Setelah mengantarkan Gea, Atta terdiam didalam mobilnya selama beberapa saat, seketika ingatan Atta tertuju ke beberapa tahun lalu, awal dirinya dipertemukan dengan sosok Gea. Sahabat sekaligus orang yang berpengaruh besar dalam hidupnya.
Flasback.
"Ingat Mas! Kamu masih punya istri dan anak selain dari keluarga yang kamu bangga-banggakan itu."
"Aku dan Atta masih hidup, kamu nggak bisa lepas tanggung jawab gitu aja!" sentak Rea tidak terima.
"Siapa yang lepas tanggung jawab Rea? Aku masih rutin kirim uang buat menuhin kebutuhan kamu dan Atta selama ini. Aku rasa itu udah lebih dari cukup!"
"Gila kamu ya Mas! Atta juga butuh waktu dan kasih sayang kamu! Kalau soal uang, harta warisan yang aku punya sangat cukup buat menghidupi Atta sampai besar nanti. Tapi bukan itu yang aku mau. Bukan itu yang Atta butuhin. Tolong bagi waktu kamu sedikit aja buat Atarangi. Dia juga darah daging kamu Mas!"
"Harusnya kamu sadar Rea! Kamu nggak bisa nuntut aku untuk berperilaku adil sama kalian. Posisi kalian berdua jelas beda dihati aku. Risa dia wanita pilihan aku. Sedangkan kamu? Kamu cuma wanita yang terikat denganku karna sebuah perjodohan nggak jelas itu!"
Rea mendengar perkataan suaminya tentu sakit hati. Harga dirinya terasa seperti diinjak-injak oleh sosok pria didepannya.
"Perjodohan nggak jelas? Perjodohan nggak jelas kamu bilang? Terus kenapa nggak kamu tolak aja tawaran Mama Desi waktu itu Mas? Sikap kamu yang kaya gini justru nyakitin aku dan Atta." Rea memandang penuh kemuakkan.
"Diam kamu kan? Nggak bisa jawab kan! Soalnya dari awal aku tau niat busuk kamu Mas. Kamu nikahin aku cuma buat mempertahanin warisan yang kamu punya biar nggak jatuh ketangan Adik kamu."
"Kalau nggak lihat Atta, udah dari lama aku minta cerai Mas! Tapi aku nggak seegois itu. Masih ada anak kamu yang tiap malem nanyain dimana Papinya!"
"Bagus kalau kamu mau kita pisah! Masalah Atta kamu nggak perlu khawatir, dia bisa ikut aku kalau itu yang kamu risauin."
"Enteng banget bilang mau bawa Atta! Selama ini kamu kemana aja? Atta anak aku dan aku nggak akan biarin siapapun misahin aku sama dia! Termasuk kamu!"
Seorang bocah SD dengan tas gendong di bahunya mendengar jelas sautan demi sautan dari dalam rumah. Dan dari suaranya bisa Atta simpulin siapa yang tengah beradu argumen kali ini.
Atta mengintip sejenak dari balik pintu, setelah cukup puas menyaksikan perdebatan antara kedua orang tuanya, dengan langkah tertatih bocah itu pergi melangkahkan kakinya meninggalkan rumah.
Sepanjang perjalanan Atta hanya menunduk, dan disinilah dia sekarang. Kaki mungilnya membawa Atta kesebuah taman tidak jauh dari komplek rumahnya.
Atta duduk disalah satu kursi, saat ini jam menunjukkan pukul 12:00, dan dia hanya termenung menatap kosong kearah depan. Diabaikannya perutnya yang sejak tadi keroncongan minta diisi.
Sebuah pemandangan mampu membuat perasaannya sedikit teriris, sakit tapi tidak berdarah.
Terlihat seorang anak laki-laki seusianya, yang tengah duduk diayunan, dengan seorang Pria yang mendorong ayunan anak itu serta seorang wanita cantik berjilbab yang sesekali menyuapi anak itu dengan buah yang dia bawa.
"Andai keluarga Atta kaya gitu." gumamnya lirih.
Atta menatap lengannya sendiri dan di gulungnya lengan baju yang menutupi tangannya. Terlihat bercak memar kemerahan yang nyaris berubah berwarna ungu di lengan mungilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atarangi. {Selesai}
Teen Fiction⚠️ Harap follow ⚠️ Masih aman buat dibaca anak dibawah umur. ⚠️Belum revisi. Maaf typo masih bertebaran.. Atta menatap Papinya dengan tatapan remeh, lantas ia tersenyum hambar. "Jangan pernah menyepelekan air yang tenang Pi, yang tenang belum tentu...