Kejujuran

111 6 0
                                    

Aku sedang bersama mamah Winda mau makan siang bareng di luar.
Hari ini aku memang ke rumah mamah dan langsung mengajak makan siang di luar sambil pengen belanja-belanja.
Dan kita saat ini sedang ada disalah satu resto di Puri Indah Mall.

"Jadi kemaren kamu ke rumah mamah Erina?" Tanya mamah sambil mulai memakan makanannya.

"Iya mah..." jawabku yang juga sambil memakan makananku.

"Anak-anak gimana ?"

"Mereka lagi tidur jadi ya nggak tau juga pas aku dateng..."

"Kiyan ada?"

"Ada...aku pulang dianter dia ko, sebelumnya aku sama Kiyan makan malem bareng dulu, kan mobilku juga disana..."

"Ko bisa?"

"Iya soalnya kan pas makan malem itu langsung dari rumah mamah Erina pakai mobilku. Nah pas pulang Kiyan anterin aku pulang dulu, tadinya dia pulang mau naik taxi online dari rumah, tapi akhirnya aku suruh bawa aja mobilku, nanti pas anak-anak mau pulang tinggal aku jemput sambil ngambil mobil..."

"Oh gituu...
Tapi Kiyan baik-baik aja?"

"Mm iya baik2 aja mah..."

"Kamu gimana?"

"Gimana apanya mah?"

"Ya kamu gimana?
Kamu masih menyesali perpisahan kamu dengan Kiyan?"

"Mmm nyeselin sih nggak mah..
Tapi ya sedih berkepanjangan ada...
Kita terlalu emosi menyikapinya, sampai akhirnya kita merasa nggak ada solusi lain selain berpisah..."

"Ya mamah selama ini, nggak pernah mau tau jelas apa permasalahannya sampai kalian benar2 memutuskan untuk bercerai.
Karena selama ini yang mamah lihat hubungan kalian baik-baik saja.
Mamah melihat Kiyan sangat baik memperlakukan kamu dan anak-anak.
Dan mamah juga melihat kamu bahagia.
Tapi sampe sekarang jujur mamah seperti masih nggak percaya kalian tiba-tiba bercerai....
Dan Kiyan terkadang aja masih menyempatkan waktu menelepon mamah menanyakan kabar...
Mamah kira kalian hanya perlu waktu untuk saling lebih memahami..."

"Mmm menurut mamah apakah masih ada harapan untuk aku sama Kiyan?"

"Mm menurut kamu?
Kamu sendiri gimana sama hati kamu?
Kalau memang kamu ingin, apa kamu bisa mendapatkannya kembali, memperbaiki semuanya..."

Tiba-tiba aku mengeluarkan setetes air mata. Aku tidak bisa menahannya lagi ketika mendengar ucapan mamah.

Mamah melihatku meneteskan air mata langsung terdiam dan menatap lekat kearahku.

"Kalau kamu merasa kamu bisa cerita sama mamah. Kamu ceritain...
Kamu udah kenal mamah banget, mamah tidak pernah menghakimi apapun kan...
Agar kamu bisa merasa lebih baik.
Kalau memang ini ada kesalahan kamu, apa kesalahannya sampai Kiyan memutuskan berpisah.
Tapi kalau itu kesalahan Kiyan, kenapa sampai kamu tidak bisa memberinya kesempatan?"

"Ini salah aku mah..." aku sudah tidak bisa menutupinya dari mamah.

Aku sedikit terisak menangis kalau mengingat hal itu lagi.
Aku tau saat itu, semua kecuali mamah Winda menunjuk Kiyan yang salah karena sampai tega tidak memikirkan anak2 dan memilih bercerai.
Semua menyalahkannya.
Sampai mamah Erina tidak mau bicara dengan Kiyan selama dua bulan.
Mamah Erina merasa Kiyan menjadi sombong dan menuntut kesempurnaan dalam keluarga setelah mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan pekerjaan yang menjamin karirnya.

"Apa ini ada hubungannya dengan Dipta?" Tanya mamah membuatku terkejut.

"Iya?
Mamah selama ini tidak pernah menyalahkan Kiyan, karena mamah cukup mengenal Kiyan seperti apa terhadap kamu.
Mamah waktu itu diam2 sempat bertanya ke Kiyan, apakah ini kesalahan kamu, apa kamu telah bermain api di belakang Kiyan sampai Kiyan memutuskan bercerai.
Tapi Kiyan selalu mengakui semuanya adalah kesalahan dia sendiri yang tidak bisa menjadi kepala keluarga yang baik untuk kamu dan anak2 dan dia hanya bilang, dia ingin kalian bahagia tanpa harus memaksakan tetap bersama kalau kalian tidak bisa lagi satu tujuan...
Tapi mamah sanksi...
Mamah merasa ini tentang kamu, dan feeling mamah ada hubungannya dengan Dipta..."

Aku masih terdiam dan malah aku tidak bisa menghentikan tangisku.

"Mamah tidak akan menghakimi kamu, tapi tolong ceritakan sejujurnya kenapa tentang kalian..."

"Iya mah...iyaa ini salah aku...
Aku udah mengkhianati Kiyan...
Aku terbawa perasaanku yang dulu dengan Dipta. Dan..." aku merasa tidak sanggup melanjutkannya.

"Dan kamu...
Kamu menjalin hubungan dengan Dipta..."

"Iya mah, hampir 1 tahun itu berlangsung.
Dan Kiyan mengetahui itu semua ketika Dipta meninggal.
Kiyan menemukan aku di apartemennya Dipta dan saat itu aku sedang menangis sendirian di kamar Dipta sambil memeluk erat bajunya.
Dan saat itu, Kiyan telah melihatku sebegitu sedihnya kehilangan Dipta.
Ya akhirnya aku jujur dengan kesalahanku, dan Kiyan tidak bisa menerima semua itu, dia memafkan tapi dia tidak bisa melanjutkan hidup bersamaku mah...
Karena setiap melihatku dia melihat pengkhianatan yang aku lakukan..." ucapku sambil terus terisak menangis.

Tidak terdengar ucapan apapun dari mamahku. Sepertinya dia speechless mendengar ceritaku yang sesungguhnya, mungkin yang lebih membuat dia tidak bisa berucap apapun karena dugaannya selama ini ternyata benar.

Dan mungkin saja sebenarnya saat ini dia ingin memarahiku, ingin mengatakan segala kata karena kekecewaannya.
Tapi dia memang bukan orang seperti itu, dia selalu mengolah dan menyaring dulu segala emosinya dengan diam, baru akan dia sampaikan sesuai pemikiran paling baiknya.

"Jujur mamah kecewa. Kamu sudah merusak sendiri segala cita-cita kamu tentang keluarga kamu...
Kamu itu tidak bersyukur bisa mendapatkan laki-laki sebaik Kiyan.
Kamu malah memilih egois mengikuti nafsu kamu atas perasaan kamu yang sesat.
Dan bagaimana bisa kamu tega menyakiti Kiyan begitu juga anak2 hanya karena keegoisan kamu yang lebih memilih apa yang kamu rasakan dibandingkan apa yang seharusnya kamu lakukan..."

Aku tidak bisa mengatakan apapun. Sama hal nya pada saat berhadapan sama Kiyan. Aku tidak punya alasan apapun untuk pembelaan, karena akupun mengakui kalau aku memang salah dan aku akan menerima segala resikonya.

"Tapi kamu perlu tau, setiap kesalahan pasti ada konsekuensinya dan ada kesempatan untuk diperbaiki.
Sekarang kamu memang perlu memperbaiki diri kamu sendiri hanya untuk kamu dan karena memang kamu ingin berubah menjadi lebih baik.
Tunjukkan itu pada orang2 yang telah kamu sakiti. Sehingga mereka melihat kamu sudah kembali pantas untuk mereka beri kesempatan..." ucap mamah sambil menghabiskan kembali makanannya.

Sedangkan aku masih menyisakan tangis. Belum bisa maneruskan untuk makan atau bahkan sudah tidak bernafsu untuk menghabiskannya.

"Sudah. Sekarang waktunya kamu tidak menyesali semuanya. Tapi kamu bangkit dan berproses menjadi lebih baik. Tunjukkan kalau kamu memang bisa menjadi lebih baik dari diri kamu sebelumnya..." ucap mamah terakhir yang membuatku akhirnya berhenti menangis dan menyerapi semua kata2nya dan supportnya.

"Iya mah, maafin aku..."

"Ya sudah, apa yang perlu dilakuin lagi selain melangkah menjalani kehidupan baru dengan pribadi yang lebih baik..."

Aku mengangguk dan hanya bisa meminum minuman es teh lecy milikku.

PEMERAN UTAMA : CONTINUE LURUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang