Tinggalkan vote/komen bila sudi. Happy reading.
~~~~~^^^~~~~~
Bella duduk di salah satu kursi sembari menunduk. Saat sedang mengambil roti dan selai, ia mendengar sebuah helaan kasar. Sepersekian detik kemudian, dia mendengar kursi yang digeser. Ia pun mendongakkan wajahnya. Ia meneguk ludah saat melihat Grace menatapnya kasar sembari berdiri. Dia bingung mau memasang ekspresi seperti apa.
"Kau mau kemana, sayang?" Tanya Xavier.
"Kembali ke kamar. Aku mau bersiap-siap karena bekerja hari ini," jawab Grace tanpa ekspresi.
"Kau yakin? Ini masih liburan dan kau masih sakit."
"Aku sangat yakin. Justru, aku akan semakin merasa sakit jika terus di rumah karena sumber sakitku ada disini," jawab Grace sembari melirik Bella. Setelah itu, ia pergi dari ruang makan.
Bella menundukkan kepala. Mendengar ucapan Grace, emosi Bella kembali terpacu. Secara reflek, ia meremas roti berisi selai ditangannya. Dia lantas berdiri sembari melempar roti yang telah hancur itu. Ia berlari dan saat sampai di kamar, ia menutup pintu dengan sangat keras. Setelah itu, dia berjalan ke arah kasur. Dia mengambil tisu dan mengelap tangannya. Lantas dia ke arah lemari dengan mata berkaca-kaca dan perasaan menggebu.
"Apa yang sedang kau lakukan, Bell?" Tanya Xavier yang masuk tanpa izin. Pria itu mencoba mencegah Bella, namun Bella segera menepis tangan pria itu.
"Kau masih bisa melihat dengan normal, 'kan? Jadi, seharusnya kau tahu apa yang sedang aku lakukan tanpa bertanya," ketus Bella.
"Maksudku untuk apa kau mengemasi baju?"
"Aku mau kembali ke rumahku yang sebenarnya. Akan lebih baik jika aku kesana," ucap Bella.
"Apa kau gila? Bagaimana dengan sekolahmu? Kau tidak mungkin untuk pindah lagi. Kau akan mengulang kelas, Bell," ucap Xavier.
"Tapi, akan lebih gila lagi jika aku berada disini. Mom sudah tidak suka dengan keberadaanku," ucap Bella. Dia kembali mengemasi bajunya.
"Bell, tenanglah. Grace hanya sedang kacau saat ini. Sebentar lagi semuanya akan membaik. Jadi, tetaplah disini," pinta Xavier.
"Berhenti mencegahku!" Teriak Bella. Dia menatap Xavier dengan sorot mata penuh amarah. Tetapi, buliran bening mengalir deras ke pipinya. Nafasnya terengah dengan dada yang sesak.
"Hey, jangan menangis," ucap Xavier. Dia menarik Bella ke pelukannya. Tangisan Bella langsung pecah. Dia membalas pelukan Xavier dengan tidak kalah erat.
"Aku tidak pernah memilih untuk dilahirkan," isak Bella. Xavier mengusap lembut kepala belakang Bella. Xavier hanya diam. Dia ingin memberikan waktu kepada Bella untuk meluapkan segala emosi-nya. Saat tangisan Bella mulai mereda, Xavier melepaskan pelukan secara perlahan dan menatap dalam gadis itu.
"Kau benar, Bell. Seorang anak tidak pernah bisa memilih mau lahir atau tidak. Seorang anak tidak bisa memilih mau lahir dari siapa dan bagaimana. Disaat kau lahir dari seseorang yang merasa telah berbuat kesalahan dan menganggap kau sebuah permasalahan, kau harus tetap kuat. Jangan pernah membencinya. Walau bagaimanapun dia tetap sudah bersusah payah melahirkan mu. Kau bersabar, ya? Semua butuh proses. Lambat laun Grace akan menyayangi mu. Aku akan membantu. Tetap disini, ya?" Terang Xavier sebelum mengusap air mata Bella secara perlahan. Pria itu juga memberi senyuman hangat. Hati Bella berdesir. Jantungnya berpacu sedikit lebih cepat dari biasanya.
"Aku rasa, Grace benar-benar pergi bekerja saat ini. Selain rumah, tempat ternyaman untuk dia menenangkan diri adalah di kantor. Apakah kau mau pergi denganku? Kurasa kau juga butuh tempat penenang," tawar Xavier. Bella mengalihkan pandangan. Dia mengatur nafas setelah puas menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Step-Dad ✓
Romansa"Aku tidak pernah berniat merusak. Aku tidak pernah ingin terjebak. Tetapi, semua mengalir tak terkendali hingga sebuah dosa aku perbuat. Gilanya, aku menikmati dosa tersebut. Bahkan, otakku mulai mendoktrin hal-hal jahat. Aku mengharapkan sebuah ke...