Zieldra menarik tangan Arsen. Berniat mengajak pergi pemuda itu dari rumah Atta."Tapi Atta pingsan Zel," ujarnya Arsen merasa bimbang. Disatu sisi dia ikut kesal dengan pengakuan Atta. Namun disisi lain dirinya juga tidak tega melihat Atta seperti ini.
"Ikut gue atau lo gue mungsuhin juga!" ujar Zieldra tanpa bantahan.
Mau tidak mau, Arsen mengikuti langkah kaki Zieldra. Meninggalkan tubuh lemah Atta yang tanpak tidak berdaya.
Hingga 3 jam berlalu Atta akhirnya sadar dari pingsannya. Masih di posisi yang sama perlahan, Atta mencoba bangkit untuk duduk di salah satu kursi.
"Maaf Shen." lirih Atta saat berhasil mengingat ingat apa yang sebenarnya terjadi. Atta duduk bersandar disalah satu sofa. Kepalanya yang terasa sakit. Hingga perlahan darah mulai keluar dari hidungnya.
Atta memaksakan diri untuk menuju kamarnya, dia ingin segera berbaring. Kepalanya terasa mau pecah. Ditambah lagi berbagai macam lebam ditubuh dan muka Atta.
Uhhukkk..
Batuknya sesekali, dan rasa nyeri mulai menjalar di dadanya. Nafas Atta mulai terdengar tidak teratur. Atta masih mencoba menaiki tangga. Hingga akhirnya tubuh Atta mulai jatuh meluruh bersandar pada tembok. Dirinya duduk disalah satu anak tangga.
Bahkan untuk sekedar berjalan menuju kamarnya bocah malang itu merasa kesusahan. Tubuhnya mulai susah untuk diajak kerja sama.
Perlahan isak tangis Atta mulai terdengar. Lelehan airmata mengalir dari sudut kedua matanya. Akhirnya ketakutannya selama ini terjadi. Rahasianya terbongkar dan dirinya dijauhi oleh kedua temannya.
"Mami, Atta nggak mau sendiri." ujar Atta lirih.
"Atta takut."
"Atta takut ngadepin kematian Atta yanh mumgkin tinggal nunggu waktu. Atta belum cukup bekal Mi."
"Atta masih mau hidup, masih mau memperbaiki semua kesalahan Atta, masih mau ngejar mimpi Atta"
"Mami ini karma ya buat Atta? Karena dulu Atta jahat sama Shena? Tapi itu semua bukan mau Atta Mi. Keadaan nggak ngasih Atta pilihan sama sekali." gumamnya sendu.
Atta menyembunyikan kepalanya diatas lututnya. Darah segar yang mengalir dari hidungnya tidak dia hiraukan sama sekali.
"Mami, dari jutaan orang di dunia, kenapa harus Atta yang jadi ODHA? Atta mau sembuh Mi. Atta mau bahagia, tapi kenapa semesta nggak pernah ngizinin Atta buat ngerasaain kehabagiaan?"
*****
Di kantin ada Shena, Zieldra, Arsen dan Keyla. Sean mendudukkan pantatnya disalah satu kursi. "Ini tumben kalian nggak sama Atta? Belum dateng itu bocah?" tanya Sean heran. Biasanya kan mereka tiga serangkai yang nggak bisa dipisahin.
Mendengar ucapan Sean. Raut wajah Shena seketika berubah. Sebisa mungkin gadis itu menenangkan fikirannya sekarang. Bayangan masalalunya kembali bermunculan dan sekuat tenaga dia tepis. "Itu udah berlalu Shena!" batin Shena kedirinya sendiri.
Zieldra menyeletuk seketika. "Gatau gue, nggak perduli juga. Udah mati kali anaknya."
Keyla dan Sean yang memang tidak tau apa-apa hanya menyerkitkan dahi mereka heran. "Kalian lagi berantem sama Atta?" tanya Keyla polos yang di angguki oleh Sean. Dan Sean pun kembali bersuara "Tumben banget Ziel ngrespon seketus itu."
Disatu sisi Arsen mengamati perubahan raut wajah Shena. Ketakutan itu dapat dengan mudah Arsen baca. "Maafin kelakuan sahabat gue Shen" batin Arsen menatap Shena dalam.
Arsen seketika terpekik kaget. "Shen. Hidung lo berdarah!"
Sontak pandangan semua penghuni meja tertuju ke Shena, Sean dan Ziel yang khawatir perlahan mendekati gadis itu. "Lo kenapa Shen? Sakit? Kenapa nggak istirahat aja dirumah!" Sean bertanya dengan nada cemas yang tidak bisa dia sembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atarangi. {Selesai}
Teen Fiction⚠️ Harap follow ⚠️ Masih aman buat dibaca anak dibawah umur. ⚠️Belum revisi. Maaf typo masih bertebaran.. Atta menatap Papinya dengan tatapan remeh, lantas ia tersenyum hambar. "Jangan pernah menyepelekan air yang tenang Pi, yang tenang belum tentu...