Bab 8

27.3K 2.3K 37
                                    

Kalau baru banget jadian, Ian memang suka lupa denganku. Hari-harinya pasti akan dipenuhi oleh pacar barunya itu. Terbukti sudah beberapa hari ini Ian tidak mengunjungiku. Chat juga seadanya.

Memang bukan hal yang baru lagi bagiku melihat Ian sibuk menjadi best boyfriend untuk kekasihnya di awal-awal hubungannya. Dan untuk yang satu itu, aku sudah terbiasa. Kadang masih suka sakit hati, sih, tapi rasa sakitnya masih bisa ditoleransi.

Karena Ian tidak akan muncul di hari mingguku kali ini, maka aku memutuskan untuk menghabiskan hari mingguku dengan menonton drama Korea yang sudah berada dalam watching list-ku sejak beberapa bulan yang lalu.

Ah! Hari minggu memang waktu yang paling tepat untuk bersantai.

Sofa bed yang berada di ruang santai di apartemenku kubentangkan dengan lebar. Selimut yang kubawa dari kamar kulempar di atasnya begitu saja. Beberapa bantal sofa juga kukumpulkan menjadi satu di sana.

Selesai menata sofa bed yang akan kujadikan sebagai tempatku berbaring, aku bergegas menuju dapur untuk mengambil beberapa camilan dan minuman dingin untuk menjadi teman nontonku.

Sekarang masih jam sebelas siang. Aku mungkin akan menghabiskan setengah episode drama Korea sampai malam nanti.

Aku membuka salah satu bungkus camilan gurih bersamaan dengan berbaringnya diriku di atas sofa. Aku setengah berbaring, sih, sebab punggungku masih bisa kusandarkan pada kepala sofa.

Remot sudah berada di tanganku, baru saja menghidupkan televisi dan bersiap untuk berpindah saluran saat ponselku berdering keras.

Kuurungkan niatku sejenak. Remot yang semula berada dalam genggamanku sudah tergantikan oleh ponselku. Nama Ian pun tertera di layar datar tersebut, menjadi sosok penelepon.

“Halo?” Aku langsung mengangkat panggilannya.

“Lo di mana, Nya?”

Aku mengerutkan keningku saat suara Ian di seberang sama terdengar terburu-buru. “Di apartemen. Kenapa?”

“Oke gue ke sana sekarang.”

Dan selesai.

Panggilan kami terputus begitu saja karena Ian langsung mengakhirinya tanpa basa-basi.

Kujauhkan ponselku dari telinga, menatap layar yang sudah menunjukkan halaman depan ponselku dengan bingung. Kemudian aku hanya bisa geleng-geleng kepala.

Huh! Padahal, aku kira Ian akan menghabiskan hari minggunya dengan pacar barunya itu, tetapi rupanya dia malah ingin bertandang ke sini.

Kalau ada Ian, sepertinya niatku untuk nonton drama Korea sepanjang hari akan gagal. Dia pasti akan merecokiku terus-terusan. Tetapi sebenarnya aku juga tidak masalah, sih, dengan kehadirannya di sini.

•••

Tak lebih dari lima belas menit kemudian, Ian sudah muncul di apartemenku. Tangannya tak kosong, ada sekantong plastik putih dengan brand makanan cepat saji ternama di sana. Dan dari bentuknya, aku tahu dia membawa pizza.

“Wih! Tumben banget bawa makanan.” Adalah kalimat pertama yang kuucapkan pada Ian.

“Spesial untuk sahabatku tercinta.” Dengan senyum sok manisnya, Ian mengangkat barang bawaannya sebatas dada, seakan-akan sedang memamerkannya padaku.

Aku hanya berdecih dan menggeser sedikit posisiku lantas duduk bersila agar Ian bisa mengambil tempat di sebelahku. Selimut yang tadi kugunakan untuk menutup tubuhku pun sudah kupindahkan ke single sofa.

Sama sepertiku, Ian juga duduk bersila dan meletakkan pizza yang dibawanya ke atas sofa bed tepat di ujung kaki kami. Lalu, dibukanya dua kotak pizza tersebut hingga memunculkan aroma yang cukup pekat di hidung.

Boy (Best) FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang