Bab 5-Diikuti

371 47 2
                                    

Happy Reading❤️

Daizy yang masih diliputi rasa bingung, mencoba untuk mencari jawaban dari yang lain. Namun, semua keluarga Aldafi hanya diam sambil terus mempertahankan ekspresi mereka, ekspresi yang seperti tidak tahu harus melakukan apa pada situasi saat ini.

Daizy beralih menatap Aldafi yang masih setia meniupi tangannya, lalu ia membalas genggaman tangan Aldafi. Aldafi melihat ke arah Daizy yang sedang tersenyum ke arahnya.

“Udah enggak sakit kok,” ujar Daizy.

"Maaf," cicit Aldafi pelan, sangat pelan dan suaranya terdengar penuh rasa penyesalan.

"Ekhem, di sini masih ada orang loh," ujar Anya menyindir.

"Eh, iya maaf. Aku Daizy, salam kenal ya," Daizy buru-buru membalas jabatan tangan Anya dan menyapanya dengan ramah. Seperti biasa, ia takut menyinggung perasaan orang lain.

Mereka berjabat tangan cukup lama. Aldafi melihat jabatan tangan mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Seperti... gelisah, khawatir, atau mungkin takut?

Tanpa aba-aba Aldafi menarik tangan Daizy yang masih tertaut dengan tangan Anya. Aldafi membawa Daizy keluar dari rumahnya.

Daizy yang masih terkejut dengan sikap spontan Aldafi hanya bisa mengikuti langkahnya saja. Tidak seperti biasa Aldafi berbuat seperti ini.

"Daizy," Aldafi memegang kedua pundak Daizy, ia menatap mata Daizy dalam.

"Kenapa, ada apa?" tanya Daizy yang kini berubah menjadi khawatir.

"Maaf," Aldafi melepas pegangannya dari pundak Daizy, lalu ia mengalihkan pandangannya dari Daizy, "Kamu pulang dulu, nanti aku jelasin."

Aldafi tahu jika banyak sekali pertanyaan di kepala Daizy, tapi saat ini bukan saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya.

"Kenapa enggak sekarang aja?"

"Maaf," hanya kata itu yang keluar dari mulut Aldafi. Ia pun berlalu setelah mengatakannya.

Aldafi menutup pintu rumahnya membuat hati Daizy menjadi sakit. Ia seperti telah dicampakkan.

"Haaaaah," Daizy mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak turun, "Enggak papa Daizy, Dafi pasti lagi butuh waktu. Dia pasti bakal jelasin nanti."

🍁🍁🍁

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan dan Daizy masih setia berdiri di balkon kamarnya, menatap ruangan gelap di seberang sana. Itu adalah kamar Aldafi.

Sudah seharian Daizy berusaha untuk sabar menunggu Aldafi menjelaskan masalah tadi pagi. Tapi, penantiannya seperti tidak ada ujungnya.

Daizy sudah mengirimkan beberapa pesan dan juga menelepon Aldafi, namun handphone Aldafi sepertinya mati.

"Apa aku dateng ke rumahnya aja ya?"

Tiba-tiba Daizy mengingat kejadian saat Aldafi menutup pintu rumahnya. Hatinya kembali berdenyut sakit.

"Kayaknya itu pilihan bodoh," Daizy menjawab pertanyaannya sendiri.

Tok tok

Daizy menoleh ke belakang saat mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya.

"Daizy, ibu mau pergi ke supermarket dulu," ujar Ika di balik pintu.

Daizy segera masuk dan menutup pintu balkonnya. Ia keluar dari kamar dan buru-buru mengejar ibunya.

My Cold Neighbor 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang