Semenjak hari itu, setiap Sadewa pulang dari kantornya, pria itu selalu mengajak Atharya untuk jalan-jalan sore menggunakan motor.
Pada awalnya memang hanya mengelilingi perumahan, namun lama-lama Sadewa mengajak Atharya untuk pergi keluar dari perumahan.
Setelah berminggu-minggu lamanya, akhirnya Atharya bisa beradaptasi lagi menggunakan motornya tanpa perlu dipaksa Sadewa.
Sekarang laki-laki itu tengah duduk di atas motornya, menunggu Sadewa yang baru saja memasuki supermarket.
Atharya tersenyum senang dari balik helm nya, sekarang tidak ada lagi rasa takut ketika ia melihat atau mendengar suara kendaraan beroda dua itu.
"Mungkin kalo nggak ada Papa, nggak tau lagi gue bakal gimana," gumam Atharya tanpa sadar.
Tak lama kemudian, Sadewa kembali dengan kantong kresek berukuran sedang. Pria berkepala empat itu mengambil sesuatu dari kresek itu dan memberikannya pada Atharya.
"Tumben?" tanya Atharya seraya menerima ice cream yang diberikan oleh Sadewa itu.
"Sesekali, Papa lupa kapan terakhir kali beliin kamu ice cream," balas Sadewa.
Atharya mengangguk, laki-laki itu masih mengingat kapan terakhir kali Sadewa membelikannya ice cream. Saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar.
"SD, Pa. Habis itu Athar beli sendiri," ujar Atharya.
Sadewa tertawa. Pria itu mengingatnya sekarang.
"Yang kamu bayarnya mau pake school card itu, kan?" tebak Sadewa yang membuat Atharya mendengus sebal.
"Athar mana tau kalo diluar bayarnya pake cash, kan Papa yang selalu bayarin," tukas Atharya yang membuat tawa Sadewa semakin keras.
"Paaaa," protes Atharya seraya menendang pelan motor Sadewa.
Kejadian itu adalah hal yang paling memalukan untuk Atharya.
Waktu itu ia baru saja naik ke kelas enam, saat pulang dari sekolah, Atharya menunggu jemputan di halte depan sekolahnya.
Atharya saat itu bosan karena ia tidak memiliki teman yang bisa ia ajak bicara, Kairo saat itu tidak berangkat karena sakit dan Auris entah kemana.
Saat ia melihat kendaraan yang berlalu lalang, matanya tak sengaja melihat mobil penjual ice cream yang berada tak jauh darinya.
Tanpa berpikir lama, Atharya kecil langsung menghampiri penjual ice cream itu.
"Mau beli ice cream yang mana, Dek?" tanya penjual ice cream itu pada Atharya yang tengah melihat-lihat varian ice cream nya.
"Yang ini berapa?" tanya Atharya, tangan kecilnya menunjuk salah satu varian ice cream.
"Lima belas ribu," balas penjual ice cream itu.
Atharya mengeluarkan school card yang biasa ia gunakan untuk membeli makanan dan barang di sekolah itu kepada penjual ice cream nya.
"Pake ini bisa, nggak?" tanya Atharya yang tentunya disambut tawa oleh penjual itu.
"Ya nggak bisa lah, Dek. Ini kan di luar sekolah," balas penjual itu yang berhasil membuat wajah Atharya murung.
"Gimana kalo nunggu orang tua kamu dulu, baru beli?" bujuk penjual ice cream itu yang tak tega melihat raut wajah Atharya yang murung.
Atharya mengangguk. Lantas anak itu menunggu jemputannya datang sembari duduk di pinggir tembok sekolahnya dengan memainkan kerikil yang ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUSENDSASSA [COMPLETED]
Aléatoire"Atharya, ayo pacaran!" "Boleh," balas Atharya seraya menatap lurus ke arah cewek di depannya itu dengan senyuman tipis. "Hah?" "Tapi ada satu syarat," ujar Atharya. "Apa?" tanya cewek itu dengan tatapan bingung. "Nggak ada kata putus."