TARZAN | TWENTY-NINE

2.2K 282 6
                                    

   "Selamat siang, princess. Suatu kehormatan bisa menjadi pengawal anda." Ucap seorang lelaki dengan postur tubuhnya yang terbilang cukup bagus.

Seseorang yang ia panggil princess itu hanya menganggukkan kepalanya dan sedikit tersenyum tipis, hanya sedikit.

   "Ku harap, acara hari ini lancar. Apalagi sekarang kita bersama princess Lalisa." Kata si lelaki lagi.

Teman bicaranya yang adalah seorang wanita hanya diam, tak merespon. Sedangkan si lelaki dibuat canggung olehnya.

    "Benar-benar tidak banyak bicara." Batin si lelaki, memperhatikan si wanita yang hanya diam tak bergerak, berdiri di depannya.

    "Aku merasa sedikit ragu jika dia bisa menjadi pemimpin selanjutnya." Ia melanjutkan.

Si wanita menoleh ke belakang seolah menyadari jika lelaki dibelakangnya tengah membicarakan dirinya, sedangkan si lelaki hanya tersenyum canggung.

    "Lakukan pekerjaanmu dengan benar, Austin."

Austin, lelaki yang diperintahkan untuk mengawal si princess oleh raja itu hampir saja tersedak. Apa wanita ini benar-benar bisa membaca batin seseorang? Jika iya, maka itu luar biasa.

Lelaki berdarah Amerika dan Korea itu menganggukkan kepalanya. "Yes, princess." Katanya.






Sementara itu ditempat lain, terlihat seorang wanita dan satu lelaki paruh baya yang tengah duduk berhadapan. Sepertinya ada hal penting yang sedang mereka bicarakan hingga hanya ada keduanya disana.

    "Bagaimana? Apa kau tertarik? Aku tak akan memaksa jika saja kau tidak ingin menerima tawarannya." Ucap si lelaki paruh baya.

Ia membenarkan duduknya. "Mau bagaimana pun, apa yang aku tawarkan ini bukan hal sepele. Menerimanya juga jangan hanya karena tertarik saja, kau memiliki tanggungjawab yang besar setelahnya." Lanjut si lelaki.

    "Bagaimana dengan dia?" Si wanita bertanya.

Lelaki paruh baya itu tersenyum lemah. Tatapan matanya pun terlihat menampakkan begitu banyak kesedihan. Entah rahasia apa yang dimilikinya.

    "Dia memiliki trauma yang sangat besar. Sulit disembuhkan. Aku takut jika kesehatan mentalnya akan semakin parah. Dia juga sudah mengatakan bahwa ia tidak ingin menjadi seperti apa yang aku tawarkan padamu tadi." Jawabnya.

Si wanita merasa penasaran. Rasa penasaran bertambah begitu orang-orang menyebutnya "jiwa yang kosong."  Ia ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi dimasa lalu.

    "Lalu bagaimana dengan putramu? Kelihatannya dia benar-benar ingin menjadi sepertimu."

    "Saat ini aku tidak bisa memilihnya. Aku ingin apa yang tertulis di buku itu menjadi kenyataan. Terlebih lagi, putraku bukan sosok lelaki yang bertanggungjawab. Dia semena-mena, haus akan kekuasaan dan seorang psikopat. Aku tahu betul seperti apa dirinya sebab aku adalah ayahnya." Ia menjawab dengan perasaan kesal.

    "Apa kau pernah mendengar kabar tentang seorang psikopat yang membunuh keluarganya sendiri?" Tanya si lelaki paruh baya. Dan si wanita hanya menggelengkan kepalanya.

Lelaki paruh baya itu tersenyum tipis. "Selama ini kau dikurung ditempat itu, sangat wajar jika kau tidak mengetahuinya. Benar-benar kejam." Batin si lelaki.

    "Soal tawaranmu, aku tidak bisa menerimanya. Perlu banyak latihan untuk itu. Aku tidak sanggup." Si wanita yang memiliki mata hazel itu berucap.

Ia tersenyum ketika mengingat seseorang yang dicintainya. "Aku juga memiliki keluarga disana...." Katanya, pelan.

TARZAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang