FlashBack

765 16 4
                                    

"Sya..."

Aku menoleh ke arah suara yang memanggilku. Dan ku dapatkan sosok Karina sedang berdiri beberapa meter dari ambang pintu kamar ini.

Aku menatapnya nanar, penuh dengan peluh air mata. Tapi Karina tidak segera menghampiriku, tatapannya malah menggiring tatapanku kearah sosok yang sedang berdiri kaku di depan pintu dengan tatapan intens yang dalam dan nanar sedang melihat ku yang menangisi kepergian seseorang yang dia ketahui hanya sebagai teman ku.

"Kiyan..." panggilku dengan lirih.

Aku berusaha berdiri tapi tanpa sadar aku masih memeluk sehelai kaos putih milik Dipta. Aku menghadap Kiyan, kami masih berjarak dan dipisahkan dengan batas pintu kamar yang terbuka lebar. Sedangkan Karina hanya berdiri diantara aku dan Dipta. Karina hanya menatapku dengan tatapan penuh arti. Sepertinya dia mengetahui apa yang saat ini sedang aku rasakan dan apa yang sedang Kiyan pikirkan.

Perlahan aku melangkah mendekati Kiyan dan ketika aku benar-benar ada dihadapannya, membalas tatapannya yang intens dan dalam, lagi-lagi aku menyebut namanya.

"Kiyan..." ucapku semakin lirih.

Dia tidak merespon apapun, dia hanya melihat cukup lama kaos putih milik Dipta yang kugenggam erat.

Aku menyadari arah matanya, spontan aku menggeser tanganku yang memegang kaos Dipta ke balik pinggangku. Melihat reaksiku, Kiyan kembali menatapku, dan kulihat rahangnya agak mengeras, wajahnya memerah dan matanya mulai berair.

Melihatnya seperti itu, tangan kiriku berusaha meraih tangannya yang kulihat sekilas agak bergetar.
Tapi tanpa aku duga, dia melepasnya walaupun masih dengan volume yang halus.

"Aku ikut berduka atas meninggalnya Dipta. Tapi...
Sepertinya aku mengerti dan aku baru paham kalau kamu menangis seperti ini bukanlah rasa yang biasa..." ucapnya sambil sedikit mundur dan berbalik badan lalu melangkah.

"Kiyan..." panggilku sedikit mengejarnya, namun dia berhenti melangkah lalu menoleh ke arahku.

"Kamu selesaikan aja dulu apa yang kamu rasakan saat ini, dan biarkan aku meredam emosiku.
Kamu boleh pulang besok pagi, setelah yang kamu rasakan membaik, begitu juga dengan emosiku yang kuharap menjadi stabil kembali..." ucap Kiyan kembali berbalik badan dan benar-benar melangkah meninggalkan aku di apartemen ini.

Setelah pintu tertutup kembali dan Kiyan benar-benar pergi, Karina langsung menghampiriku dan memelukku erat.
Aku kembali menangis dipelukkannya, lalu aku terjatuh duduk dilantai karena rasanya kakiku tidak sanggup lagi menahan tubuhku yang mulai tidak bertenaga.

"Sya..." panggil Karina ketika mendapatiku terduduk lemas dan menangis dengan histeris.

Aku merasakan Yoga juga memelukku yang masih ada dalam pelukan Karina, sedangkan kurasakan Bragi menggenggam tanganku yang masih memegang erat kaos Dipta.

FlashBack Off

Setelah dua minggu aku masih merasakan duka ditinggal Dipta, bahkan aku juga tetap menyimpan kaos Dipta yang kutemui di kamar Dipta dua minggu lalu dan yang aku yakini kaos itu adalah kaos terakhir yang Dipta pakai sebelum dia meninggalkan kamar apartemennya, karena kaos putih itu sampai detik ini masih menyimpan harum maskulinnya tubuh Dipta. Kaos itu aku simpan dalam kotak yang kubeli setelah hari ketiga aku berarah ke rumah ibunya Dipta karena ada pengajian tiga hari meninggalnya Dipta.

Dan saat ini aku tinggal di apartemennya Karina.
Ya aku terpisah tempat tinggal dengan Kiyan setelah hari ketiga Dipta meninggal.
Kiyan tetap tinggal bersama anak-anak di rumah yang kami tempati dari awal menikah, sedangkan aku tinggal di apartemen Karina.

Semenjak kejadian dua minggu lalu, hubungan ku dan Kiyan tidak baik-baik saja. Kiyan mengetahui semua yang terjadi antara aku dan Dipta selama satu tahun kemarin sampai akhirnya Dipta meninggal.

PEMERAN UTAMA : CONTINUE LURUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang