"Oper sini woi!"
"Oper ke gue, woi!"
"Woi, denger nggak lo?!"
"Oper ke sini, bangsat!"
Makian dan umpatan keluar dari bibir Gerald karena ia tak juga mendapat giliran menendang bola, kelasnya lagi jamkos jadi Gerald dan Adam memutuskan untuk keluar kelas dan mendapati kelas Atharya sedang olahraga di lapangan indoor.
Gerald ikut bermain bola, sedangkan Adam hanya tiduran di tribun. Sesekali Adam mendengus kesal karena teriakan Gerald yang terus-terusan meminta oper.
"Sok-sok an main padahal nggak bisa," ucap Adam yang kini duduk mengamati kegiatan yang anak-anak kelas X IPS 1 lakukan.
Terlihat Lala, sang adik sedang bergosip dengan teman ceweknya. Adam mendengus sebal, ia bisa menebak kalau pembahasan mereka tidak jauh dari kata "cogan".
Lalu matanya beralih ke arah Atharya yang sedang duduk sambil minum air putih, matanya menatap ke arah depan yang dimana para cowok bermain bola. Tapi Adam bisa melihat tatapan Atharya terlihat kosong, seperti sedang banyak pikiran.
Memang semenjak kejadian Gail melihat kondisi anak yang di tolong Gerald, Atharya jadi sering gelisah memikirkan Gail. Entahlah, Adam tidak begitu paham masalahnya.
Keadaan anak yang di tolong Gerald, anak itu sudah sembuh. Hanya saja masih butuh istiharat yang teratur agar tubuhnya bisa lekas pulih dengan cepat, yang lebih mengejutkan lagi ternyata anak yang di tolong Gerald itu satu angkatan dengan Atharya.
Mereka tentu sangat terkejut karena badan anak itu lebih kecil dan pendek dari Atharya yang lebih muda darinya, apalagi wajahnya tergolong imut untuk anak seumurannya. Itu membuat Gerald mengira kalau yang ia tolong masih anak SD tingkatan akhir.
Minggu lalu anak itu sudah boleh pulang setelah lebih dari sebulan mendekam di rumah sakit. Tidak ada satupun keluarganya yang menjenguk, karena katanya ia tinggal sendiri di sini. Ia berterima kasih ke Gerald dkk karena sudah menjaganya selama ia di rumah sakit. Hanya Atharya yang tidak ada disana, karena Atharya hanya datang sekali dan belum melihat kondisi anak itu. Keadaan Gail lebih penting saat itu.
Lalu matanya tiba-tiba mendapati bocah yang selalu ia temui di rumah sakit, siapa lagi kalau bukan Gail. Iya, dia datang ke sekolah dengan style yang kalau menurut Gerald keren. Ala-ala badboy.
Gail tidak sendiri, ada Sadewa di belakangnya. Dalam hitungan detik semua mata tertuju ke arah Gail, karena teriakannya yang memanggil Atharya. Bocah itu selalu berteriak memanggil Atharya dengan lari kecilnya, kebiasaan.
Adam akhirnya turun karena Gerald memanggilnya. Mereka kembali ke kelas karena guru yang mengajar mencari mereka, waktu jamkos sudah habis.
"Adeknya Athar? Gue kira dia anak tunggal," celetuk Tia.
"Dia emang anak tunggal," ucap Lala.
"Terus itu siapa? ponakan?" tanya Adinda, yang membuat Lala menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu.
"Atharya abang-able banget njir! Gue kan jadi pengen punya abang," kata Tia yang masih melihat interaksi Atharya dan Gail.
"Percaya sama gue, punya abang itu nggak enak!" sahut Lala.
"Lo punya modelan abang kayak kak Adam gue percaya La kalo nggak enak. Tapi kalo modelannya kayak Athar, gue yakin enak banget!" komentar Tia yang tak mau kalah.
Di ujung, dimana Atharya duduk dengan Gail. Sadewa sudah pergi, ia menunggu di ruang yang di sebut basecamp. Memang tadinya Sadewa sudah di sana dengan Gail yang main dengan Alex yang bolos mapel fisika.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUSENDSASSA [COMPLETED]
Random"Atharya, ayo pacaran!" "Boleh," balas Atharya seraya menatap lurus ke arah cewek di depannya itu dengan senyuman tipis. "Hah?" "Tapi ada satu syarat," ujar Atharya. "Apa?" tanya cewek itu dengan tatapan bingung. "Nggak ada kata putus."