Beberapa bulan kemudian.
Hari demi hari berlalu dan sudah tepat enam bulan sejak laki-laki itu pergi meninggalkan rumahnya. Ia merindukan tempat itu meskipun beberapa kali masih terbesit perasaan gelisah saat mengingat kejadian yang tidak diinginkan.
"Mazio, waktunya makan malam!"
Suara teriakan dari dalam rumah membuat laki-laki itu spontan menoleh ke belakang, disana sudah ada wanita paruh baya yang melihat ke arahnya dari jendela rumah yang terbuka lebar.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, laki-laki yang dipanggil Mazio itu masuk ke dalam rumah dengan membawa beberapa buah yang ia ambil dari hutan belakang rumah.
"Lagi? lihat, sudah berapa banyak buah yang kamu ambil dari hutan. Apa tidak kasihan dengan hewan-hewan yang merasa kehilangan karena makanan mereka kamu ambil, Mazio?" omel sang Nenek dengan kedua tangannya yang berkacak pinggang.
Sang Kakek menyahut. "Biarkan dia mengeksplore hutan, Bell."
"Lama-lama cucuku menjadi Tarzan kalau bermain di hutan setiap hari," balas wanita paruh baya itu dengan raut wajah sengit.
Namun raut wajahnya berubah menjadi hangat saat menatap cucunya.
"Bersihkan dirimu, lalu kita makan malam."
Laki-laki yang dipanggil Mazio itu hanya mengangguk, lalu pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri.
Wanita paruh baya yang dipanggil Bell atau Belleza itu menatap punggung cucunya dengan raut wajah yang tak terbaca.
"Aku merindukan cucuku yang ceria, Aryo."
Aryo yang mendengar itu sontak menatap istrinya. "Ssttt, nanti dia dengar. Kamu kamu melihatnya menangis karena ucapanmu itu, hm?"
Belleza menggelengkan kepalanya.
Tak lama kemudian, Atharya kembali ke ruang makan. Disana sudah tersedia beberapa menu makanan kesukaan laki-laki itu.
Besok laki-laki itu akan pulang ke rumah, makanya Belleza memasak banyak makanan kesukaannya dan ia akan merindukan masakan Nonna nya itu saat ia sudah di sana nanti.
Selama enam bulan berada di sini, Atharya sama sekali tidak belajar. Laki-laki itu hanya melakukan hobinya, bermain basket, melukis, mengeksplore hutan dan sesekali mengelilingi desa saat teman-temannya datang berkunjung.
Teman-temannya datang satu bulan sekali, itupun hanya dua sampai tiga hari. Tapi bulan ke empat dan lima kemarin mereka tidak datang karena sekarang teman-temannya itu sudah kelas akhir dan tentunya tugas sekolah semakin banyak.
"Mazio," panggil Belleza seraya mengetuk pintu kamar Atharya dan masuk ke dalam setelah laki-laki itu menyuruhnya masuk.
"Sudah selesai?" tanya Belleza yang melihat Atharya membereskan alat-alat lukisnya.
Laki-laki itu mengangguk.
Belleza menyuruh Atharya untuk duduk di sebelahnya, wanita paruh baya itu memberikan usapan lembut pada surai Atharya sembari melihat lukisan laki-laki itu yang baru saja selesai.
Jika dihitung, sudah ratusan lukisan yang ia buat selama enam bulan ini karena Atharya hampir melukis setiap harinya.
Beberapa lukisan ada yang dibeli oleh teman Aryo saat laki-laki itu hendak memindahkan hasil lukisannya di tempat penyimpanan karena kamarnya sudah penuh.
"Lukisanmu selalu terlihat hidup," ujar Belleza.
"Ayo tidur, kamu tidak boleh begadang," tuturnya pada Atharya yang masih menatap hasil lukisannya dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUSENDSASSA [COMPLETED]
De Todo"Atharya, ayo pacaran!" "Boleh," balas Atharya seraya menatap lurus ke arah cewek di depannya itu dengan senyuman tipis. "Hah?" "Tapi ada satu syarat," ujar Atharya. "Apa?" tanya cewek itu dengan tatapan bingung. "Nggak ada kata putus."