TSD (10) : Mencoba Interaksi Baru

23.6K 409 15
                                    

Tinggalkan vote/komen bila sudi.
happy reading.

~~~~~^^^^^~~~~~

Bella berjalan dari arah dapur sembari membawa segelas jus mangga. Langkahnya langsung terhenti ketika mendengar sebuah tawa dari arah kolam renang. Ia pun mendekati jendela yang mengarah ke tempat tersebut. Dia melihat Xavier dan Grace, dimana Grace duduk di pangkuan Xavier sembari melihat ponsel. Bella memperhatikan mereka baik-baik, mulai dari cara mereka berinteraksi dan juga bertatapan. Mereka pantas disebut pasangan yang saling mencintai.

Bella pun meninggalkan tempat tersebut dan naik ke lantai 2. Dia masuk ke kamar, lalu duduk di balkon. Dia menatap langit yang begitu cerah. Mengingat hal yang ia lihat tadi, Bella cukup tersadar. Apa yang selama ini ia lakukan pada Xavier adalah sebuah hal konyol belaka. Dia menginginkan Xavier dan kasih sayangnya sebagai pria, tetapi Xavier hanya menganggapnya mainan semata. Bagaimana bisa ia beranggapan seperti itu? Karena Xavier akan mencarinya jika Grace dalam keadaan tidak mood, sedang berhalangan, atau sedang tidak ada di rumah.

"Sebenarnya, apa yang aku cari di rumah ini? Masa depan? Kasih sayang? Atau sebuah kehancuran?" Lirih Bella sembari menatap jus yang ada di tangannya.

"Bella, apa kau sudah bangun?" Sebuah ketukan pintu disertai pertanyaan membuat Bella menoleh. Ia berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar.

"Ya, aku sudah bangun. Ada apa, Mom?" Jawab Bella tanpa membuka pintu.

"Ayo ke ruang makan. Ada yang akan dibicarakan."

"Baik, aku berganti baju dulu," ucap Bella. Dia langsung menaruh jusnya di meja kamar, lalu mengganti piyama-nya dengan kaos hitam polos dipadukan celana sepaha. Setelah itu, ia keluar kamar. Dia memberi senyuman tipis untuk Grace sebelum berjalan di belakang wanita itu.

"Good morning, Bell," sapa Xavier.

"Morning, Uncle," jawab Bella dengan senyum tipisnya. Lalu, ia duduk di salah satu kursi.

"Bell, seperti biasa aku mendapatkan panggilan kerja mendadak. Sore ini juga aku harus ke luar negeri. Aku ada disana untuk waktu yang lama. Sekaligus, aku ingin mencari anak yang bisa di adopsi. Bagaimana menurutmu? Apa kau setuju jika memiliki adik?" Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Bella terdiam. Dia sedikit kaget dengan ide Grace yang terkesan tiba-tiba.

"Apa kau sudah berbicara dengan Nenek?" Tanya Bella.

"Sudah dan dia menyerahkan seluruh keputusannya kepada kita," jawab Grace. Bella mengangguk pelan.

"Ya, kalau kau dan Uncle Xavier memang ingin, aku akan setuju saja. Mungkin dengan keberadaan anak angkat, kau bisa melupakan soal masalah rahim. Kau juga mungkin akan berhenti terlalu fokus padaku hingga melupakan seluruh kesakitanmu atas masa lalu," ucap Bella.

"Bell, aku mohon lupakan yang waktu itu. Aku mengaku salah karena berbicara buruk tentangmu," ucap Grace.

"Maaf, Mom. Melupakan sesuatu hal yang buruk bukanlah hal yang mudah. Kau sendiri merasakannya, kan?" sahut Bella. Suasana menjadi sedikit panas.

"Um, apa ada yang ingin dibicarakan lagi?"

"Tidak, Bell. Hanya itu," jawab Xavier.

"Oke, aku akan kembali ke kamar. Kau tenang saja, Mom. Seperti biasa aku akan menjaga rumah dengan baik," ucap Bella sebelum meninggalkan ruang makan. Sebelumnya, ia sempat melirik Xavier. Bisa terbaca bahwa Xavier merencanakan sesuatu.

***

Sejak kepergian Grace, Bella hanya tiduran di kasur sembari membaca novel. Dia mengunci pintu erat dan membawa kunci beserta cadangannya. Beberapa kali Xavier memanggil dan mencoba masuk, tetapi Bella membiarkannya. Dia juga mengabaikan banyak sekali panggilan di ponselnya. Dia sedang ingin sendiri. Dia juga sedang tidak bernafsu.

"Ck, mengganggu sekali," gerutu Bella saat ponselnya terus saja berdering. Dia pun mengambil ponsel miliknya. Ia mengangkat satu alis saat yang terpampang hanya nomor. Dia pun mematikan telepon tersebut dan mengecek pemilik nomor tersebut. Rupanya, salah satu teman sekelasnya. Ia pun menelepon balik dengan rasa malas.

