Setelah pulang sekolah, Atta memilih untuk singgah sejenak di makam Maminya, dia merindukan kehangatan wanita itu. Sangat!
Atta memang sudah mendapatkan kasih sayang yang tidak kalah besarnya dari Risa. Hanya saja dirinya belum bisa menerima semua kebaikan yang Mama tirinya kasih.Semua ini tidak sebanding dengan lukanya dimasa lalu, keegoisan Risa benar-benar berdampak seburuk ini untuk dirinya sendiri.
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya Atta sampai juga di sebuah TPU. Diparkirkannya motor yang dia kendarai sebelum turun menuju tempat peristirahatan Rea.
Atta melangkah, melewati jejeran gundukan batu nisan yang terlihat sudah lama. Hingga akhirnya pandangan Atta jatuh kesebuah makam bernamakan Rea Agustina. Yups Maminya.
Atta berjongkok, diletakkannya sebuah buket bunga mawar,yang sengaja dia beli waktu perjalanan kemari.
"Assalamualaikum Mami, Atta datang lagi" ujarnya dengan kekehan kecilnya.
Diusapnya pelan batu nisan itu, seperti sedang mengusap muka cantik Maminya. 3 tahun berlalu namun, Atta masih dengan jelas mengingat semua yang berkaitan dengan Rea.
Senyumnya, Pelukannya, kelembutannya, serta tatapan teduh yang selalu Rea beri saat menyambut kepulangan Atta.
"Mami, Mami apa kabar? Atta kangen. Nanti malam main ke mimpi Atta ya Mi," ujarnya penuh harap. Sejenak dia memejamkan kedua matanya, perasaan sesak sedang mendominasi sekarang.
Tanpa Atta sadari, dia mengepalkan kedua tangannya sembari meluapkan emosinya yang tidak pernah bisa dia luapkan.
Buat kali ini Atta berhasil untuk tidak membiarkan airmatanya menetes. Dia tidak ingin menangis didepan Rea. Hening beberapa saat sampai akhirnya suara Atta kembali terdengar.
"Mami, Mami udah ketemu sama Gaby belom Mi?" tanya Atta dengan kekehan kecilnya, dirinya merasa konyol.
"Dia gadis cantik yang berhasil ngambil hati Atta Mi, dan sekarang Gaby pasti lagi jadi member baru dialam sana."
"Mamikan senior, Atta titip Gaby ya Mi. Jangan bully dia. Jagain Gaby buat Atta ya. Hehhehe" cengirnya memamerkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi.
Atta menengadahkan mukanya, saat rintik hujan tiba-tiba turun tanpa memberi pertanda. Yang mau nggak mau harus membuat dirinya segera beranjak dari makam Maminya.
"Hujan Mi, Atta pamit pulang dulu ya. Besok Atta dateng lagi buat Mami. Assalamualaikum" sebelum sepenuhnya dia benar-benar pergi dari tempat itu, Atta membungkukkan tubuhnya sejenak. Diciumnya nisan Rea untuk beberapa detik. "Atta sanyang Mami" cetusnya dengan mata terpejam. Tanpa dirinya sadari Air mata Atta turun begitu saja. Luruh bersama air hujan
******
Atta memasuki rumahnya dengan keadaan basah kuyup. Kondisi hujan deras diluar tidak membuatnya berkeinginan untuk berteduh barang sejenak. Atta lebih memilih menerobos guyuran air hujan itu. Berharap tetesan air hujan dapat sedikit mendinginkan kepalanya.
Namun Atta salah. Yang ada kepala Atta justru terasa berat. Cowok itu melupakan fakta satu hal. Bahwa ketahanan daya tubuhnya tidak sekuat orang lain.
"Lemah banget sih! Kehujanan dikit tumbang" ringis Atta sambil memegangi kepalanya yang terasa semakin pening. Tas hitam masih setia dia gendong di belakang punggungnya. Dan bisa Atta jamin semua buku miliknya pasti basah kuyup, persis seperti keadaannya saat ini.
Atta berjalan tertatih menaiki tangga. Suara tawa dari ruang sebelah sama sekali tidak dia hiraukan. Keinginannya satu ingin segera sampai di kamarnya, untuk bersih-bersih dan mengistirahatkan diri. Hari ini terasa melelahkan dan terlalu menguras energi pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atarangi. {Selesai}
Teen Fiction⚠️ Harap follow ⚠️ Masih aman buat dibaca anak dibawah umur. ⚠️Belum revisi. Maaf typo masih bertebaran.. Atta menatap Papinya dengan tatapan remeh, lantas ia tersenyum hambar. "Jangan pernah menyepelekan air yang tenang Pi, yang tenang belum tentu...