Karina Pov
Bragi berjalan cepat dengan ekspresi yang penuh dengan emosi, aku yang menatapnya semakin menangis. Sedangkan Rama malah dengan tenang hanya menatap Bragi.
Tepat di dekat kami, Bragi langsung melempar selimut kearahku lalu menarik Rama bangun dari tempat tidur.
Rama hanya menatapnya tanpa rasa malu dengan kondisi dia yang telanjang.
"Santai bro...
Gw lagi menikmati reuni sama mantan gw..."
Bugh...
Bragi langsung menghantam wajah Rama dengan pukulannya. Rama tersungkur kebawah, Bragi langsung mengunci tubuh Rama dan memukulnya dengan membabi buta.
Aku hanya bisa teriak histeris. Aku turun dari kasur dan mendekati Bragi. Aku memeluknya untuk menghentikan aksinya.
Aku takut Bragi membunuhnya.
"Sayang...sayang...please...stop...
Please...."
Bragi menoleh dan menatapku. Disaat itu aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Lapor polisi..." ucapnya, dan aku hanya mengangguk.
"Sakit..." ucapku lirih dan terjatuh ke lantai.
Bragi segera melepaskan Rama dan segera menggendongku keluar lalu membaringkan aku di sofa.
Aku hanya mendengar samar2 dia menelepon bagian security dan meminta untuk menghubungi polisi dan tim medis.
Setelahnya Bragi menghampiriku, melihatku terus menangis, Bragi memelukku.
"Maaf...maaf yank.." ucapku lirih.
Bragi tidak menjawab ucapanku. Dia hanya segera memakaikan aku dengan pakaian. Dan setelahnya dia hanya terus memelukku dengan erat.
Selang 10menit, security datang bersamaan tim medis yang tersedia di gedung apart ini.
"Ada apa ini pak?" Tanya salah satu security tersebut.
"Didalam sana ada seseorang yang baru saja saya pukuli karena dia sudah memperkosa calon istri saya. Dan dia adalah calon istri saya, dalam keadaan yang sangat buruk, kesakitan diarea intimnya. Dan sudah tidak bertenaga karena terlalu lama diperkosa oleh orang yang ada didalam kamar sana.
Saya minta periksa calon istri saya. Dan tolong urus laki2 yang ada di kamar itu..."
Mendengar pernyataan Bragi kedua security dan dua tim medis tersebut mengurus Rama yang tergeletak pingsan dengan muka penuh lebam dan mengeluarkan darah dari mulut, hidung dan pelipis matanya. Sedangkan 2 tim medis lainnya mengurus kondisiku ditemani oleh Bragi.
Sampai sekitar 15 menit kemudia dua polisi datang.
Ketika dua polisi itu datang Bragi langsung menjelaskan kronologi ketika dia baru sampai di apartemen ini sampai akhirnya aku hampir pingsan.
Setelahnya polisi itu menghampiriku.
"Malam mbak...
Maaf sebelumnya, apakah laporan dari calon suaminya sesuai dengan kejadian?"
Aku hanya mengangguk.
"Lalu apakah mbak sudah bisa dimintai keterangannya?"
Aku mengangguk lagi.
"Baiklah...kami terima keterangan mbak disini untuk sementara. Setelahnya kami mohon mbak bisa tetap datang ke kantor untuk memberikan keterangan lebih lanjut..." ucap salah satu polisi.
Dan setelahnya kedua polisi itu menanyai beberapa pertanyaan kepadaku.
Sedangkan aku sudah tidak tau kondisi Rama setelah itu.
Karena setelah aku selesai memberikan keterangan sementara. Polisi itu meminta Rama yang sudah mulai sadar didampingi tim medis untuk ikut polisi tersebut.
Bragi masih menemaniku dulu sampai menunggu datangnya Arisya.
Selang 30 menit dari kepergian polisi dan Rama. Aku melihat Arisya masuk dengan wajah panik dan langsung memelukku erat, akupun menangis histeris dipelukannya sambil menggosok2an seluruh tubuhku untuk menghilangkan jejak sentuhan Rama.
"Stop...stop Karina....
Udah sayang...
Udah..." Arisya berusaha menenangkan aku. Dan terus memelukku.
Disaat bersamaan Bragi mendapat tlp dari kepolisian.
"Arisy...gw titip Karina bentar ya...
Gw harus ke kantor polisi buat kasih keterangan laporan. Dan kalau nanti Karina dimintai keterangan tolong bantu ya..." ucap Bragi yang berlalu pergi tanpa berpamitan denganku.
Pikiranku jadi tambah kacau melihat reaksi Bragi seperti itu.
Apa Bragi sebenernya marah sama aku.
"Sya...Bragi nggak natap gw, Bragi nggak pamit sama gw...