"Hai, Hazel. Ada apa?"

"Hai, Bell. Akhirnya kau mengangkat telepon dariku."

"Jangan berbasa-basi."

"Hey, tidak sabaran sekali. Oke, aku akan segera menyampaikan maksudku. Jadi, malam ini adalah pesta ulang tahun Noah. Dia mengundangmu untuk datang. Bagaimana?"

"Tidak bisa."

"Ayolah, Bell. Kenapa kau begitu mengasingkan diri sejak awal? Kau juga selalu memasang wajah jengkel."

"Aku tidak suka pesta."

"Kali ini saja, oke? Noah sangat ingin semua orang datang ke pestanya. Lagipula, kau ini makhluk sosial, Bell. Kau butuh seseorang. Kalau kau selalu seperti itu, bagaimana bisa orang-orang mengenalmu?"

Bella terdiam dan menjauhkan ponselnya. Dia menyilangkan tangan di depan dada sembari berfikir. Terbesit rasa ingin datang. Tetapi, ia bingung. Ia tidak bisa mobil. Rumahnya juga tidak menyediakan sopir. Meminta tolong Xavier, pasti dia harus memberi imbalan.

"Bella?"

"Aku tidak bisa menyetir dan tidak ada sopir."

"Tidak usah khawatir. Aku bersama yang lain akan menjemputmu."

"Hm, tapi dimana tempat pestanya. Aku yakin anak kota seperti kalian tidak mungkin hanya di rumah kan?" Setelah mengucapkan itu, terdengar tawa di seberang sana.

"Kau pintar sekali, ya. Tahu saja. Noah menyewa sebuah ruangan di club."

"Aku tidak akan datang," putus Bella sebelum mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dia kembali membaca novel. Tetapi, dia kembali kepikiran soal tawaran Hazel. Rasa inginnya begitu membuncah. Dia penasaran dengan isi club. Dia pun kembali mengambil ponsel dan menghubungi Hazel.

"Ada apa, Bell? Kenapa kembali menghubungiku? Apa kau berubah pikiran?"

"Iya, aku berpikiran untuk ikut. Tapi, sepertinya aku tidak punya baju yang cocok."

"Pakai saja baju apapun yang kau punya. Asal jangan formal. Kau akan jadi bahan tertawaan."

"Oke, aku akan datang. Sesuai janjimu, jemput aku."

"Good."

Bella langsung membuka kolom pencarian. Dia mencari inspirasi style di internet. Dia cukup terperangah melihat betapa vulgarnya style-style tersebut. Bella pun menghela nafas. Dia tidak menyerah. Ia terus mencari style yang cocok. Hingga beberapa menit kemudian, senyumnya mengembang. Ia telah menemukan style yang menurutnya cocok. Ia pun bergegas ke arah lemari. Dia hampir punya seluruhnya. Hanya kurang bawahannya saja. Dia pun mengakalinya dengan bawahan yang ada.

"Tidak apa lah di modifikasi. Nanti bisa meminta Mom untuk membeli yang baru," ucap Bella dengan enteng. Tiba-tiba, perutnya berbunyi. Bella pun berdecak. Terpaksa, ia keluar kamar untuk mencari makanan. Dia paling susah menahan lapar.

Saat sampai dapur, Bella terkejut. Ternyata, Xavier sedang makan juga. Bella langsung berusaha bersikap biasa dan duduk di kursi. Ia mengambil makanan yang tersedia. Bella meneguk ludah saat Xavier terus menatapnya dengan tajam. Ia merasa terintimidasi.

"Kau sengaja menghindariku?" Tanya Xavier.

"Iya, aku sedang ingin sendiri hari ini," jawab Bella. Xavier tampak menghembuskan nafas kasar.

"Oke, aku memakluminya. Oh, iya. Aku juga akan pergi setelah ini. Aku ada urusan dengan beberapa temanku. Kemungkinan aku pulang sangat malam," ucap Xavier.

"Hm," sahut Bella. Xavier meminum air sebelum berdiri. Dia mendekati Bella. Dia mengelus kepala gadis itu dan memberi kecupan singkat di pucuk kepala.

"Syukurlah jika dia pergi. Aku jadi tidak perlu pergi secara diam-diam," ucap Bella. Ia mengendikan bahu sebelum melanjutkan makannya. Untuk malam ini, ia akan menjadi gadis sedikit liar. Sesekali ia mencoba menjadi gadis kota kebanyakan.

Tbc__________

A/N
Hewooo
Aku kembaliii
Maaf ya kalau makin kesini makin gak jelas huhu. Gatau kenapa tanganku ngetiknya begitu. Semoga kalian masih paham dan suka.
Tencuu and bay bay❣️

The Step-Dad ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang