Sutin kembali menelisik tubuh Atta dari atas sampai bawah berulang kali. "Tumben Aden bawa baju segini banyak?" tanya Sutin heran.Atta menggaruk lehernya yang tidak gatal sama sekali. "Itu anu Bi, Atta mau tinggal dirumah ini aja. Nggak mau dirumah Papi lagi." jawabnya dengan kepala yang dia tundukkan.
"Gapapakan Bi?" cicit Atta ragu.
Sutin menganggukkan kepalanya paham. "Ya nggakpapa. Inikan juga rumah Aden. Bibi malah seneng kalau Aden tinggal disini. Bibi jadi bisa jalanin pesan terakhir Nyonya Rea buat jagain anak ganteng kesayanganya."
Atta tersipu malu mendengar penuturan wanita tua didepannya. Bahkan dapat sutin lihat kedua telinga Atta yang memerah.
"Tuan Dave sudah tau kalau Aden mau tinggal dirumah lama Aden?"
"Sudah kok Bi, Atta tadi sempet pamitan sama yang lain sebelum kesini." jawabnya dengan kepala yang dianggukkan beberapa kali.
"Bagusdeh kalau gitu."
Dirumah ini sudah tersedia APD untuk Sutin dan Gea, yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu kondisi Atta tengah gawat. Atta benar-benar menyuruh kedua wanita berbeda usia itu untuk mengutamakan perlindungan diri dulu sebelum mendekat kearah Atta, terlebih sarung tangan, yang digunakan saat Atta mimisan atau muntah darah. Atta benar-benar tidak ingin, kedua orang yang dia sayang merasakan apa yang Atta rasakan.
******
Keesokan harinya, Gea yang tengah terburu-buru berlarian dikoridor sekolah tiba-tiba tubuhkanya terjatuh karena tidak sengaja menabrak seseorang.
"KALAU JALAN BISA KALI LIHAT-LIHAT!" pekik Gea kesal. Dari bawah dapat Gea lihat seseorang yang berdiri tepat didepannya. Gea bangkit dari acara jatuhnya yang bisa dibilang tidak keren sama sekali.
"Bokong gue jadi sakitkan!" gerutu Gea dengan suara yang bisa didengar oleh orang didepannya. Tidal lupa dia mengusap-usap pantatnya sendiri yang terasa linu.
Laki-laki yanh tidak sengaja bertabrakan dengan Gea hanya menatap gadis itu heran. "Perasaan lo deh yang salah, lo yang lari-larian nggak jelas!"
Mendengar dirinya disalahkan, Gea merasa emosi. Dia mengangkat kepalanya guna memastikan siapa laki-laki kurang ajar itu.
"LO!" pekik Gea saat menyadari orang itu terasa nggak asing untuknya.
Sekarang gentian lawan bicara Gea yang menatap dirinya sinis. "Gue kalau ketemu lo kenapa sial mulu yak!" celetuknya sambil menatap Gea dengan tatapan tajamnya.
"Kemaren kepala gue ditipuk batu GHHEEEDEEEE, sekarang ada orang lari-larian dikoridor dan nabrak tubuh gue. Dan begonya orang itu, bukannya ngerasa bersalah malah justru marah-marah nggak jelas ke gue!" ujar cowok itu dengan tatapan tidak bersahabatnya. Bisa Gea pastikan cowok didepannya adalah murid baru. Terlihat dari mukanya yang belum pernah dia lihat di sekolah ini. Serta dari bajunya dapat Gea nilai masih bagus dan kaku. Menandakan belum pernah dipakai sama sekali.
"Biasa aja kali bilang gedenya, nggak perlu hiperbola gitu." sindir Gea menatap cowok yang dirasa belagu tersebut dengan sengit. Seperti mengibarkan bendera perang.
"Emang gede! Kepala gue sampe benjol" ujar cowo itu dengan mata melotot.
"Biasa aja Mas nggak usah melotot kek gitu! Sipit ya sipit aja" cibir Gea.
"Mas! Mas! Mas! Mas! Lo pikir gue Mas-Mas penjaga konter!" sengitnya tidak terima.
"Bodo ah! Minggir gue mau masuk kelas. Kagak tau orang udah telat apa!" rutuknya sebal sekaligus panik, saat diliriknya jam berwarna biru yang melingkar cantik di pergelangan tangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atarangi. {Selesai}
Teen Fiction⚠️ Harap follow ⚠️ Masih aman buat dibaca anak dibawah umur. ⚠️Belum revisi. Maaf typo masih bertebaran.. Atta menatap Papinya dengan tatapan remeh, lantas ia tersenyum hambar. "Jangan pernah menyepelekan air yang tenang Pi, yang tenang belum tentu...