewa sebelum pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUSENDSASSA [COMPLETED]
Random"Atharya, ayo pacaran!" "Boleh," balas Atharya seraya menatap lurus ke arah cewek di depannya itu dengan senyuman tipis. "Hah?" "Tapi ada satu syarat," ujar Atharya. "Apa?" tanya cewek itu dengan tatapan bingung. "Nggak ada kata putus."