"26"

1K 70 0
                                    


Hari sudah mulai sore, karena itu pula Atta memilih mengantarkan Gea untuk pulang. Setelah menghabiskan waktu dengan anak-anak luar biasa penderita kanker. Diperjalanan mereka ngobrol berbagai macam hal.

"Lo udah lama kenal mereka Ge?"

Gea yang mendengar hal itu hanya menganggukkkan kepalaya beberapa kali. "Baru 2 tahun gue kenal mereka."

"Gue nggak sengaja nemuin tempat ini pas kabur dari rumah. karena mereka semua gue belajar arti rasa bersyukur yang sebenarnya. Dan kemaren saat lo kalut dengan kondisi lo saat tau penyakit lo udah nyampe tahap AIDS. Disitu seketika gue inget tempat ini makanya gue bawa lo kesini sekarang." jelasnya panjang lebar.

"Makasih Ge buat hari ini."

"Sama-sama"

"Ta gue laper, mampir nyari makan dulu ya Ta"

"Okayy....."

Dan disinilah mereka sekarang, disebuah kedai bakso pingir jalan. Dengan semangkok bakso, yang terlihat mengepul Gea dan Atta mulai menikmatinya setelah diberi saos, kecap, dan sambal sesuai selera mereka masing-masing.

Dapat dilihat banyaknya pengendara yang berlalu lalang, dari berbagai usia. Serta suara bising klakson juga dapat dengan jelas terdengar.

"Ta lo pernah suka sama cewe nggak? Gue lihat-lihat lo jarang bahas masalah cewek ke gue." tanya Gea mulai penasaran dengan isi hati sahabatnya. Tidak lupa mulutnya yang sesekali mengunyah.

Atta hanya terkekeh miris, "Pernah"

"Ooooooo, siapa?" tanya Gea kepo? Tapi tidak bisa dipungkiri rasa panas sekaligus sesak telah menguasai perasaan Gea. Yups gadis itu memiliki perasaan lebih dari sahabat kepada cowok didepannya.

"Ya ada, gue jatuh cinta sama dia dari awal gue SMP"

"Lo nggak nyoba memperjuangin dia Ta?"

"Bukan nggak nyoba, tapi nggak pernah ada kesempatan buat gue memperjuangkan perasaan gue." lirih Atta sendu.

"Maksud lo? Jangan bilang lo nggak percaya diri karena kondisi kesehatan lo?" tebak Gea, sambil sesekali meminum es jeruk pesanannya.

"Salah satunya iya, tapi alasan terbesarnya cewek itu udah tenang dialam sana"

Penjelasan dari Atta tentu membuat Gea kaget. "Lo nggak bercandakan Ta?"

"Kagak lah. Gaby. Lo nggak asingkan sama nama itu? Dia adiknya Zieldra. Dan dia cewek yang gue cinta."

Gea semakin melebarkan kedua matanya, "WOW.... Kok lo nggak pernah cerita sih Ta ke gue?" rutuknya memandang Atta sebal. Dengan bibir yang sengaja dia manyunkan.

"Boro-boro lo Ge, orang Zieldra aja nggak tau kalau gue naksir sama adiknya."

"Kalaupun Ziel tau gue jamin, dia nggak bakal ngerestui hubungan kalian." ceketuk Gea, sambil memasukkan sesuap bakso kedalam mulutnya.

"Iyalah, secara orang lain kan taunya gue playboy, suka mainin cewek. Padahal aslinya jones." seru Atta dan mulai tertawa konyol menertawakan keabsurdan sikapnya.

"Ya habis ada-ada aja lo."

********

Gea baru aja sampai dirumahnya, saat akan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Suara Gina mulai terdengar membuat gadis itu mengurungkan niatnya.

"Dari mana kamu Gea?" tanya Gina dengan nada yang terdengar geram. Tidak lupa kedua tangannya yang berkacak pinggang. Serta bola matanya terlihat melotot sempurna.

"Main sama Atta" jawabnya singkat, namun harus Gea akui atmosfer disekitarnya terasa lebih panas dari biasanya.

