Satu tahun berlalu, sekarang Atta dan kedua temannya sudah duduk dibangku kelas XI IPA 3, tidak banyak yang berubah dengan mereka. Hubungan Atta dengan kelurganya yang masih menjaga jarak. Shena yang masih memperjuangkan perasaannya untuk Zieldra, Serta Gea yang memutuskan untuk menyembunyikan perasaan yang dia punya untuk sahabatnya.Dan sampai detik ini Atta belum juga mengenalkan sosok Gea kepada Arsen dan Zieldra. Gea sendiri paham mengenai keputusan Atta, dan dia memaklumi akan hal itu.
Saat ini Atta tengah berada dikelasnya, dengan ponsel yang masih setia digenggamannya. Begitu pula dengan Arsen dan Zieldra. Sebentar lagi bel masuk berbunyi dan pembelajaran mungkin akan segeran dimulai jika gurunya tidak berhalangan hadir.
Suasana kelas juga terdengar ricuh, terlebih di pihak cewek yang tengah asik bergosip ria, hingga kehadiran seseorang tiba-tiba membuat Atta menatap Pemuda itu heran. "Mau apa lo kesini?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Lo ikut gue sekarang Ta," ujar Rafa tegas, seolah tanpa bantahan.
"Ini bentar lagi masuk woy, lo mau bawa gue kemana emang?"
"Udah nggak usah banyak nanya, lo ambil tas lo. Gue udah izin ke wali kelas lo."
Atta yang masih linglung hanya mengikuti langkah saudara tirinya. Zieldra dan Arsen hanya bisa saling berpandangan. "Mau kemana itu anak?"
"Gatau, ada urusan keluarga paling." celetuk Arsen dan kembali terfokus dengan poselnya.
Setelah memakan waktu beberapa menit, disinilah mereka berdua sekarang, Atta dan Rafa tengah berjalan beriringan di koridor rumah sakit.
"Ini siapa yang sakit?" tanyanya heran, dan masih setia mengikuti langkah kakak tirinya.
Sampai akhirnya, mereka berdua memasuki sebuah ruangan, terlihat seseorang yang sangat Atta kenal tengah berbaring tidak berdaya. Tak lupa jarum infus yang menempel punggung tangannya.
"Papi" gumam Atta lirih, tidak bisa dipungkiri rasa khawatir tengah menyelimuti perasaannya saat ini.
Melihat kedatangan kedua anaknya, Risa tersenyum kecil.
"Papi kenapa Tan? Bukannya tadi pas Atta sekolah masih baik-baik aja?" tanyanya meminta penjelasan.
"Tadi habis sarapan, waktu mau kekantor, Papi kamu pingsan Ta, dan ya gini sekarang." jelas Risa sambil sesekali membenarkan letak selimut suaminya.
"Terus kata Dokter gimana kondisi Papa Ma?" sekarang gentian Rafa yang bertanya.
"Mas Dave kritis, dia butuh donor darah secepatnya. Dan stok darah dirumah sakit sama di PMI kosong. Ditambah lagi goldar Papa kalian AB rhesus Negatif."
"Butuh donor darah? Emangnya Papi sakit apa?"
"Anemia Ta"
"Tubuh Mas Dave kekurangan sel darah Merah, itu yang mengharuskan Papi kamu membutuhkan donor darah secepatnya, untuk menolong nyawa Papi kamu."
"Mama minta tolong, kalian cek darah ya. Siapa tau cocok. Mama udah nyoba tadi tapi hasilnya nggak cocok sama goldar Papi kalian."
Mendengar permintaan Risa, Rafa dan Atta jelas memberi respon yang berbeda. "Iya Ma," ujar Rafa menyetujui.
Atta??? Pemuda itu justru menggelengkan kepalanya tidak mau. "Maaf Tan, buat yang satu ini Atta nggak bisa bantu Papi." tolaknya mentah-mentah.
"Tapi Ta, Papi kamu tengah kritis sekarang. Kamu cek dulu ya, Tante mohon bantuin Papi kamu. Ditambah lagi Rhesus negatif termasuk langka di indonesia. Waktu kita nggak banyak Ta." pinta Risa penuh permohonan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atarangi. {Selesai}
Teen Fiction⚠️ Harap follow ⚠️ Masih aman buat dibaca anak dibawah umur. ⚠️Belum revisi. Maaf typo masih bertebaran.. Atta menatap Papinya dengan tatapan remeh, lantas ia tersenyum hambar. "Jangan pernah menyepelekan air yang tenang Pi, yang tenang belum tentu...