Gw cuma mau Rama nggak ganggu gw lagi, makannya gw kasih dia masuk ke dalem sini. Gw cuma mau kita ngobrol baik2. Tapi gw nggak tau kalo Rama segitu syconya...
Gw juga jijik Sya disentuh dia kaya gini.
Dan mungkin Bragi tambah marah sama gw ketika tadi gw menceritakan kejadian gw diperkosa sama Rama..." aku menangis histeris di dalam pelukan Arisya.
"Bragi nggak pernah nyentuh gw Sya...
Sekali2nya dia nyentuh gw sebelum gw pacaran sama dia, itupun gw mabok Sya...dan setelah kejadian terakhir dia nolong gw, dan kita akhirnya jadian sampe tunangan sampe pernah tinggal bareng sementara di rumahnya. Lalu gw pindah kesini beberapa bulan lalu, dia tiap hari disini sama gw. Dia nggak pernah sama sekali nyentuh gw Sya...
Dan sekarang dia harus liat gw sama mata dia langsung, gw telanjang bareng sama mantan gw di kamar dalam kondisi gw dipeluk sama laki2 lain. Bahkan ketika gw menceritakan kejadian tadi ke polisi, dia sama sekali nggak mau natap gw. Gw juga liat beberapa kali dia ngusap mukanya dengan kasar untuk nahan emosinya, gw tau banget apa yang dia rasain apa yang dia pikirin..." ucapku sambil nangis histeris.
"Ssssttt gw percaya, Bragi ngerti kondisi lo. Buktinya dia langsung buat tlp polisi. Dia tau lo itu dilecehin sama Rama. Tapi mungkin dia butuh waktu untuk nerima full kondisinya kaya gini. Dia juga terlalu syok dan nggak nyangka cewe yang udah dia jaga semaksimal dia, ternyata harus disakitin lagi sama orang yang dia benci dari dulu..." ucap Arisya yang terus memelukku menenangkan kondisi aku saat ini.
Akhirnya Bragi menjemputku dan Arisya untuk ke kantor polisi.
Sampai di kantor polisi. Aku segera memberikan keterangan dari awal aku kenal Rama, berpacaran dengan Rama berapa lama, dan berpisah dengan Rama, sampai akhirnya ketemu lagi saat ini dan kejadian seperti ini.
Semua pertanyaan dari polisi aku jawab dengan apa adanya. Lalu keterangan akupun diterima karena stelahnya ada keterangan dari tim medis kalau memang ada memar di area intimku. Dan itu karena ada pemaksaan yang kasar. Tapi untuk bukti yang lebih valid masih harus menunggu tes visum selanjutnya.
Setelah hampir menjelang subuh. Aku, Arisya dan Bragi pulang kembali ke apartemen.
Selama diperjalanan, kami bertiga hanya diam.
Dan sampai di apartemenpun. Bragi langsung membereskan kondisi kamar, lalu dia menutup dan mengunci pintu itu.
Dia memindahkan beberapa barangku ke kamar satunya lagi. Lalu dia menyuruhku untuk istirahat di kamar ini.
Saat aku sedang berbaring, aku mendengar samar2 Arisya ngobrol dengan Bragi.
"Lo obrolin berdua. Lo jangan diem gini aja. Walaupun lo udah denger pernyataan2 dia tadi. Mungkin lo masih butuh penjelasan langsung dari Karina...
Kasian dia, dia udah syok ngalamin situasi tadi. Jangan lo tambahin karena lo marah, lo diemin dia begitu..."
"Gw cuma lagi nenangin diri gw Arisy...
Gw dari tadi udah berusaha melupakan apa yang gw liat di kamar itu. Tapi malah terus kebayang dimana gw ngeliat orang yang gw sayang tidur telanjang dan dipeluk sama laki2 lain. Walaupun gw liat saat itu dia lagi nangis...
Tapi semuanya nggak bisa ilang gitu aja..."
Setelah mendengar samar2 obrolan itu, aku membalikan badanku kearah tembok, menarik selimut menutupi seluruh tubuhku. Menangis membayangkan ada diposisinya.
'Malam bantu aku, untuk luluhkan dia.
Bintang bantu aku, untuk tenangkan dia.
Dari rasa cemburu dari rasa curiga.
Karena hati ini hanya tersimpan untuk kamu...
Tenangkan diri kamu, kamu terlalu jauh.
Aku nggak seburuk itu.
Semua perjuanganku dibelakangmu.
Semata karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu...
Percayalah padaku Bragi....'
Ucapku lirih dalam hati.Karina
Bragi
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMERAN UTAMA : CONTINUE LURUH
ChickLitPlease!!! Ini DEWASA!!! Kisah ku kembali. Arisya. Perpisahan ku dengan Dipta tidak seperti yang ku harapkan. Aku kehilangan dia untuk selamanya. Lalu aku melihat Kiyan, menatapku yang meratapi kepergian Dipta. Menangisi Dipta begitu dalam dan terpuk...