"Kenapa kamu lebih mentingin klayapan nggak jelas dari pada jagain saudara kamu sendiri? Lea baru hari pertama masuk sekolah Ge, setelah dia sakit dan libur lama kemarin. Harusnya kamu punya sedikit rasa empati ke saudara kamu sendiri!" seru Gina emosi,

"Mah Lea bukan anak kecil yang harus Gea awasin 24 jam. Gea juga punya dunia Gea sendiri. Dan itu nggak harus melulu tentang Lea."

"Tapi kamukan tau kondisi Lea gimana? Dia nggak sesehat kamu. Harus kamu ngertiin kesehatan dia."

Gea menoleh kearah Mamanya, "Harusnya Lea yang sadar diri Ma kalau penyakitan. Ngapain minta sekolah umum. Udah bagus home schooling kenapa mutusin buat sekolah formal"

"Ge jaga ucapan kamu!" sentak Gina merasa terganggu dengan penuturan anaknya.

"Gea udah cukup banyak ngalah buat menuhin semua permintaan Mama, dan tolong sekali-kali biarin Gea ngelakuin apa yang Gea mau."

Setelah mengatakan hal tersebut, tanpa memperpedulikan Mamanya Gea memilih untuk pergi kekamarnya. Gea melempar tasnya kasar dan mulai membaringkan diri dikasur empuknya. Lengkap dengan seragam dan sepatu yang masih melekat sempurna ditubuh dan kakinya.

"Kenapa sih gue hidup semua-muanya harus tentang Lea?" ujarnya dengan nada jengah.

"Dari dulu gue ngabisin waktu bermain gue cuma buat jagain dia yang penyakitan."

"SMA gue nggak bisa milih sekolah impian gue gara-gara dia"

"Gue harus masuk IPA padahal otak gue pas-pasan, itu juga karena gue harapan satu-satunya keluarga."

"Sekali-kali kek, tunjukin peran dan keperdulian kalian sebagai orang tua. Jangan bisanya cuma nuntut dan ngehakimi kaya gini."

"Lea! Lea! Lea terus yang ada difikiran kalian!" gerutu Rea sebal, sambil uring-uringan nggak jelas mengeluarkan emosinya.

Gadis itu melirik kesebuah sudut ruangan. Saat menyadari sesuatu, helaan nafas kasar kembali terdengar dari bibirnya. "Mau ngelukis, semua alat lukis gue udah di musnahin sama bokap!"

Ditengah lamunannya Gea seketika teringat sesuatu mengenai percakapannya dengan Atta tadi sore. "Gue kenapa ya? Kenapa gue kalau deket Atta rasanya seneng. Jantung gue juga, berdebar lebih kencang dari biasanya?" gumamnya mulai bertanya-tanya.

"Apa gue suka sama Atta?" lirihnya mulai menebak-nebak.

Tiba-tiba Gea tersadar, ditepuknya pipinya sendiri beberapa kali. "Enggak Ge! Sadar! Kalian berdua murni sahabatan dan lo nggak ada hak buat punya perasaan ke Atta."

"Eumm bukannya yang namanya perasaan nggak bisa dipaksain ya? Gue juga nggak bisa milih mau jatuh cinta kesiapa."

"Lagian Atta sukanya juga sama Gaby,"

"Tapi Gabykan udah nggak ada, salah nggak sih kalau gue mulai memperjuangin perasaan yang gue punya?"

"Tauk ah gue bingungg!!!"

"Nggak pernah jatuh cinta sekalinya suka sam orang kenapa harus demen sama temen sendiri sih. Bikin repot aja!" seru Gea sebal, dan sesekali mulai mengacak-acak rambutnya sendiri.

Pusing memikirkan semua itu, Gea memilih membersihkan diri. Badannya terasa sangat lengket. Gadis itu bangkit menuju kamar mandi di ujung kamarnya. Terlalu banyak hal yang memenuhi fikirannya saat ini. Yang ingin dia lakukan adalah berendam dengan air hangat sekaligus menjernihkan fikirannya yang tengah kalut.

........

04/10/22


Atarangi. {Selesai}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang